Chapter 18

63 12 0
                                    

“Biasanya, Karime akan merawatku seperti aku adalah bayinya. Aku tidak percaya dia lebih mementingkan pekerjaannya dibandingkan diriku,” cerocosnya sementara aku duduk di hadapannya, mengompres lebam-lebam di wajahnya agar tidak terlalu membengkak.

“Dia mungkin sedang kewalahan menghadapi kita,” sahutku.

“Oh, ya ... apa yang terjadi dengan kalian?”

Aku tidak yakin apakah aku akan menceritakan ini padanya tanpa terdengar konyol. “Ibuku, dia menulis catatan.”

Beberapa kerutan tercipta di dahinya. “Apa itu seperti buku harian? Kupikir menarik sekali para gadis menuliskan segala hal di sana.”

“Yeah, semacam itu, tapi ibuku menulisnya pada robekan kertas dan menyelipkannya di buku bacaan.”

“Wow. Kupikir itu menarik,” katanya bersungguh-sungguh.

Aku bisa menarik kesimpulan kalau Nero tidak pernah membaca catatan-catatan Mom. Dia mungkin tidak pernah menyentuh barang-barang di kamar itu. Ternyata, Karime memang pandai menutupi masa lalu.

“Tidak juga. Dia menyembunyikan itu dari orang tuanya.”

“Kedengarannya seperti kebanyakan gadis melakukannya.”

“Dia tidak setuju ibuku berpacaran dengan cowok bernama Derek.”

“Oh, aku mengerti. Jadi, karena itu kalian bertengkar. Kau merasa Karime egois?”

Aku mengangguk.

“Bagaimana dengan ayahnya? Aku tidak pernah mengenal suami Karime.”

“Aku tidak tahu, Mom tidak menulis apa pun tentang ayahnya.”

“Agak aneh kalau dia menulis segala hal dan melewatkan yang satu itu.”

“Sudah selesai,” ucapku setelah menempelkan plester di dekat alisnya. Aku baru akan beringsut dari tempat tidurnya ketika dia menarik tanganku.

“Terima kasih,” katanya.

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Lalu, mulai membereskan kotak P3K dan menyimpannya di atas meja belajar yang dipenuhi ukiran-ukiran kayu. “Apa yang terjadi dengan Rodas?”

Nero tidak langsung menjawab sehingga mau tak mau aku berbalik menghadapnya. Dia tengah memperhatikan gerakanku, dan itu membuatku salah tingkah.

“Kemarilah!” pintanya.

Aku menurutinya. Dia menarikku sehingga aku duduk di pangkuannya. “Kalau Karime begitu protektif terhadap anaknya, dia mungkin akan marah ketika mengertahui apa yang terjadi pada kita.”

“Memangnya apa yang terjadi pada kita?” godaku.

Nero menyentuh hidungku dengan telunjuknya, lalu turun ke bibirku, sementara sebelah tangannya melingkari punggungku dan menarikku hingga menempel dengannya. Bibirnya bergerak halus di leherku, membuatku tanpa sadar memejamkan mata.

“Ini,” bisiknya tepat di telingaku. Dia mendorong kepalanya kembali ke belakang. “Aku suka melakukan ini padamu, tapi apakah menurutmu kita bisa melanjutkannya?”

Aku tidak mengerti apa yang dia maksudkan, apa itu berarti melakukan hubungan seksual dengannya atau melanjutkan hubungan kami ke arah yang lebih posesif. Aku belum siap melakukan keduanya. Aku suka berada di dekat Nero, tetapi aku tidak tahu apakah aku ingin bersamanya atau tidak.

Aku menyingkir dari pangkuannya, merasa canggung. Apa yang kulakukan? Aku bahkan belum mengakhiri hubunganku dengan Jullian, dan sekarang, aku di sini, dan Tuhan tahu apa yang kulakukan dengan anak angkat Karime sementara wanita itu tengah bekerja di luar. Aku tidak menaruh simpati terhadap Karime sejak pagi itu, tapi aku juga tidak ingin bersikap seenaknya di rumah ini.

The Things She Left BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang