22 - Opera Sabun

96 33 11
                                    

MENGAPA ini bisa terjadi di luar perkiraan? Apa yang salah dari perhitungan kami?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

MENGAPA ini bisa terjadi di luar perkiraan? Apa yang salah dari perhitungan kami?

Seharusnya Tante tiba besok pagi waktu Indonesia. Seharusnya Bu Indri atau Pak Alit menanganinya dulu. Mengapa bahkan Nilam pun tak sempat mengabariku? Kemungkinan terburuk berkelebat di pikiran seiring gemetar merasuk dingin hingga ke tulang. Di saat yang sama pula, bara menyeruak dari ulu hati. Berbagai hal berbeda yang berkecamuk sekaligus ini melewahkan hingga terasa pening. Satu kesadaran menyentakku.

Tak ada lagi waktu yang lebih buruk. Aku tidak siap. Dan aku berani. Aku tidak siap dan berani. Akan kuhadapi panggilan ini meski tak tahu apa yang akan kulakukan sama sekali.

Kutekan ikon telepon hijau dan kudekatkan ponsel ke telinga. "Halo."

"Sedetik lagi aja kamu nggak ngomong, udah Tante kirim polisi buat lacak kamu."

Suara yang menguntitku sejauh ini, yang mulanya semata ilusi, kini mewujud gambaran mukanya, cibirannya, kilat mata kelamnya. Cara bicaranya bagai potongan kayu tua yang menggelinding di atas rumput kasar. Senyum masam menggores di bibirku. "Ya, Te."

"Kenapa baru diangkat? Sibuk atau nggak kedengaran?"

"Biasanya Tante hubungi Pak Alit atau Bu Indri dulu kalau jam kerja."

"Oh, ya." Dia berdeham. "Memang. Tapi buat apa hubungi mereka yang pasti lagi kerja. Mendingan langsung ke kamu yang lagi senang-senang. Masih pacaran?"

Darahku seakan berhenti mengalir.

"Tiga bulan, loh, Kalyn. Dari tiga bulan lalu kamu siapin ke Eropa nggak bilang-bilang Tante? Secakep apa, sih, anak itu, sampai kamu bela-belain nyusul liburan? Kalian liburan bareng, kan? Dia ngajakin kamu satu kamar, ya? Iya?"

Gigiku bergemeretak. "Dari mana Tante tahu?"

"Tante bilang juga apa, anak itu bandelnya nggak ketolong! Kurang beres! Berani-beraninya ngajak kamu sekamar! Kamu juga mau aja kayak—" dia menyebutku perempuan sundal dalam bahasa daerah kami. "-dimodali langsung ngangkang. Atau malah kamu yang diporoti?"

Panas menggelegak hingga ke pangkal tenggorokanku. Seketika aku ditarik kembali ke Sriwedari, dalam pakaian kerja, di hadapannya, menuduhku sudah menggoda suaminya. Seketika aku mengecil kembali ke usia remaja, saat Bapak tak melihat, dan dia membuang ayam rica-rica yang susah payah kubuat. Seketika dendam membakar kata-kataku. "Kalyn sewa kamar penginapan sendirian."

"Begitu. Udah berani naikin suara, ya, sekarang? Kamu pikir kamu udah pintar pergi diam-diam dari Tante gini? Kamu pikir kamu bisa licik? Email aja masih pakai punya kantor."

Bagaimana mungkin? Aku memesan tiket dan segalanya lewat alamat surel baru. Apa yang membuat Tante tahu aku pergi ke Tata? Alamat surel kantor selalu terbuka, tetapi hanya di komputer kantor penginapan. Sedangkan alamat surel kedua—

Lututku lemas. Keberanianku mendadak susut.

"Tante baru pulang dari conference dan kamu malah bikin mood Tante jelek lihat isi email itu. Lagian selama ini kamu pikir Tante nggak tahu apa, kamu suka pakai email yang lama buat kepentingan pribadi? Ucapan ulang tahun? Nota ojek online selama di kota? Media sosial? Untung tadi kasih dua email ke vendor. Tante kaget, loh, lihat notifikasinya lebih dari satu. Ternyata terakhir ada pesan suruh lihat video ... video kamu di Hungaria yang rambutnya udah kayak penyanyi dangdut gagal dinikahin pejabat."

Tündérrózsa - Mawar PeriWhere stories live. Discover now