40. Pembawa Sial (2)

19 4 12
                                    

Auris ada di sebuah tempat pengap berdebu. Ia meringkuk dengan seluruh tubuh yang nyeri sehabis dipukuli karena berusaha kabur dari ruangan pemuda gila itu. Ia meraba sudut bibirnya yang terluka, kemudian melihat ujung jarinya yang ternoda darah merah.

Tuh, kan... ini bukan duniaku. Di dunia tempatku tinggal, darahku berwarna emas. Di sana tidak ada pemuda gila itu. Ah, di dunia itu memang tetap ada orang yang tidak baik, tapi setidaknya di sana aku bisa terbang dan dikelilingi orang-orang baik...

Dikelilingi orang-orang baik, tapi siapa?

Kalau aku tahu mereka adalah orang baik, kami pasti sudah melalui banyak hal bersama. Tapi kenapa aku lupa?

Orang itu... pemuda gila tadi berkali-kali bilang kalau aku harus melupakan teman-temanku. Apa tanpa sadar aku menurutinya dan karena itu aku jadi lupa pada teman-teman di duniaku? Kenapa otak ini dengan mudah menuruti perintah pemuda itu? Aku tidak mau melupakan mereka!

Bagaimana caraku mengembalikan ingatan tentang mereka?

Ada satu cara yang terpikirkan oleh Auris. Dalam cerita-cerita, biasanya orang akan lupa ingatan kalau kepala mereka terbentur dengan keras, lalu ingatan mereka akan kembali kalau kepalanya terbentur lagi. Meskipun itu hanya terjadi dalam suatu kartun komedi, Auris tak bisa memikirkan cara lain untuk mengembalikan ingatannya selain ide konyol itu.

Duk.

Pelan. Auris mendengar suara saat dinding dan dahinya bertemu. Tembok yang kukuh berbenturan dengan kepala yang... rapuh? Ah, tapi setahu Auris, tengkorak manusia itu kuat. Jadi harusnya tidak berbahaya kalau dia membenturkan kepalanya ke dinding sampai ingatannya kembali, kan?

Duk!

Kali ini benturannya lebih keras dari sebelumnya, membuat otak Auris serasa terguncang. Mungkin dengan begitu bisa membuat syaraf di otaknya kembali terhubung dan mengingat sesuatu yang dilupakannya? Beberapa detik gadis itu menunggu, tapi ia tetap tidak mengingat apapun tentang teman-temannya.

Duk! Duk!

Masih tidak ada memori apapun tentang mereka.

Duk! Duk! Duk!

Auris masih tidak bisa mengingat apapun. Yang ada malah kepalanya mulai terasa sakit dan pusing, tetapi ia mengenyahkan perasaan itu.

DUK!

Terlihat sebercak noda merah segar di dinding.

DUK!

Noda itu makin banyak. Auris juga merasakan sesuatu yang basah, mengalir dari dahi ke hidungnya.

DUK!

Oh iya. Kalau tidak salah di dunia itu pun ia menjadi korban dalam suatu... kecelakaan atau percobaan pembunuhan yang kurang lebih membuat kepalanya sakit seperti sekarang. Karena insiden itulah gadis itu bertemu dengan... dengan siapa?

DUK!

Oh! Auris ingat, ada tiga orang. Satu anak laki-laki, seorang pemuda, dan seorang perempuan remaja. Karena merekalah ia bisa bertahan hidup dan belajar tentang dunia yang baru. Namun rasanya masih ada banyak hal yang ia lupakan...

DUK! DUK! DUK!

Gadis itu tidak peduli lagi dengan rasa sakit. Ia yakin bahwa setiap kali kepalanya membentur dinding membuatnya semakin ingat tentang dunia dan teman-teman yang ia temui di sana. Ia semakin yakin saat sayup-sayup mendengar sebuah, tidak, beberapa suara dari dua orang yang berbeda.

"Aduh... apa aku salah menyuntikkan takaran ramuannya? Apa dosisnya kurang? Apa dosisnya kebanyakan?"

"Keadaan tidak akan membaik kalau kamu panik, Uri."

ProphecyWhere stories live. Discover now