28. Latihan berkuda

678 126 12
                                    


".. Aku ... tidak bisa menunggangi kuda" lanjutku sembari tersenyum kikuk di akhir kata.

Tidak seperti ekspektasiku yang mengira bahwa ia akan mengejekku atau pun menghinaku, reaksi William justru diluar dugaan. Dia terlihat sedikit terkejut dan mengedipkan kedua matanya sebanyak dua kali sebelum akhirnya tertawa lepas.

"Ahahahahahahahaha"

'Kan, ternyata dugaanku di awal tidak sepenuhnya salah. Pada akhirnya dia meledekku juga tuh. Orang yang berlalu lalang di sekitar kami bahkan sampai menatap heran pada kami, oh ayolah ... Kami masih di area pasar, aku malu nih.

'Huft, menyebalkan.'

Aku menunggu William menyelesaikan tawanya dengan menahan perasaaan kesal nan jengkel sampai akhirnya tawa lepas William pun mereda, ia memegangi perutnya yang terasa sakit akibat tertawa terlalu kencang.

Dia menghela napas di akhir tawanya sembari mengusap setetes air mata yang keluar di salah satu ujung matanya itu dengan jarinya.

"Jadi? Apa kau ingin aku mengajarimu?"

Aku mengendikkan bahu dan mengalihkan pandangan pada lingkungan sekitar, "Aku tidak akan memaksa,"

"Perlu kau ketahui nona, bahwa sebenarnya aku ini bukan seorang pengangguran." William melipat tangannya di depan dada, ia tersenyum dan memasang wajah tengil.

"Tapi 'kan, tadi kau sendiri yang bilang bahwa kau bersedia membantuku! Tenang saja, aku belajar dengan cepat, 'kok"

"Tapi aku tidak pernah bilang itu gratis, 'kan?" ujarnya seraya menaik turunkan kedua alisnya.

'Ugh, wajah tengilnya itu membuatku ingin mencakarnya saja.g'

Ah, aku lupa bahwasannya tidak ada yang gratis di dunia ini kecuali bernafas. "Baiklah-baiklah, berapa yang kau minta?" pasrahku.

'Gayanya kayak punya duit aja gue, tapi biarlah'

"Aku tidak meminta uang sebagai bayaran, lagipula aku sudah punya banyak" jawabnya yang kini mulai menetralkan kembali ekspresinya.

"Lantas apa?"

"Hm ... Sebenarnya aku sendiri pun belum tau apa yang kuinginkan ..." Ia memasang raut wajah berpikir. Sepertinya pria ini ekspresif sekali.

"Bagaimana jika itu dipikirkan nanti saja? Bisakah kau mengajariku dulu?" usulku yang malah terdengar seperti orang yang tidak tahu diri, hehe. Ya, aku menyadari itu 'kok. Tapi tenang saja, aku ini bukan tipe orang yang akan dengan mudahnya melupakan kebaikan orang lain kok. Pasti akan kubalas suatu saat, aku berjanji pada diriku sendiri.

"Baiklah, aku bersedia. Lagipula tidak pantas rasanya bagi seorang lelaki mengabaikan permintaan seorang wanita setelah menawarkan bantuan padanya"

'Yosh! Mantap!' Ucapku kegirangan dalam hati.

"Kau beruntung karena aku sedang senggang hari ini, nona Yvonne."

"Ya-ya, aku beruntung. Ngomong-ngomong kau boleh memanggilku Yvonne saja."

"Ah tentu, dengan senang hati." Balasnya disertai senyuman.


~So I'm a Bug, So What?~


Sudah 3 jam lamanya aku berlatih berkuda dengan William yang menjadi coach-ku. Setelah menyepakati untuk membantuku beberapa saat yang lalu, ia langsung mengajakku ke suatu tempat luas yang sekiranya dapat menjadi arena latihanku yang terletak di pinggiran ibukota.

So I'm a Bug, So What?Where stories live. Discover now