6 - Hutan Hujan

185 48 4
                                    

SEBELUM berpulang, Ibuk sempat berkata di awal kelas delapan bahwa sebentar lagi aku akan mengalami kehidupan baru

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SEBELUM berpulang, Ibuk sempat berkata di awal kelas delapan bahwa sebentar lagi aku akan mengalami kehidupan baru. Aku baru mengerti maksudnya dua hari setelah pemakaman, saat aku mendapat haid pertama. Sakit dan nyeri pada tempat yang baru kuketahui berkelindan dengan kekacauan di luar tubuh-batal mewakili SMP-ku di kompetisi renang, berujung Tante menarikku dari klub; staf Sriwedari pergi separuh, turis berkurang akibat ancaman tsunami; Bapak dan Tante bertengkar untuk kali pertama, atau aku yang baru melihatnya; Nilam marah karena aku mau saja dikeluarkan dari tim, atau itu yang kuduga awalnya.

Cukup sebentar kami mengelilingi Kastel Tata. Alder ingin melihat tempat lain, yang lebih mengejutkan dan mengesankan menurutnya. Atau, dia akan mencari restoran yang sudah buka.

"Masih jam sepuluh," bujukku pada Alder. "Beberapa restoran di dekat sini biasanya paling awal buka dari jam sebelas."

"Kamu udah cek?" tanggapnya kaget.

Aku mengangguk. "Mau lihat pabrik kincir air? Nggak begitu jauh, tapi harus ke jalan raya."

"Yang di sekitar sini aja, gimana? Maksudnya, biar kita nggak usah tinggalin danau. Jadi nggak capek putar-putar nggak jelas juga. Cuma ... emang gini banget, ya, tempatnya?"

Nada kecewanya begitu kentara. Keluhan itu, kupahami, datang dari lewah pikirnya, tapi bagaimanapun juga tetap agak menyakitkan bagiku yang sudah sangat menantikan ini. Akhirnya luar negeri tak akan lagi hanya membawaku pada memori kepergian Bapak di rumah sakit Singapura empat tahun lalu, tetapi juga Alder, pohon sycamore dekat patung Szent János, geranium merah, danau, langit musim semi. Tak ada yang hanya 'begini'.

"Mungkin," tuturku hati-hati, "kamu bosan sama Kastel Tata karena terlalu sering lihat fotonya, bahkan dari artikel Tata di Google yang berbahasa Inggris masih sedikit dan Wikipedia belum mencantumkan Masjid Turki di main sight. Belum lagi kamu ngerti desain bangunan. Jadi, mungkin kamu pengin lihat yang 'wah'."

"Bukan aku," tukasnya. "Kamu. Aku takut kamu anggap ini biasa aja. Bukan Eiffel atau Big Ben atau Colosseum. Kenapa aku bisa sekonyol ini, saranin desa antah berantah."

Kutarik napas dalam. "Kamu nggak bisa ke Sriwedari lagi karena gantian tujuan liburan. Dan nggak setiap tahun kalian bisa pergi karena agenda keluarga. Kelulusan Bang Tama, Bang Dio, lalu kamu. Pernikahan sepupu-sepupu. Ulang tahun Jati. Arisan keluarga Om Luki, dan banyak lagi. Aku juga nggak bisa ke Jakarta karena banyak hal, terutama pekerjaanku."

Alder mengantongi tangannya.

"Kalau kita nggak buat janji itu, kalau kamu nggak menyebut kota ini, mungkin kita nggak akan pernah ketemu atau menunda lebih lama lagi," terangku. "Aku bersyukur kita di sini, dan rasanya pasti beda kalau kita ketemu lagi di Sriwedari atau Jakarta. Sungguh."

Dia mendelik sebelum memejam sejenak, lalu mengangguk. "Aku percaya kamu. Tapi kalau ada yang nggak kamu suka, bilang aja. Oke?"

Kuiakan keinginannya. "Pasti."

Tündérrózsa - Mawar PeriWhere stories live. Discover now