Chapter 29

18.2K 3.2K 1.4K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

***





Keinginan Janu saat ini sangat sederhana; kabar tentang Jia dari Yuda. Permintaannya pada Yuda pun tak muluk-muluk. Cukup kabari kalau Jia sudah diantar ke sekolah dengan selamat sebagai penawar rasa khawatir yang membuatnya gelisah sejak berpisah dengan mereka.
Ketika dihantui rasa khawatir berlebihan, mendadak Janu merasa terlahir sebagai orang paling bodoh karena mempertaruhkan kepercayaan Kevin; kesempatan terakhirnya, demi kesenangan Yuda. Harusnya ia bisa berpikir panjang lagi. Kepercayaan itu segalanya, begitu retak maaf pun tidak ada artinya.
Soal kemungkinan perjodohan yang dibatalkan setelah ini, Janu tidak ambil pusing. Toh dari awal pun ia tidak menginginkan itu. Tapi bukan dengan cara seperti ini semuanya berakhir. Janu ingin semuanya diakhiri dengan baik-baik tanpa ada benci.

Secara berkala ia memeriksa ponsel dan yang didapat hanya kecewa ketika tak ada pesan dari Yuda seperti harapannya. Janu sudah mencoba mengirim banyak pesan, namun tak satupun pesannya dibalas. Panggilan pun selalu diabaikan. Itu membuatnya semakin frustrasi, kehilangan ketenangan, dan tak berhenti memikirkan kemungkinan terburuk tentang Jia mengingat bagaimana cerobohnya Yuda Anggana Bagaspati.

"Janu?"
Panggilan dan tepukan pelan di bahu dari Kanina, menarik kesadaran Janu yang terus saja melamun. "Lo baik-baik aja, kan?"

"Ah iya, gue baik-baik aja."
Janu harap senyum yang ia tunjukkan bisa membuat Kanina percaya.

"Beneran? Nggak biasanya ngelamun terus kayak tadi. Sarapannya juga masih utuh, biasanya udah nambah nasi loh. Apa rahangnya masih belum bisa buat ngunyah?" tanya Kanina begitu memperhatikan Janu. Telapak tangan yang masih setia berada di bahu kokoh pria di sebelahnya, bergerak memberi usapan menenangkan. "Kalau butuh temen cerita, boleh banget cerita ke gue. Gue ada banyak waktu buat dengerin dan semoga bisa kasih masukan atau solusi juga."

"Gue ..." Janu menggantung kalimatnya ketika ragu datang.
"Boleh peluk?"
Janu tidak bohong kalau rasa khawatirnya pada Jia membuatnya merasa sangat tersiksa. Ia butuh penawar. Percaya pada pengaruh Kanina dalam hidupnya, Janu menggantungkan harapan kalau pelukan gadis itu bisa membuatnya membaik.

Mengulas senyum, Kanina pun meninggalkan kursinya lantas berdiri menyambut Janu dengan tangan terbuka. Alih-alih menghambur ke pelukannya, Janu justru mematung di tempat. Sepertinya pria itu belum sepenuhnya percaya kalau keinginannya dikabulkan. "Katanya mau peluk? Jadi apa nggak, nih? Kalau nggak ja---"
Sebelum kalimatnya terselesaikan, Janu sudah memeluk tubuhnya begitu erat dengan posisi dagu bertumpu di puncak kepalanya.

Di detik pertama, pengaruh Kanina tidak sebesar yang ia kira, pun belum cukup membantu. Singkatnya, pelukannya dan Kanina terasa hambar. Janu tidak menemukan ketenangan itu. Namun perlahan ketenangan datang ketika Kanina mulai memberikan usapan di punggungnya. Keraguan soal perasaan yang sempat dipertanyakan kembali menguap begitu juga. Nyatanya Kanina masih menjadi orang yang berpengaruh.

Baby GirlWhere stories live. Discover now