35. Aku (Tidak) Ingin Hidup

24 5 6
                                    

Dari setumpuk misi yang pernah ia terima selama hidupnya, misi pencarian Mars adalah satu-satunya tugas yang belum—atau mungkin tidak akan pernah bisa Ryuu selesaikan. Kali terakhir ia bertemu dengan teman lamanya itu adalah bertahun-tahun lalu. Itu pun setelah Ryuu nyaris meregang nyawa karenanya.

Saat masih menjadi Valley Guard, Ryuu ditugaskan untuk mencari seorang Skykid bangsawan Valley yang lama menghilang, yang tak lain adalah Mars. Namun saat itu Ryuu tidak menyangka bahwa partnernya seolah telah berubah menjadi orang asing. Sialnya, ia bertemu dengan Mars di waktu dan tempat paling buruk. Di Graveyard, pemuda bermata merah itu sedang bersiap membunuh seorang Moth dan Ryuu kebetulan ada di sana, sendiri dan dengan kesehatan yang payah.

Tak mau ada saksi mata, tanpa basa-basi Mars menyerang Ryuu tanpa ampun. Ryuu bisa bertahan selama beberapa menit setelah menangkis semua serangan Mars yang sangat mudah ia baca. Namun tenaga Ryuu yang telanjur terkuras membuat pertarungannya sama sekali tidak imbang. Kecepatan gerakan yang menjadi keunggulannya atas Mars pun jadi tidak membantu. Penglihatannya kabur, keseimbangannya terganggu. Sedetik kemudian sebuah pukulan keras di kepala Ryuu membuat tubuhnya ambruk. Disusul sesuatu yang dingin menusuk betisnya, seolah ingin memaku Ryuu agar tetap telungkup di tanah.

Ryuu masih ingat sakit yang dirasakannya saat itu. Di dalam tubuh, perutnya seolah berusaha mencerna kepingan kaca. Di kepala, otaknya seolah ditusuk ribuan jarum. Kemudian semuanya berangsur-angsur terasa dingin bersamaan dengan darah yang mengalir dari betisnya yang ditusuk sebuah tombak es.

Saat itu, yang memenuhi kepala Ryuu hanyalah keinginan untuk hidup.

Pemuda itu mendongkak. Pandangannya menangkap suasana Graveyard yang gelap, langit hijau tua kelam, kerangka-kerangka raksasa berwarna putih kusam. Mereka ada di sebuah gua kecil. Moth yang belum Mars bunuh masih ada di sana. Seluruh tubuhnya tertutup es tebal yang menguncinya di dinding gua. Hanya kepalanya yang masih bisa bergerak bebas, meronta. Mulutnya disumpal kain dan mengeluarkan erangan putus asa.

Kemudian sesuatu menghalangi pandangannya dari Moth itu. Sepasang kaki yang menggunakan sepatu ungu tua.

"Sepertinya keajaiban yang menyelamatkanmu dari maut tidak datang dua kali, ya, Ryuu?"

Pertanyaan bernada dingin dari Mars itu dijawab Ryuu dengan suara gemetar. "Ke... Keajaiban apa... maksudmu?"

Baru saja ia menanggapi pertanyaan Mars, perut Ryuu langsung bergejolak. Kemudian mulutnya memuntahkan darah emas dengan bercak hitam sambil terbatuk-batuk, membuat tenggorokannya perih serasa disayat-sayat.

Didengarnya Mars mengela napas pelan. "Bahkan penyakitmu juga belum sembuh. Kenapa kau harus datang ke sini? Di waktu yang tidak tepat begini?"

Rasa sakit yang masih menyerang tenggorokan membuat Ryuu tak bisa menjawab. Namun ia bisa menangkap nada suara Mars yang entah kenapa lebih melunak.

Mars duduk di dekatnya, membuat Ryuu dapat melihat wajah temannya itu. Mata merah yang dulu selalu memancarkan binar semangat dan ambisi, kini telah berubah menjadi sorot mata dingin dengan nafsu membunuh dan... sepercik sorot mata mengasihani saat melihat Ryuu.

"Padahal sudah lama kita gak ketemu, tapi kesehatanmu masih payah seperti dulu." Mars berdecak. "Pengobatanmu tidak manjur atau gimana?"

Ryuu meringis. Aku sudah tidak minum 'obat' itu berbulan-bulan.

Saat itu Ryuu memang tidak meminum obatnya dengan rutin. Ia bukan klan vampir, mana tahan kalau harus dipaksa minum seliter darah amis setiap bulan?

"Hmmm... Begini saja. Bagaimana kalau kau bantu aku?"

Tawaran yang diajukan Mars itu membuat kening Ryuu berkerut. "Bantu... apa?"

"Bantu aku mencari dan membunuh Moth."

ProphecyWhere stories live. Discover now