Chapter 17

21.2K 3.5K 1.2K
                                    

P E M B U K A

Emot buat chapter ini mana? 🤙🏻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Emot buat chapter ini mana? 🤙🏻

Selamat malam Jumat 🤭

***

Ada yang aneh dari sikap Janu yang katanya menolak keras dijodohkan dengan Jia. Kalau memang serius dengan penolaknya, ia tidak melakukan tindakan apapun setelah menerima pesan dari Jia. Singkatnya tidak peduli apapun yang terjadi pada bocah itu.

Kalau memang serius tidak menginginkan Jia yang katanya bukan type-nya, harusnya Janu tidak perlu repot-repot memacu kendaraan dengan kecepatan penuh hanya karena secuil kekhawatiran menghadirkan rasa tidak tenang.
Segala tindakan pria itu benar-benar membingungkan; tidak sejalan dengan orasi penolakannya.

"Lo ngapain, sih, Nu?!" Janu menghardik dirinya sendiri. Ia baru menyadari tindakan bodohnya ketika sudah sampai di halaman depan rumah Jia. "Tolol!"

Kepalang tanggung, atas dasar rasa kemanusiaan dan mengamalkan ajaran untuk membantu sesama, Janu pun turun dari mobil menuju pintu utama.

Perlu ditekankan agar tidak timbul kesalahpahaman, Jia bukanlah tujuannya datang. Janu datang hanya untuk membantu sesama, juga untuk menghindari tendangan bebas dari sang mama jika terjadi sesuatu pada Jia. Sampai di sini, sudah cukup jelas dan bisa diterima, kan?

Menunggu beberapa detik setelah menekan bel, pintu utama dibuka. Wajah tengil Jia yang malam ini mengenakan piama kuning bergambar donal bebek, muncul dengan senyum mengembang sempurna. Seperti biasa, Janu kemusuhan dengan warna-warna terang dari pakaian Jia yang membuat mata perih.

Meski sudah siaga untuk mengantisipasi segala tindakan kurang masuk akal Jia, nyatanya Janu tetap kalah cepat dari gerakan gadis itu yang tiba-tiba meraih tangannya kanannya. Janu sampai dibuat menganga ketika Jia meninggalkan kecupan lembut di punggung tangannya.

Adegan yang tidak asing; suami baru pulang kerja dan disambut oleh istrinya.
Janu bergidik ngeri.
Itu bukan gambaran kecil tentangnya dan Jia di masa depan, kan? Semoga saja bukan. Janu mendamba keluarga yang harmonis, bukan KB (keluarga berantakan). Kalaupun ternyata takdirnya bukan Kanina, setidaknya ia harus mendapatkan istri yang minimal waras, normal, dan bukan Jiasya Ivana.

"Om kok nyampenya cepet banget? Hayooo ngebut, ya?"

Belum hilang sensasi yang timbul setelah kecupan Jia di punggung tangannya, sekarang sudah ditambah dengan bocah itu yang tiba-tiba berjinjit dan mengelus kepalanya penuh sayang sembari memberi nasihat sok bijak. "Lain kali nggak boleh ngebut-ngebut. Keselamatan itu yang paling penting. Besok-besok kalo ngebut lagi, Jia bakalan hukum Om. Hukumannya digelitikin sampe ngik-ngok."

"Apaan, sih?!" Samar-samar ada percikan rasa gugup yang muncul. Menyangkal perasaan apapun yang melibatkan Jia di dalamnya, Janu pun menepis lengan kecil gadis itu. Kaki panjangnya dibawa melangkah masuk ke rumah tanpa menunggu dipersilakan.

Baby GirlWhere stories live. Discover now