Chapter 43

21.2K 3.5K 2.3K
                                    

P E M B U K A

Om udah, Om 😾

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Om udah, Om 😾

Kasih emot dulu sebelum baca

***


Biasanya Janu, tapi kali ini Jia melakukannya sendiri. Telapak tangannya yang sedikit basah oleh keringat menyentuh kepala, mengusap pelan di sana demi sebuah ketenangan. Mimpi buruk itu kembali hadir. Kali ini bahkan lebih mengerikan. Kilasan peristiwa yang mengusik ketenangan diperlihatkan dengan jelas. Bagaimana saat ia menjerit ketakutan dalam dekapan wanita bersimbah darah yang terus merintih kesakitan di dekat telinganya, terasa begitu nyata.

Tidak ada tangan Janu yang biasa ia genggam, Jia pun meraih apapun di dekatnya untuk diremas kuat sebagai pengganti. Rasanya jelas tak sama.
Jia tak mendapat apa-apa; hampa. Tidak ada kehangatan dan ketenangan seperti yang biasa Janu tawarkan. Ia akui kalau dirinya memang sudah ketergantungan dengan segala aksi dan afeksi yang Janu beri.
Sekecil apapun itu.

Bangkit, gadis itu duduk sembari memeluk kedua lutut yang tertekuk. Tatapannya jatuh pada layar ponsel yang menampilkan kontak Janu. Sesaat setelah dibangunkan paksa oleh mimpi buruk, hal pertama yang ingin Jia lakukan adalah menghubungi Janu, seperti kebiasaannya. Mendengar kalimat-kalimatnya yang meniupkan hawa menenangkan.

Namun sebelum melakukannya, gadis itu teringat dengan keputusan untuk berhenti melibatkan Janu lagi. Memang sulit karena Janu adalah zona nyamannya, tapi ia harus melakukannya sebelum ada banyak kekecewaan nantinya. Jia tidak mau kalau senyum yang diusahakan begitu keras oleh daddy dan abang lenyap untuk menangisi pria lain.

"Minum dulu, ya."
Dalam imaji yang diciptakan sendiri, Jia mendengar suara lembut Janu, mendorongnya mengambil gelas di nakas. Beberapa teguk air mineral cukup membantu menenangkannya. Jia tersenyum tipis pada sosok Janu yang ia ciptakan lantas mengembalikan gelas ke tempat semula.

"Mamanya Mas Yuda marahin mommy terus. Jia takut, jadi peluk mommy kuat-kuat."
Pada sosok Janu ciptaan angannya, Jia ceritakan bagaimana mimpi buruknya kali ini.

"Jia bantu mommy, marahin mamanya Mas Yuda. Mommy emang jahat ke daddy, tapi Jia nggak bisa benci. Jia nggak suka liat mommy dibentak-bentak padahal lagi kesakitan. Terus Jia dibentak juga. Mommy bilang ke mamanya Mas Yuda  ...." Jia mengambil jeda, mengingat baik-baik apa yang mommynya katakan saat di mimpi tadi. "Jangan Jia, Jia nggak tau apa-apa. Tolong ...."

Setelah itu tidak ada percakapan yang bisa Jia ingat lagi. Hanya beberapa potongan acak adegan mulai dari saat Hanna didorong sampai mommy-nya mengendarai mobil dengan kecepatan penuh agar bisa lepas dari kejaran mobil di belakang. Mimpinya berakhir di situ menyisakan lolong ketakutannya sebelum terdengar dentuman keras.

"Cuma mimpi, tapi kenapa kerasa nyata ya, Om?" tanya Jia masih bermonolog dengan bayang semu. Jia berandai kalau saat ini Janu tengah mengusap-usap kepalanya, mengantarkan ketenangan.
Meski hanya imaji yang diciptakan sendiri, ketenangan itu hadir. Jia sampai menutup kelopak mata menikmati sentuhan itu. Begitu kembali terbuka, senyumnya lenyap ketika tak menemukan Janu di sisinya.

Baby GirlWhere stories live. Discover now