Chapter 9

21.5K 3.2K 641
                                    

PEMBUKA

Emot buat chapter ini 💚

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Emot buat chapter ini 💚

***

Selain disinggung soal hal-hal sensitif tentang pernikahan, alasan Janu jarang pulang adalah Tifanny yang selalu merecoki ketenangannya. Persis seperti yang terjadi sekarang ini. Waktu baru menunjukkan pukul 04.30, tapi Tifanny sudah rusuh membangunkan Janu dengan brutal. Beberapa kali pria itu mengerang, lantas meminta sang mama untuk berhenti berulah, namun mamanya justru semakin menjadi.

"Ma," protes Janu lalu memaksa kelopak matanya terbuka. Guling dipelukan pun disingkirkan sebelum pria itu duduk bersila. Janu tidak berbohong kalau masih sangat mengantuk. Salahkan saja si brengsek kaya raya alias Yuda yang terus saja mengajaknya mabar sampai dini hari.

"Baru jam setengah lima loh, Ma. Mama ngapain bangunin aku sepagi ini?"

"Kamu, kan, harus siap-siap Nu."

"Siap-siap apa?" tanya Janu seraya memegangi kepala yang terasa nyeri.

"Siap-siap buat anterin Jia. Kemarin kamu udah janji sama Mama."

"Iya, tapi nggak harus dibangunin sepagi ini, kan, Ma?"
Janu menggosok wajah kantuknya dengan telapak tangan kosong. Kepalanya semakin pening.
Jia, Jia, dan Jia; dasar pembawa bencana. Kalau seperti ini terus, Janu tidak boleh diam saja. Langkah harus segera diambil sebelum semakin banyak kekacauan.

"Nggak ada salahnya bangun pagi, Nu. Bukannya malah bagus? Kamu jadi ada waktu buat beresin kamar, olahraga, ngopi sama papa, atau ngapain gitu. Semangat dong! Harus full senyum juga jangan cemberut."

Memang paling benar Janu tinggal di apartemen tanpa suara berisik Tifanny yang merusak suasana hatinya.

"Iya udah sekarang kamu cuci muka sama gosok gigi, Mama mau lanjut bikin bekal buat kamu sama Jia."

"Aku nggak usah, Ma," tolak Janu ingin menyelamatkan diri dari makanan aneh buatan mamanya. "Nanti aku makan siang sama Kanina."

Tifanny duduk di tepi ranjang.
Oh Janu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Apa lagi kalau bukan membuatnya merasa kasihan dan bersalah agar tujuan wanita itu tercapai? Janu sudah sangat hafal dengan taktik lama sang mama.

"Lebih enak masakan Kanina, ya, Nu? Iya udah kalo emang maunya gitu, Mama ngerti kok. Kayaknya Mama juga nggak jadi buatin bekal buat Jia deh. Kamu yang anaknya Mama aja selalu nolak, apalagi Jia. Nanti malah malu-maluin."

Benar, kan, dugaannya.
Selalu saja seperti ini.
Tifanny tahu bagaimana cara untuk membuat Janu tidak bisa menolak. "Oke. Aku bawa bekal makan siang dari Mama."

"Beneran?"

"Hmmm. Tapi jangan aneh-aneh."

***

Melihat bagaimana penampilan Jia, detik itu Janu sangat membenci warna merah muda terang benderang yang membuat sakit mata. Jaket, bunny hat, ikat rambut, jam tangan, ransel, case HP, AirPod, gelang... semuanya berwarna merah muda yang sangat mencolok. Beberapa kali Janu harus mengucek kelopak matanya yang terasa perih ketika menatap Jia yang berdiri di depan pintu gerbang.
"Masuk," katanya tanpa ekspresi.

Baby GirlKde žijí příběhy. Začni objevovat