Chapter 15

23.6K 3.7K 1.6K
                                    

P E M B U K A

Emot buat chapter ini mana? ***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Emot buat chapter ini mana?
***

"Nyusahin," umpat Janu seraya melepas jaket kulit ketika melihat Jia yang meringkuk di kursi penumpang. Membiarkan dirinya hanya mengenakan kaus berlengan pendek, jaket yang menghangatkannya dipinjamkan pada si paling nyusahin. Bukannya peduli, Janu hanya ingin menyelamatkan diri. Bisa kena tendangan bebas dari Tifanny kalau sampai bocah menyebalkan yang sialnya disayang wanita itu masuk angin.

Ngomong-ngomong Janu sudah membeli boneka untuk Jia. Tidak tahu mana yang diinginkan, Janu terpaksa memborong semua boneka: cari aman daripada bocah cengeng itu menangis lagi kalau sampai ia salah beli.
Selesai mengenakan sabuk pengaman, Janu pun melajukan mobil dengan kecepatan pelan. Beberapa kali pria itu melirik ke arah ponsel Jia yang tergeletak di dashboard. Benda pipih itu benar-benar mengganggu konsentrasi karena terus berbunyi. Paling juga promosi dari operator, pinjaman online, pesugihan, atau penipuan berkedok menang undian.

"Om?" panggil Jia dengan suara serak khas bangun tidur. Dengan mata kantuk, ia menatap ke arah Janu yang serius mengemudi. "Jia kebelet pipis."

Helaan napas Janu terdengar berat.
Begini, nih, kalau bawa anak kecil. "Ck! Gue, kan, udah nyuruh lo pake pampers biar nggak nyusahin."

"Kemarin Jia beli pampers dewasa dan nyoba pake. Gatel, Om, kalo pake pampers. Nggak nyaman pas kena itu-nya Jia. Pokoknya nggak enak, Jia nggak mau pake pampers."

Untung saja Janu mulai sedikit terbiasa dan tidak mudah kaget lagi dengan ucapan bodoh Jia. "Masih bisa ditahan, kan?"

"Udah di pucuk, Om. Jia udah kebelet banget. Kata daddy nggak boleh nahan-nahan pipis, nanti jadi penyakit. Ayo temenin Jia pipis, Om."

"Sabar, di sekitar sini pohonnya masih kecil-kecil. Gue cariin dulu yang gede."

"Kok pohon?"

"Katanya kebelet pipis, ya kita cari pohon gede. Nanti lo bisa pipis di situ."

"Nggak mau! Jia nggak mau pipis di bawah pohon!"

"Nggak usah ngegas juga. Tahan sebentar, di taman ada toilet umum."

"Ngebut dong, Om. Jia udah kebelet banget," desak Jia.

Memanfaatkan momen ini untuk mengerjai Jia, Janu tersenyum miring, lalu sengaja memelankan laju mobil dan mengambil rute terjauh. Melihat bagaimana raut wajah bocah itu yang terlihat sedikit tersiksa, cukup membuatnya puas.

"Oooom."

Menepikan mobil, Janu mengubah posisi duduk. Kedua alis pria itu nyaris menyatu melihat bagaimana Jia sekarang. Apakah orang-orang jika menahan buang air kecil, memang se-lebay itu? Merem-melek dengan ringisan yang lebih mirip desahan. Belum lagi ekspresi ambigu dan tubuh yang terus bergerak. Ini serius, kan, Jia hanya kebelet?
Curiga, Jia habis ngemil obat perangsang.

Baby GirlWhere stories live. Discover now