19 - Loosestrife Ungu

84 34 0
                                    

"OKÉ, we arrive here

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"OKÉ, we arrive here." Varga mengumumkan. "Next, we buy jegy—the ticket."

Usai tiba di lahan parkir Fényes Tanösvény yang luas dan teduh, kami beranjak menuju loket yang berdiam di ujung jembatan gerbang. Keluarga Takács membayar paket keluarga dengan SZÉP Card, yang menurut penjelasan patah-patah Varga merupakan kartu benefit bebas pajak khusus untuk rekreasi. Begitu pun Varga. Aku dan Alder membayar penuh dengan Forint tunai. Lurus ke depan, sebuah kantin dalam bangunan pondok besar menyambut sebelum lokasi danau pemandian, sedangkan tempat yang kami tuju berada satu tikungan lagi ke sebelah kiri.

Gerbang kayu kukuh terbuka lebar, menampilkan bangunan pusat informasi bercat kuning moster dan beratap kayu gelap. Papan informasi edukasional segera terlihat di dekat jalan masuk serta di depan. Di depan rumah kuning itu pula, menara setinggi dua setengah kali lipatnya pusat informasi tersusun dari kayu-kayu yang ditumpuk berjarak, semakin ke atas semakin mengecil, membentuk puncak segi empat yang lebih kecil daripada alasnya. Tertulis di salah satu papan bahwa menara itu adalah penunjuk seberapa tingginya pancuran mata air karstik ini, jika berhasil menyembur dari dalam tanah.

"Karst itu batuan gamping, kan?" tanya Alder setelah membaca. "Aku ingat kamu bilang tempat ini mata air karst, tapi waktu itu aku malah kepikiran batu kapur."

Aku meneruskan penjelasannya. "Mata air karst sendiri maksudnya mata air bawah tanah, tapi munculnya di ceruk gamping, dan itulah kenapa ada gelembung-gelembung yang muncul dan suhunya tetap sekitar 20-22 derajat Celsius apa pun musimnya. Begitu kata tulisan di sini."

"Kamu sendiri udah googling apa aja tentang tempat ini?"

"Sedikit. Kata review-nya, ada banyak papan info yang kasih tahu, jadi santai aja."

Alder merangkul bahuku dan menarikku mendekat; gerakannya begitu alami seolah dia pernah melakukannya, berkebalikan dengan gugupku. "Dasar. Ternyata kamu bisa malas juga, ya."

Varga memanggil Alder mendekat dan berkata mereka akan memulai perjalanannya. Dari pusat informasi, kami bertolak ke kanan belakang, menuju jalur kayu bermodel panggung yang memungkinkan pengunjung menjelajah di tengah perairan serupa rawa ini. Alder tak lagi merangkulku, tetapi dia amat dekat di depan. Papan besar lagi-lagi menginformasikan seputar jalur alam ini dalam tiga bahasa, dilengkapi foto-foto flora dan fauna penghuninya, dan ditemani papan peringatan berlogo orang terjatuh—cukup jelas menyampaikan hati-hati licin tanpa harus memahami bahasa Hungarianya.

Kami masuk. Pegangan di sisi jalur yang juga dari kayu terasa dingin dari lembap. Ketuk-ketuk kaki mengiringi samar suara serangga dan gersak dedaunan semak, tanaman rambat, serta pepohonan yang tak begitu padat sehingga masih terlihat langit biru di celah antara dahannya. Air jernih menggenangi bawah jalur, menampakkan tanah di dasarnya, tetapi masih dangkal dan tertutup sisa-sisa tanaman. Langkahku maju, menyejajarkan dengan Alder. Dia menoleh begitu lengan kami bersilangan karena dekatnya jarak. Ditekuknya siku untuk mengaitkan lenganku dengan lengannya, lantas tersenyum. Kubalas dengan memegangnya erat.

Tündérrózsa - Mawar PeriWhere stories live. Discover now