34. Wrong Confession

631 112 0
                                    

Third Person's POV

Tap tap tap

Terdengar suara langkah kaki di sebuah lorong mansoin sepi yang baru-baru ini baru saja ditinggalkan oleh seorang gadis yang ia beri tumpangan tempat tinggal, padahal ia mengira gadis yang baru saja dikenalnya itu akan menumpang hidup selama sebulan atau bahkan lebih dari itu.

Theo tidak menyangka gadis itu hanya mau menginap dengan kurun waktu yang terbilang singkat, padahal seharusnya jika ia mau ia bisa saja memberikan apa pun yang gadis itu mau sebagai ganti rugi, tapi gadis itu bahkan tidak meminta apa pun darinya.

Langkah kakinya berhenti di depan sebuah pintu kamar denga ukiran sederhana tapi elegan, ciri khas dari setiap pintu kamar yang ada. Tanpa ragu ia memutar kenop pintu dan membukanya, pemandangan kamar yang begitu rapi seperti saat sebelum ada orang yang menempatinya menjadi suguhan pertama yang dilihatnya.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan langsung salah fokus saat iris matanya menangkap adanya satu benda asing yang terdapat di atas ranjang sana. Ia tak percaya saat mendekatinya ia malah mendapati sebuah boneka sapi seukuran seekor anjing yang ia rasa sepertinya memang akan terlihat menggemaskan bagi seorang anak kecil.

Tapi seingatnya, yang ia bawa kemarin adalah seorang gadis dan bukannya anak kecil. Yang benar saja, seorang gadis yang sudah akan menginjak usia dewasa masih menyukai boneka seperti anak kecil? Jika di kalangan bangsawan pasti sudah habis gadis itu di tertawakan. Pikirnya.

Theo duduk di pinggiran ranjang dan mengambil boneka sapi itu yang ternyata lembut sekali saat menyentuh lengannya, tanpa sadar ia sudah tersenyum entah sejak kapan.

"Jadi pemilikmu menyukai sesuatu yang lembut?" kata Theo bertanya pada boneka sapi di tangannya seakan boneka itu mengerti, tapi tentu saja hanya keterdiaman yang ia dapat.

"Jadi begitu, lucu sekali" ujarnya lagi disertai kekehan singkat di tengah senyumannya yang khas.


So I'm a Bug, So What?


Yvonne's POV

Aku mengerjapkan mataku saat kurasakan suhu hangat yang terasa di sekitar tubuhku, saat membuka mata sepenuhnya, barulah aku menyadari dari mana asalnya kehangatan ini. Terdapat sebuah api unggun tak jauh dariku, rasanya nyaman sekali sampai-sampai aku ingin tidur lagi.

Akan tetapi hal itu tak dapat kulakukan karena merasa keadaan punggung serta kepalaku yang berdenyut nyeri, aku melihat ke langit-lagit dan menyadari bahwa aku masih berada di dalam gua dalam keadaan pakaian yang sudah mulai mengering. Tunggu, siapa yang bisa menyalakan api di dalam gua?

Tes tes tes

Terdengar pula suara tetesan air yang menggema di gua ini, aku rasa itu adalah mata air yang terdapat dalam gua yang tak jauh dari tempatku berada. Api unggun kecil menjadi satu-satunya penerangan yang dapat membantu memperjelas penglihatanku di gua yang gelap ini. Aku bahkan tidak tahu latar waktu yang sedang berlangsung, otakku masih mencoba untuk memproses semua yang masuk.

"Kau sudah bangun?"

Segera kutolehkan kepalaku dengan cepat ke sumber suara dan begitu terkejutnya aku saat mendapati orang yang memegang peran sebagai 1st ML yang sedang menatapku dengan wajah datar andalannya. Ya, siapa lagi kalau bukan Louis! Segera kuubah posisi merebahku menjadi duduk dalam waktu singkat, bahkan aku sampai melupakan rasa sakit di punggungku akibat berbaring di lantai gua batu yang dingin.

'Louis! Kenapa dia bisa ada disini? Terlebih lagi, kenapa aku baru menyadarinya?'

Tanpa sadar aku melirik ke arah pakaian yang dikenakannya, dia sangat tertutup, dengan pakaian kesatria biasa dan aksesori seadanya serta tudung penutup yang tengah tersingkap, dan jangan lupakan pedang yang selalu bertengger manis di pinggangnya. Penampilan yang terlalu sederhana bagi seorang Putra Mahkota, tapi wajar saja ia memakainya saat di luar.

So I'm a Bug, So What?Where stories live. Discover now