24. Kalung violet

915 150 0
                                    


Tap tap tap

Suara langkah kakiku menggema di lorong mansion yang sepi, terhitung sudah 3 hari aku menginap disini, aku sendiri tidak menyangka bahwa aku akan tinggal selama ini. Merasa seperti beban, aku merasa harus segera pergi dari tempat ini secepat mungkin. Maka dari itu, malam ini aku berusaha mencari-cari keberadaan Theo untuk berpamitan yang sebenarnya aku sendiri tidak tahu apakah hari ini ia sudah mampir kesini atau belum.

Langkah kakiku melambat saat aku hampir mencapai kamar utama yang merupakan kamar sang pemilik, Theo. Ya, kalian tahu sendiri lah mengapa aku bisa mengetahui dimana letak kamarnya. Aku melangkah ragu mendekati kamarnya hingga sampai lah aku tepat di depan pintu tersebut.

Aku hendak mengetuk pintunya, tapi saat itu juga aku menghentikan gerak tanganku di udara dengan tangan mengepal yang sudah siap mengetuk. Aku baru terpikirkan, jika Theo ada di dalam dan mendapati diriku yang mengetuk pintu kamarnya, itu pasti akan menimbulkan kecurigaannya terhadapku tentang mengapa aku bisa mengetahui kamarnya padahal ia saja tidak pernah memberitahukannya kepadaku.

Yah, itu pun jika ia ada di dalam sih... Aku mengurungkan niatku dan memilih untuk kembali melangkah. Tapi belum genap dua langkah saja, aku dikejutkan dengan pintu kamar Theo yang tiba-tiba terbuka dan menampilkan pemilik kamar yang hendak keluar dari sana.

Kami sama-sama terkejut melihat satu sama lain, kemudian diakhiri dengan kekehan singkat.

'Kebetulan sekali!'

"Kau pasti sedang berjalan-jalan dan tidak sengaja melewati kamarku, 'kan? Kebetulan sekali," kata Theo mengawali pembicaraan.

"Sebenarnya aku memang sedang mencarimu dan syukurlah kau ada di sini," jawabku jujur.

"Ada hal yang perlu dibicarakan?" tanya Theo seraya maju selangkah mendekatiku sembari lengannya yang menutup rapat pintu.

"Ya, makanya aku mencarimu."

"Aku juga, mari kita bicarakan di taman." Ajaknya yang langsung kusetujui dengan anggukkan.

Kami berdua berjalan beriringan menuju taman utama mansion yang jaraknya tidak terlalu jauh. Jujur, sebenarnya aku sedikit merasa risih dengan keakraban kami, karena aku merasa khawatir akan adanya perubahan pada alur cerita di masa depan yang bahkan belum dimulai ini.

Dalam hati aku hanya berharap agar Theo tetap menjadi Theo yang semestinya tanpa ada perubahan sedikit pun demi menjaga keutuhan alur cerita sebagaimana mestinya, itu berlaku juga pada karakter tokoh lainnya yang telah kujumpai. Maka dari itu aku berharap untuk tidak lagi terlibat dengannya maupun karakter lainnya setelah ini.

"Bagaimana harimu selama tinggal di sini? Apa itu membosankan?" Tanya Theo tiba-tiba ditengah perjalanan kami.

Aku yang tak siap akan pertanyaan itu pun agak gelagapan dibuatnya, bagaimana ini? Aku tidak terbiasa berbohong, tapi aku juga tidak enak jika mengiyakannya jika disini memang membosankan.

"Eum, itu... tidak 'kok," jawabku dengan senyum yang agak dipaksakan, rasanya sulit menyembunyikan ekspresi wajahku saat aku berbohong karena aku tidak terbiasa.

"Hahaha... tidak apa-apa aku mengerti 'kok. Mungkinkah itu sebabnya kau beberapa kali berpergian keluar mansion?"

Dari yang kutangkap dari perkataannya, dia seakan tahu bahwa aku merasa bosan selama tinggal disini sehingga beberapa kali pergi keluar. Yah, sebenarnya terhitung hanya dua kali sih, itu hanya saat aku pergi saat malam festival dan pagi tadi saat aku dijebak.

'Jadi dia mengethuinya?' Aku terkejut dalam hati, padahal tadinya aku kira dia tidak tahu apa-apa. Apa dia juga tahu bahwa aku sempat berada dalam bahaya, ya?

So I'm a Bug, So What?Where stories live. Discover now