46. Berdansa

544 83 2
                                    

"Berdansalah denganku."

Bisakah kalian menebaknya? Tepat sekali, pria yang mengajakku berdansa adalah Putra Mahkota Louis Wilson Vermillion. Netra hitamku bertubruk dengan iris merah pekatnya.

Pria yang jauh lebih tinggi dariku itu menatapku intens dengan ekspresi yang tak bisa kujelaskan, aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya, bagaimana mungkin dia ingin berdansa dengan Lady Helen yang penyakitan ini?

Sesaat aku terpana akan wajah tampannya yang tersorot lampu gantung aula sehingga dirasa-rasa visualnya menjadi lebih indah jika dilihat dari jarak sedekat ini, belum lagi helaian rambut emasnya yang seakan bersinar karena terkena cahaya lampu aula pesta. Dia benar-benar sempurna sebagai seorang 1st Male Lead.

Selain itu, ada yang sedikit berbeda disini, yaitu dari cara ajakan dansa Luois padaku. Jika biasanya seorang pria bangsawan lajang ingin mengajak seorang Lady untuk berdansa bersamanya, maka mereka akan berlutut dengan satu kaki serta menawarkan tangannya kepada Lady tersebut.

Sedangkan Louis, ia hanya menawarkan satu lengan sambil berdiri, aku bisa mengerti kenapa dia seperti itu. Pasti gengsinya lebih besar dari apa pun.

Aku menatap uluran lengannya di depanku dan sedikit mengehela napas. Kurasa aku tak dapat menyanggupinya, namun perkataannya tadi jelas bukan sebuah permintaan, melainkan perintah.

Dia tidak berkata, 'Maukah kau berdansa denganku?' melainkan berkata, 'Berdansalah denganku.'

Aku harus berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan, jika kutolak, maka nama baik keluarga Baron Evergarden lah taruhannya, dan itu sama sekali bukan hal yang bisa disepelekan.

Tanpa kusadari, kami kembali menjadi pusat perhatian. Tepat setelah aku menerima uluran tangan Louis, orang-orang disekitar mulai menyingkir seakan memberi ruang untuk kami.

Louis menarikku agar aku berjalan di sampingnya, ia menuntunku berjalan beriringan menuju lantai dansa, di setiap pesta yang diselenggaran pasti selalu ada saja area yang di khususkan untuk setiap pasangan yang ingin berdansa.

Dari sudut mataku, aku dapat menangkap banyak pasang mata yang menatap kami dengan pandangan terkejut, raut wajah mereka terbaca jelas meski hanya sekali melihat. Tidak semua, namun kebanyakan orang terutama para Lady seperti itu.

Lain halnya dengan Lady Margaretha yang ternyata sekarang sudah kembali berada di aula pesta, bersama Lady Veronica tentunya.

Hanya dalam sekali lihat saja aku langsung menangkap ujaran kebencian yang begitu kentara memancar dari kedua matanya, bahkan diam-diam ia sedang mengepalkan kedua tangannya sekarang. Ah, dia pasti cemburu berat, ck, dasar childish.

Sampailah kami di lantai dansa, aku dan Louis berdiri berhadap-hadapan, jarak kami begitu dekat, selagi iringan musik masih mengalunkan bagian intro lagu, aku memanfaat ini untuk sedikit melakukan penawaran padanya.

"Maaf Yang Mulia, saya sangat ingin berdansa dengan Yang Mulia, namun karena penyakit saya, kini saya lupa bagaimana caranya," bisikku padanya. Aku yakin sekali dengan indra pendengarannya yang tajam, sudah pasti ia menangkap suaraku.

Aku rasa menggunakan penyakit sebagai alasan adalah cara teraman untuk saat ini. Aku bicara begitu karena kuharap ia dapat memakluminya, namun apa yang kudapat?

Tidak, dia bukannya tidak dengar, aku yakin dia pasti mendengarnya. Namun yang kudapati malah tatapan datar darinya yang seakan menjawab bahwa ia sama sekali tidak peduli akan hal itu.

Iringan musik dansa mulai mengalun, dengan gerakan ragu-ragu karena takut salah, aku pun melakukan salam kehormatan terlebih dahulu sebagaimana yang pasangan dansa lakukan sebelum memulai dansa mereka.

So I'm a Bug, So What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang