9. Indifferent Alchemist (2)

28 9 2
                                    

Seperti namanya, Forgotten Ark adalah tempat yang terlupakan. Wilayah dengan bahtera hancur yang sudah lama ditinggalkan dan memudar dari ingatan orang-orang. Bagi Mars pun ini hanya tempat untuk menukarkan moth sekarat dengan spell dan potion berharga mahal. Namun sekarang Mars pikir tempat ini pun bagus untuk menenangkan diri. Tak ada orang lain atau patroli para penjaga yang membuatnya selalu was-was. Mars jadi mengerti kenapa Keenan tetap betah tinggal di tempat terlupakan ini.

Benar-benar tempat yang sempurna untuk melakukan eksperimen ilegal pada orang lain.

Bahtera rusak itu sudah diubah menjadi bangunan dengan banyak ruangan. Mars mempertajam indranya hingga ia menemukan ruangan yang terasa paling memancarkan aura hangat dan menguarkan bau amis darah. Tanpa ragu-ragu, ia menggeser pintu.

Dilihatnya mata hijau tua Keenan yang meliriknya tenang saat Mars memasuki ruangan dan menutup pintu di belakangnya. "Tuan Sah? Ini bukan jadwalmu kemari. Ada apa?"

Mars tak langsung menjawab, perhatiannya teralih dengan apa yang Keenan lakukan. Pemuda itu berdiri membelakangi Mars dan menghadap sebuah ranjang dengan tubuh seorang remaja laki-laki terbaring di atasnya dengan dada terbelah. Di dekatnya banyak benda aneh serupa alat operasi yang juga dilumuri darah.

Menyadari arah pandangan Mars, Keenan menarik tirai untuk menyembunyikan dirinya sekaligus tubuh berdarah itu sambil tertawa renyah. "Jangan dilihat, dong! Aku grogi, nih."

"Eh, baiklah." Menghindari area yang ditutup tirai, Mars mengedarkan pandangannya pada lentera-lentera yang menempel di dinding, atau pada kupu-kupu cahaya yang sesekali datang menembus dinding dan masuk ke dalam tirai. Makhluk cahaya seperti kupu-kupu memiliki insting untuk mendatangi Skykid yang kekurangan energi cahaya, lalu mengisinya dengan energi mereka sendiri. Itulah yang dimanfaatkan Keenan untuk menjaga agar mainannya itu tetap hidup.

"Boleh aku menginap selama beberapa hari di sini?" tanya Mars tiba-tiba yang langsung diikuti suara darah yang menciprat.

Dari balik tirai, sepertinya Keenan baru saja mencabut sesuatu dari tubuh remaja itu. Terdengar suara seperti dentingan alat-alat operasi yang beradu sebelum Keenan memberi jawaban. "Boleh saja asal kau tidak mengganggu kegiatanku."

"Oke."

"Hanya untuk memastikan," sela Keenan tiba-tiba, "kau tidak membuat kecerobohan yang berpotensi mendatangkan para Guard berpatroli ke sini, kan?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Mars sedikit tersinggung. "Selama bertahun-tahun aku tetap aman dari kecurigaan para Guard, kau pikir itu karena apa? Keberuntungan?"

"Takdir," sahut Keenan masih dari balik tirai, "atau kehendak alam."

Mars mendelik. "Kau percaya omong kosong macam itu?"

Masih dari balik tirai, Keenan tergelak. "Kamu sendiri pun percaya rumor omong kosong. Apa katanya? Berurusan dengan Skykid Vault akan membawa sial? Rumor yang hebat, sampai kau, pembunuh berdarah dingin yang katanya tak takut apapun jadi ciut karenanya."

Mars berdecak. "Kau ampai mengata-ngataiku seperti itu cuma kesal karena belum dapat moth Vault untuk sampel eksperimen, kan? Kalau begitu akan kubawakan sesegera mungkin."

Keenan terdengar ceria, tapi sedikit menyangsikan. "Wah, pengertian sekali… Tapi bukannya kau bilang tidak akan menangkap moth lagi dalam waktu dekat?"

"Tidak. Aku akan kembali berburu setelah istirahat beberapa hari di sini."

"Oh begitu. Tapi kalau kau ternyata memang tidak mampu ya apa boleh buat~ Aku tidak memaksa, kok~"

Suara Keenan yang seolah meledeknya sukses membuat Mars merasa kesal sampai ke ubun-ubun. Mendadak ia menyesali keputusannya beberapa tahun lalu untuk bekerja sama dengannya. Kalau saja Keenan bukan peracik spell terbaik di seluruh kerajaan, laki-laki banyak omong itu sudah jadi salah satu korbannya.

