12 - Arti Romantis

109 40 6
                                    

SEIRING kami bersepeda kembali di jalur tepi Danau Cseke, diapit dansa pepohonan yang mengikuti musik angin, aku teringat dua turis asal Hungaria yang menolongku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEIRING kami bersepeda kembali di jalur tepi Danau Cseke, diapit dansa pepohonan yang mengikuti musik angin, aku teringat dua turis asal Hungaria yang menolongku.

Simon Erik berkunjung tepat pada hari pertama libur semester kelas enam dan kesabarannya yang setingkat guru menjawab semua pertanyaanku. Dia dari ibu kota, tetapi pernah ke beberapa tempat wisata di negaranya termasuk paya Fényes Tanösvény di Tata. Pebisnis dan mahasiswa program doktoral itu takjub aku mengetahui kota kecil itu—yang kujawab dari temanku—kemudian mendoakan keberuntunganku, dan semua yang kucatat darinya kusampaikan kembali dengan semangat pada Alder di telepon.

Berbeda dengan Erik, Zsebeházi Alexandra atau Szandi mengunjungi Sriwedari Inn bukan karena pelesir pribadi, melainkan undangan dari kolega Indonesianya untuk mendaki di gunung sejauh tiga jam dari tempatnya menginap. Perempuan bermata cemerlang itu mengajariku cara membaca abjad, tradisi, humor, hingga makanan khas Hungaria. Selama sisa dua harinya, aku menjawab igen dan nem saat kami berpapasan, mengucap köszönöm dan szívesen, dan menyapa szia. Dia menyukai pantai dan menghabiskan sorenya di sana dengan segelas temulawak dingin, mengungkap bahwa potongan alam inilah yang tak dia dapat dari negaranya.

Aku mengagumi Szandi, kemandiriannya, kecerdasannya, kejujurannya. Kegembiraanku bisa bertemu dengannya hampir menghapus kesedihanku gagal mendaftar perguruan tinggi. Dia memberiku sesuatu yang sangat berharga: potongan tiket kebebasanku. Tanpa itu dan doanya, aku mungkin tak di sini bersama Alder, bertemu Rémy, menyusuri Angolkert, segalanya.

"Kalyn," tiba-tiba, Alder memelankan laju sepedanya, dan melanjutkan begitu aku menyusul di sampingnya. "Di situ ada papan kayak di reruntuhan tadi."

Kami berhenti nyaris bersamaan. Papan buku terbuka kali ini bertulis Romantikus köhíd és szentélyromantic stone bridge and sanctuary, berdiri tepat di mulut sebuah jembatan melengkung tanpa langkan. Jika jembatan umumnya mengantar pada sisi lain daratan, jembatan ini mengantar lebih dulu pada gua kecil dengan altar batu di tengahnya sebelum mengarah pada jalan setapak menanjak lewat sebelah kiri. Semak dan lumut dan tanaman rambat tumbuh bebas sepanjang tepian gua yang membusur, di sisi-sisinya, dan ujung jembatan, hingga nyaris menyentuh sungai kecil di bawahnya yang mengalir rendah, dan pohon-pohon di seberang melatari pemandangannya. Cericip burung seakan terdengar lebih nyaring saat hanya kami berdua yang berhenti di sini.

Kali ini, Alder berdiam di depan papan dahulu. Mulutnya membisik ulang yang dia baca. Spring ... grotto ... altar. Mengetahui Tata sebagai kota air, bukan hanya karena danaunya tapi juga sumber mata air seperti di dekat jembatan ini, berbeda dengan ketika membuktikannya langsung. Ini bukan papan pertama yang berpapasan dengan kami setelah műromok, dan aku yakin kami akan menemuinya lagi di depan, bertulis nama pohon dan mata air lainnya, serta nama dermawan pada bangku-bangku taman. Danau Cseke juga memiliki beberapa pulau kecil buatan, jadi sepertinya kami pun akan mendapati lebih banyak tempat indah untuk disinggahi.

Tündérrózsa - Mawar PeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang