26. Corrupted Skykid

24 2 0
                                    

Waktu terasa lambat. Di tengah ketidakmampuannya untuk melawan, Auris hanya bisa melihat orang itu masih menggigit betisnya. Sobekan di kakinya mengeluarkan cairan berwarna emas. Selama menjadi Skykid, ini kali pertama Auris melihat darahnya sendiri.

Auris beralih pada orang yang menggigit kakinya. Dari jarak sedekat ini, barulah terlihat jelas seperti apa fisiknya. Laki-laki itu terlihat masih muda, tetapi Auris tahu kalau penampilan di dunia ini tidak menjadi tolok ukur umur seseoang. Namun jika dibandingkan dengan fisik manusia, orang itu terlihat seperti berumur sekitar tujuh belas tahun. Bagian mata yang seharusnya berwarna putih malah berwarna hitam. Kulitnya sekasar kertas koran di dunia manusia dan warnanya lebih pucat daripada kulit Skykid yang biasa ia lihat. Kuku-kukunya hitam, panjang, dan tajam. Sesuatu seperti kristal hitam menyembul di beberapa titik di leher, dahi, pelipis, tangan, dan kakinya.

Apa yang terjadi pada kewarasannya? Apa dia terkena semacam penyakit? Virus? Atau dia adalah semacam zombi di dunia ini?

Jangan memikirkan hal tidak penting seperti itu! Lawan!

Insting bertahan hidupnya menginterupsi, tetapi ia terlalu lemah untuk melakukan apapun, bahkan sekadar berteriak minta tolong pun ia tidak mampu. Rasa sakit dan perih di kakinya membuat Auris ingin menangis, tapi isakan yang terdengar malah bukan berasal darinya.

Laki-laki yang menggigit kakinya itu meneteskan air dari mata hitamnya.

Gadis itu mengerutkan kening.

Dia menangis? Kenapa dia menangis? Kenapa dia yang menangis?

Auris terlalu bingung untuk melakukan apapun, hingga sebuah tembakan memekakkan telinganya dan mementalkan orang itu hingga menabrak dinding gua. Gadis itu sudah tidak punya tenaga untuk ketakutan, tetapi otaknya membuatnya mengingat bahwa suara tembakan itu sama seperti tembakan dari tongkat Sah.

“Ini Valley Guard! Angkat tangan dan jangan bergerak!”

Dengan susah payah, Auris melirik ke arah suara. Sekitar empat orang berjubah merah lari mendekat. Dua dari mereka dengan sigap memberikan pertolongan pertama pada luka di kaki Auris sedangkan dua orang lainnya masih bersiaga di depan laki-laki yang mereka tembak tadi.

Auris yakin bahwa memerintah laki-laki itu untuk tidak bergerak sama tidak bergunanya dengan polisi yang berkata, “Jangan lari!” kepada penjahat yang kabur. Namun Auris berusaha memahami, mungkin mereka masih memberikan kesempatan pada laki-laki itu, kalau-kalau kewarasannya kembali setelah mereka tembak.

Entah kenapa Auris masih bisa merasa kasihan pada orang yang telah menggigit kakinya itu. Apa karena ia melihat orang itu meneteskan air mata? Auris merasa bahwa masih ada setitik kewarasan yang ada dalam orang itu, kesadaran yang membuatnya menyesali atau bahkan takut akan apa yang tubuhnya lakukan tanpa akal sehatnya.

Laki-laki itu menggeram, masih dalam posisi yang sama setelah ia terpental dan menabrak dinding gua. Luka tembakan di bahunya dengan cepat menutup, meninggalkan lubang di baju dan jubah yang membuat bahunya yang juga ditumbuhi kristal-kristal hitam terlihat. Sementara itu, dua orang yang ada bersama Auris mengikatkan sesuatu di bagian betis atas Auris. Kemudian membersihkan luka gigitan dan menyuntikan sesuatu pada kaki yang membuat Auris merasakan panas yang membakar di betisnya.

“Tenang. Luka seperti ini akan sembuh dengan obat dan penanganan yang tepat di rumah sakit.” Suara lembut dari perempuan yang membalutkan perban di kaki Auris menenangkannya. “Yang kami suntikkan tadi berguna untuk memperlambat penyebaran darkness. Akan terasa panas, tapi tahan sebentar, ya.”

Darkness? Apa maksudnya kegelapan?

Gadis itu ingin bertanya, tetapi lidahnya kelu. Maka ia hanya mengangguk mengiyakan meskipun Auris sudah tidak yakin apa ia benar-benar mengangguk atau tidak.

ProphecyWhere stories live. Discover now