Tiba-tiba Keenan bersuara lagi. "Aku hanya bercanda. Tidak usah berpikir yang tidak-tidak. Kalau mau istirahat, bisa pakai ruangan di atas, bekas kabin."

"Oke." Mendengar kata 'istirahat', kekesalan Mars berangsur surut. Lupakan pikirannya tadi, bagaimanapun Mars tetap membutuhkan Keenan.

"Tapi aku jadi benar-benar kepikiran," sela Keenan lagi, yang membuat Mars mengembuskan napas lelah, "kalau kau sampai jauh-jauh kemari demi mencari tempat yang amat sangat sepi untuk istirahat dan menenangkan diri, artinya ada sesuatu yang sangat mengganggumu. Kamu yakin semua lancar-lancar saja? Tidak ada orang lain yang tahu kebiasaanmu itu, kan?"

Mars seolah tertohok mendengar pertanyaan terakhir Keenan. Orang lain yang tahu bahwa aku sering memburu moth… 

Mars berbalik dan membuka pintu, tapi gagangnya tiba-tiba terasa amat berat ditambah tangannya yang menggigil entah sejak kapan. Tidak usah dipikirkan. Orang itu sama sekali bukan ancaman.

"Semua lancar-lancar saja, kok," jawab Mars.

Keenan tak langsung merespon. Hening beberapa detik, seolah ia menunggu kalimat lain keluar dari mulut Mars.

Kembali merasa tak nyaman, Mars memecah keheningan. "Kenapa?"

"Pertanyaanku yang terakhir tidak dijawab. Jadi memang ada orang lain yang tahu kebiasaanmu memburu moth?"

Satu pertanyaan itu membuat Mars gerah. Ia ingin udara segar. Tangannya menarik-narik gagang dengan resah, tapi pintu itu tidak juga terbuka.

"Jawab pertanyaanku dulu, Mars."

Mars menoleh ke belakang, dilihatnya Keenan yang sudah keluar dari balik tirai. Pemuda itu memandang lurus pada Mars dengan ekspresi datar dan mata menggelap. Wajahnya sedikit ternoda darah dan kedua tangannya masih dilindungi sarung tangan yang sesekali meneteskan darah emas ke tanah.

Pusing. Anyir. Untuk kali ini saja, Mars merasa kepalanya pening saat mencium bau darah. Padahal sebelum ini, ia tak memiliki masalah apapun dengan bau darah, baik itu darahnya, darah sahabatnya, maupun darah para anak baru yang dulu langsung ia bunuh sebelum bertemu Keenan.

Mars meraba pelipisnya yang terasa dingin. "Iya, ada orang lain yang tahu, tapi dia bukan ancaman buatku."

"Siapa?" todong Keenan.

"Kau," tukas Mars tak sabar. Ia jelas tahu bukan itu jawaban yang diinginkan Keenan tapi ia tak peduli. Tangannya masih ada di gagang pintu. Kenapa pintunya jadi susah sekali dibuka?!

Keenan memutar bola matanya sambil berjalan menjauhi Mars. "Ya sudah kalau tidak mau cerita. Aku hanya memperingatkan. Kalau perbuatanmu sampai ke telinga Raja dan Ratu Valley, kau tamat."

"Dan kau akan ikut tamat bersamaku," lanjut Mars.

Dengan wajah yang masih terbercak darah, Keenan hanya tersenyum simpul dan mengangkat bahu, tak peduli. Matanya memerhatikan Mars yang kembali sibuk menarik-narik pintu agar terbuka. "Sepertinya pikiranmu sangat kacau sampai lupa kalau itu pintu geser."

Mars refleks menggeser pintu yang dengan mudahnya terbuka. Oh iya.

"Setelah aku selesai membereskan ini, mau kuseduhkan teh herbal? Aku sering meminumnya saat pikiran kacau," tawar Keenan.

Mars bergidik. Menelan sesuatu yang dibuat Keenan terdengar sama sekali bukan ide bagus. Siapa yang tahu bahan mengerikan apa saja yang ia masukan ke dalam minuman itu?

Mars menggeleng. "Tidak perlu. Terima kasih."

***

Writer's Note: Saya gak lupa sama cerita ini kok, beneran ( ꈍᴗꈍ)

ProphecyWhere stories live. Discover now