1 - Tamu

1.1K 104 9
                                    

ADA sesuatu yang begitu menakjubkan tentang langkah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ADA sesuatu yang begitu menakjubkan tentang langkah. Suatu masa, langkah-langkah yang kudengar mengikutiku kala bermain di pesisir membawaku pada seorang anak laki-laki. Di masa lain, akulah yang melangkah, melompati benua, dan mendapati pukul tujuh malam di Hungaria memiliki cuaca sepuluh derajat lebih turun ketimbang dua hari lalu.

Seiring dersik pepohonan menemani dentum jantungku, biru pekat langit bersaput sisa petang sebelum kelak segelap tinta. Jalanku yang digayut koper besar dan lelah nyaris terantuk saat akhirnya menemukan Aranyhíd Vendégház. Fasadnya persis dengan foto di situs pemesanan, meyakinkanku inilah tempatnya: dinding putih bertekstur, pintu dan jendela cokelat kayu, geranium merah dalam pot kotak dan barisan lavendel yang mekar penuh, serta hiasan roda kincir air yang menggantung di samping pintu depan. Memasuki lobi, udaranya menghangat, seakan mencocokkan diri dengan pendar lampu yang sewarna bulan.

Kupejamkan mataku. Kincir air. Kota air. Tata. Beberapa hal memang sukar dipercaya, tapi ketika kaki telah menjejak dan telinga kerap menangkap aksen gabungan tajam gergaji dan empuk gulali selama tiga jam terakhir, mustahil aku meragukannya. Sekarang, Alder—anak yang mengejarku, anak yang kini tumbuh menjadi pemuda terpenting di hidupku—bisa saja berdiri hanya sekian menit jauhnya dari tempatku menunggu resepsionis.

Kupikir rasa takut yang membuntutiku akan hilang setibanya di tempat ini. Di beberapa perhentian, kegamangan timbul bak goyah saat menepikan perahu, mengingatkan bahayanya bersauh terlalu jauh. Namun, aku juga siap. Aku takut, dan aku siap. Tak ada yang lebih kunantikan sejak pertemuan terakhir kami dan tak akan kusia-siakan semua ini.

"Oh, tamu baru. Selamat datang."

Resepsionis itu akhirnya berbalik dari memunggungiku. Ada yang lebih mengagetkan dari betapa mudanya dia, anting hidungnya yang mematahkan citra formal orang Magyar, atau sapaannya dalam bahasa Inggris tadi, yaitu caranya memandangku. Baru kudapati pandangan seperti itu, dan ulu hatiku teraduk. Aku tak yakin ini benar atau tidak. Aku tak membuat kekacauan apa pun sebelum dan saat di depannya, atau salahkah aku bernapas di depannya? Atau memang begitulah matanya menatap?

Kuhentikan diriku sendiri dengan segera membalasnya. "Szia."

"Áh, magyarul kellett volna beszélnem."

Sunyi yang terbentuk karena aku tak mengerti, dan dia yang mungkin tak mengerti bahwa aku tak mengerti, lekas kuhalau dengan penjelasan.

"Maaf, saya baru belajar sedikit."

"Ó, ya, kuakui kukira awalnya kau turis lokal. Sepertinya karena hidung bangirmu. Lihat?" telunjuknya membentuk lingkaran di depan hidungnya sendiri. "Kamar nomor berapa?"

Kota asalku lebih besar dari Tata, tetapi lebih terpencar dan terpencil. Pantai di seberang penginapan keluarga kami terdiri dari batuan karang tempat ombak memecah nyaring. Pembangunan terakhir yang dilakukan pemerintah mendatangkan pengunjung yang lebih banyak, tinggal lebih lama, dan menuntut pelayanan ramah-tamah yang lebih tinggi. Senyum untuk setiap pertanyaan dan tanggapan. Tak ada sehelai rambut pun jatuh. Postur sempurna, tetapi tetap mengesankan santun. Belasan baris kalimat yang harus dihafal di luar kepala.

Tündérrózsa - Mawar PeriWhere stories live. Discover now