28. (Not) Corrupted Skykid (2)

23 4 0
                                    

"Hm? Ada apa? Kamu sepertinya kaget?" tanya pasien itu setelah keheningan yang cukup lama karena Auris yang tidak bisa berkata-kata saat melihat kondisinya.

Bagaimana Auris tidak kaget? Dengan jubah kupu-kupu berwarna jingga cerah yang pasien itu gunakan, ia terlihat seperti bangkai kupu-kupu yang ditumbuhi jamur. Selain tubuh pasien itu banyak ditumbuhi banyak bunga berduri yang ukurannya nyaris selebar telapak tangan, bunga itu juga tumbuh di tempat di mana mata harusnya berada. Dengan bunga yang memenuhi rongga mata… Auris tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada mata asli pasien itu.

"Darkness di mataku?" tebak pasien itu. Entah kenapa suaranya jadi terdengar seperti orang yang mabuk. "Yah ini memang mengerikan. Aku ingat saat rasa sakit yang dulu menyerang mata kiriku. Rasanya seperti mataku mau meletus. Lalu kemudian… meletus mata kiri… Dor! Hatiku sangat kacau~ Mataku tinggal satu~ Kupegang… erat-erat~

Yap. Dia sudah pasti mabuk. Ditambah tepukan kedua tangannya yang sama sekali tidak mengikuti ritme senandungnya membuat pasien itu seperti dikacaukan oleh halusinasi. Apa ini salah satu efek dari darkness? Mengacaukan kerja otak dan pelan-pelan menelan kewarasannya?

Senandung itu berhenti, disusul oleh tepukan tangannya. Lalu seolah kehilangan energi, kedua tangan itu tiba-tiba jatuh di kedua sisi tubuhnya. Lalu hening. Bahkan suara napas yang keluar dari mulut pasien itu pun tak terdengar. Penglihatan buram Auris tidak bisa diandalkan sekarang. Namun dari sudut pandangnya, dada pasien itu tidak naik-turun. Tubuh itu kaku, tidak ada tanda bahwa pasien berjubah kupu-kupu itu sedang bernapas.

“Eh?” Auris mengerjap. “Kamu… tidur?”

Tentu saja tidak ada jawaban.

Apa dia sudah—

Tidak, jangan memutuskan terlalu cepat. Di saat seperti ini Auris harus memanggil perawat untuk memastikannya. Tangan lemah gadis itu susah payah menggapai bel pasien, tetapi energi yang tadi ia dapatkan dari emosi sesaat tadi seolah lenyap sepenuhnya. Tidak meninggalkan tenaga yang cukup di tubuh Auris untuk sekadar menggerakan tangan.

Ayo… Sedikit lagi…

“WAH! Aku ketiduran!”

Auris tersentak sampai ranjang pasiennya berdecit. Ia buru-buru menoleh ke kanan, melihat pasien itu sedang menggaruk-garuk tangan kirinya, di tempat di mana darkness yang muncul baru sebuah bola putik.

“Eh! Jangan digaruk!” Pasien itu menegur dirinya sendiri sambil menepis tangan kanannya. “Tadi aku lagi cerita! Sampai mana tadi aku bicara?”

“Emm… Tidak apa-apa, bisa kita lanjutkan besok pagi.” Auris meringis, lalu menguap tanpa suara. “Kamu sampai ketiduran seperti tadi, pasti tubuhmu memang perlu tidur.”

“Aku harus melanjutkan ceritaku!” Pasien itu menggeleng, membuat kelopak darkness di matanya ikut bergoyang. “Ini juga latihan yang kubuat untuk menjaga agar otakku tetap waras, menyampaikan cerita dengan runtut dan benar sampai selesai! Dengan begitu ingatanku akan tetap terlatih dan kemampuan bicaraku tetap bisa dimengerti dan tidak ngawur!”

“Ah oke…” Mata Auris sudah terasa berat. Namun rasanya juga tidak tega menolak keinginan pasien ini. “Tadi sampai… matamu sakit—“

“—sampai mau meletus! Ya, ya. Aku ingat,” serobot pasien itu. “Lalu mataku memang meletus dan kemudian darkness pun tumbuh di sana. Melihat benda asing yang tumbuh mencuat di tempat yang harusnya berisi matamu itu menyeramkan. Aku bersyukur sekarang tidak perlu melihat bunga itu mengisi kedua rongga mataku."

Pasien itu terkekeh pelan. Auris hanya menatapnya nanar. Dia jelas sedang menghibur diri.

“Tapi sebenarnya aku tetap bisa melihat. Darkness di mataku tetap berfungsi sebagai mata, meskipun tidak sama seperti mataku yang asli.” Ia terdiam sebentar. “Yang kulihat hanya gelap, tapi aku tetap bisa melihat darkness. Wujudnya seperti… sesuatu yang merah pekat mengalir di tubuhku.”

ProphecyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz