Chapter 32

21.9K 3.7K 1.1K
                                    

P E M B U K A

Asupan malem-malem kwkw

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Asupan malem-malem kwkw

Tiati gumoh. Isinya full Jia-Janu

Kasih emot dulu sebelum baca
***

"Tut tut tut."
Bibir Jia terus bergumam lirih mengiringi gerakan jari telunjuk lentiknya yang aktif menekan dada bidang Janu. Sesekali telunjuknya dibawa naik untuk menyentuh jakun, rahang tegas, atau pangkal hidung besar pria itu yang mengundang rasa penasaran. Tak ditegur sama sekali, gadis itu tidak berhenti berulah. Ia memasukkan jarinya ke masing-masing lubang hidung Janu dan baru berhenti ketika empunya menatap ke bawah untuk memberi peringatan. Tidak perlu bentakan, tatapan Janu saja sudah cukup membuat nyali Jia menciut.
"Tut tut tut."
Kali ini suara gumamannya melemah, nyaris terdengar seperti bisikan.

Kini kegiatan Jia terfokus hanya di dada bidang pria yang menggendongnya. Sekadar menekan dengan jari telunjuk atau menempelkan telinga di sana agar bibirnya bisa menirukan suara detak ribut di dada Janu dengan kecepatan yang sama. "Dug dug dug dug."

Menunduk, Janu tersenyum geli ketika menyadari betapa kecilnya gadis yang tengah ia gendong sekarang. Sebenarnya Jia tidak sekecil itu. Tapi entah mengapa gadis dengan kedua bibir maju seperti bebek itu terlihat menciut ketika bersamanya, terutama saat digendong atau dipeluk.

"Lo yang buka, gue repot," titah Janu begitu sampai di depan pintu unit apartemennya. "Kartu aksesnya di dompet."
Sebenarnya sederhana kalau pria itu mau menurunkan Jia dari gendongannya. Pria itu kerepotan karena ulahnya sendiri yang menggendong Jia sejak keluar dari mobil. Alibinya pun sangat konyol. Janu tidak mau kaus kaki Jia kotor kalau berjalan sendiri tanpa sandal.

"Dompetnya mana?"

Helaan napas Janu terdengar. Padahal Jia sendiri yang menyimpan itu di saku hoodie. Dasar pelupa!
"Di saku hoodie."

"Eh iya. Jia lupa hehehe."
Merogoh saku hoodie milik Janu yang ia pakai, gadis itu mengeluarkan dompet hitam. "Jia izin buka dompetnya, ya, Om."

"Hmmm. Buruan, lo berat."

"Kalau berat, turunin aja Om. Jia bisa jalan sendiri kok."

"Nanti kaos kakinya kotor. Lo nggak pake sandal."
Alasan itu kembali menjadi senjata.

Memasuki unit apartemennya, Janu mendudukkan Jia di sofa. Kantong plastik berisi dua bungkus nasi padang ia letakkan di meja sebelum melangkah pergi. Pria itu kembali dengan membawa nampan berisi piring kosong, wadah air untuk cuci tangan, dan sebotol air mineral.

Janu tahu, Jia bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan. Tapi pria itu memilih untuk mengurus keperluan Jia. Diraihnya tangan kanan Jia lalu dibimbing untuk masuk ke air yang sudah disiapkan.

Untung saja Janu bisa membaca isi kepala jahil si bocil kematian. Sebelum bayinya-maksudnya Jia-berulah, tangan gadis itu yang terendam dalam air sudah ditahan. Kalau tidak, pasti bocah itu sudah mencipratkan air ke wajahnya.

Baby GirlWhere stories live. Discover now