Chapter 14

21.1K 3.3K 914
                                    

PEMBUKA

emot buat chapter ini mana? 💚

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

emot buat chapter ini mana? 💚

***

Jelek!
Gaya tidur Jiasya Ivana jelek sekali; tidak ada anggun-anggunnya. Mulut sedikit terbuka dengan suara dengkuran halus teratur, kedua tangan dibentangkan, kaki yang mengangkang lebar, dan kaus tersingkap hingga perutnya yang sedikit buncit mengintip tanpa malu-malu.

Mata Janu benar-benar ternodai, terutama oleh sesuatu berwarna fanta yang ada di balik kaus Jia. Melangkah mendekat, buru-buru ia menarik selimut untuk membungkus tubuh Jia sebelum pikirannya kemana-mana; cukup sampai paha mulus dan perut yang mengundang tangannya singgah untuk mengelus sensual di sana. Sial! Kegilaan apa yang baru saja terlintas di pikirannya?! Janu idiot!

Duduk di lantai sembari memeluk lututnya sendiri, Janu membenturkan dahi ke lutut lalu menatap nelangsa ke arah pintu kamarnya yang dikunci dari luar. Semakin hari kelakuan sang mama semakin ke sana. Janu sebagai korban merasa sangat tertekan dan gejala awal depresi sudah mulai muncul. Desakan untuk cepat-cepat menikah saja sudah membuat tidurnya tidak nyenyak, nafsu makan menurun, dan tekanan batin. Ini ditambah gadis yang  dinikahi harus Jiasya Ivana yang $#&%+:&%5')¥€£!, singkatnya freak. Janu tidak yakin bisa tetap menjaga kewarasan.

Baru di tahap awal saja sudah merasakan gejala stres, apalagi kalau berlanjut sampai menikah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana mengerikannya kehidupan pernikahan bersama bocah seaneh Jia. Apalagi kalau bocah itu bersekutu dengan Tifanny dan menyerang mentalnya. Sungguh! Kolaborasi Tifanny dan Jia adalah racikan yang sangat ampuh untuk membuat mentalnya terganggu. Apalagi kalau suatu hari nanti Yuda masuk circle mereka. Dari kepribadian mereka yang satu server, amat sangat mungkin untuk bersatu.
Janu bergidik ngeri. Semoga itu tidak akan terjadi.

Kira-kira kesalahan apa yang ia lakukan di masa lalu sampai karma pedih terus menyerang hati mungil dan mentalnya ini?

"Om Janu."

Kepala Janu menoleh malas ke arah sumber suara dan mendapati Jia sudah membuka kelopak mata. "Apa?"

"Sekarang jam berapa?"

"Setengah lima."

Bangkit, Jia duduk bersila di ranjang sembari menggaruk-garuk pipi. Rambut yang berantakan berusaha untuk dirapikan. Dasarnya Janu peka, pria itu bangkit dan mengambil sisir untuk dipinjamkan pada Jia. "Pake itu," katanya usai melempar sisir.

"Jia tadi bobok siang jam satu, sekarang udah jam setengah lima.  Lama banget, ya? Biasanya jam tiga udah bangun. Tadi di sekolah capek banget soalnya Jia dihukum."

Bergabung dengan Jia, Janu duduk di tepi ranjang. Bantal yang baru dipungut dari lantai, ia lempar ke tubuh kecil Jia. Janu kira lemparannya biasa saja, ternyata cukup membuat Jia hampir jatuh. Untung saja ia memiliki refleks yang sangat cepat hingga bisa meraih pinggang Jia untuk menyelamatkannya. Untuk jaga-jaga, Janu pun memindahkan Jia ke tengah ranjang. Tanpa sadar, tindakan yang diambil membuat wajahnya begitu dekat wajah Jia. Ia bisa memetakan dengan jelas wajah bocah itu dalam ingatan; matanya, hidungnya, pipinya, dan yang menjadi poin utama adalah bibirnya.

Baby GirlWhere stories live. Discover now