Chapter 13

32 12 0
                                    

Sampai hari ini, aku tidak menyadari kalau hampir semua buku di rak buku itu merupakan kumpulan puisi. Aku melihat judulnya satu persatu, dan hanya menemukan dua buah novel karya Brontë bersaudara (tidak ada Emily), satu buku sejarah yang tampaknya diambil dari perpustakaan sekolah, serta sebuah jurnal dengan foto-foto yang telah digunting dan disusun dengan rapi.

Aku membuka jurnal tersebut. Di halaman pertama ada tulisan; BRIAR, DEREK. Aku membolak-balik halamannya sambil membaca catatan yang ditulis dengan tulisan cakar ayam di bagian atas, bawah, dan samping, pada setiap foto yang sebagian warnanya telah memudar. Isinya tidak lebih dari foto-foto remaja ibuku dengan segala ekspresi, seolah seseorang yang melakukannya tidak ingin kehilangan momen apa pun tentang dirinya sehingga merangkumnya dalam buku ini. Akan tetapi, di pertengahan halaman, aku menemukan satu-satunya foto ibuku dengan cowok berkacamata persegi, rambut lurus sebahu, dan bunga kuning pucat kecil yang terselip di sebelah telinganya. Keduanya saling menatap, mengalihkan pandangan dari arah kamera. Tidak ada tulisan apa pun seperti foto lainnya. Begitu polos dan bersih.

Untuk beberapa saat, aku hanya memperhatikan foto tersebut. Jurnal ini jelas milik pria bernama Derek itu—dan cowok di foto itu kemungkinan adalah Derek. Aku mengusap foto mereka seolah tengah berusaha menyelami kehidupan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku tahu, tidak perlu seorang pengamat untuk menyadari bahwa keduanya tampak saling mencintai di sana dan fakta tersebut membuatku bertanya-tanya dalam hati apa yang telah menyebabkan hubungan mereka putus.

Aku membalik lagi halaman berikutnya. Namun, yang kudapat hanyalah kertas kosong. Hingga pada lembar-lembar selanjutnya, tak ada lagi yang tersisa, seakan cerita di balik foto-foto itu tidak pernah memiliki akhir.

Aku menutup jurnal tersebut. Mengenakan sepatuku, lalu keluar dari kamar sambil memegang jurnal itu seakan tengah memegang kitab suci. Tahu pasti akan pergi ke mana. Namun, ketika aku melewati ruangan dengan kayu-kayu di dalamnya, aku malah berhenti di sana.

Awalnya, kukira ini hanya semacam ruangan tak terpakai setelah Nero memberitahuku bahwa kami hanya tinggal bertiga di sini, yang mana berarti tak ada tukang kayu seperti asumsiku saat kali pertama datang. Tapi kemudian, aku pernah tak sengaja melihat Nero berada di sana, duduk menunduk di depan meja, berkutat pada sesuatu. Saat itu, aku sedang menghindarinya—berkat malam itu, aku tidak yakin apakah aku masih bisa menghindarinya atau tidak—jadi aku buru-buru lewat sebelum dia sempat menoleh dan menyadari keberadaanku.

Sekarang, aku penasaran dengan apa yang dia kerjakan selama berjam-jam di sana, jadi aku mengibaskan tirai-tirai plastik di depanku dan masuk ke ruangan tersebut. Untuk beberapa saat, aku terpukau melihat ukiran-ukiran kayu di sekelilingku, memenuhi setiap sudut dengan seni yang tidak pernah berhenti membuatku takjub. Tidak ada polesan warna, dan dengan cara yang tidak kupahami, karya-karya ini justru terlihat begitu sempurna. Mereka hanya memiliki warna alami yang dihasilkan oleh jenis kayu berbeda.

Aku mendekati pahatan-pahatan kecil di atas meja, mengambil salah satunya untuk melihat lebih dekat. Seeekor burung di dalam sangkar. Meskipun aku tidak mengerti banyak soal seni, tetapi aku bisa mengetahui kalau ini adalah karya seorang seniman. Ukiran-ukirannya tampak begitu halus. Saat aku masih sangat kecil, Mom sering mengajakku ke museum seni. Dia bukan seniman, tetapi dia mencintai seni seakan itu adalah hidupnya. Dia selalu memotret, menceritakan hal-hal yang dia ketahui seperti tengah bernapas, dan aku tak pernah berpaling darinya karena aku sangat menyukai saat melihatnya seperti itu, seolah aku bisa menyentuh hidupnya, seolah aku adalah bagian dari dirinya yang tak pernah terekspos.

"Kalau kau perhatikan lebih saksama, kau akan melihat bahwa ini bukan sekadar gambar. Ini adalah kehidupan," katanya waktu itu, saat dia mengamati sebuah lukisan abstrak seorang perempuan bewarna hitam putih.

The Things She Left Behindحيث تعيش القصص. اكتشف الآن