55. Bab 55

49 9 0
                                    

Menjejakkan kembali lengkah di Kota Industri ini, ada kerinduan yang mendalam di benak Nadia. Sejak menikah lalu hamil dan melahirkan, ia belum menyambangi kota di mana ia bekerja bersama Tama.
Angin khas kota yang dikelilingi lautan itu sedikit agak panas bercampur debu sore ini, tetapi pengap dari debu yang menderu tertutupi indahnya siluet mentari dan semburat jingga di ufuk barat.

Batam merupakan salah satu kota dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang terkenal di Indonesia dengan kawasan industrinya. Kota ini awalnya dikembangkan sejak tahun 1970-an sebagai pusat industri dan jalur transit logistik perdagangan.
Seiring berjalannya waktu, kini Batam menjadi salah satu kota metropolis modern di Indonesia dengan ciri mulai banyak gedung-gedung tinggi dan mobilisasi masyarakat urban. Letak geografis yang berdekatan dengan Singapura menjadi salah satu pemicu pesatnya kemajuan di Kota Batam.

"Lama juga, ya, aku gak ke sini sejak menikah, Mas." Nadia selalu menatap setiap sudut kota itu dengan penuh kekaguman.

"Kangen?" Tama melirik wanita idaman yang duduk di samping kemudi yang ia kendalikan.

Sebelum diberikan housing oleh perusahaan, Tama sudah lebih dulu memiliki mobil pribadi. Alasannya untuk berkendara sendiri jika ada keperluan dan juga persiapan untuk keluarga kecilnya. Walaupun mobil tersebut dibeli second hand.
Nadia cukup merasa bersyukur karena Tama ternyata memiliki rencana matang bagi keluarganya.

"Mas, aku lapar. Kangen makan mie lendir dan gonggong, minumnya teh obeng. Mantap." Nadia menyebutkan makanan favorit-nya dulu hingga sekarang.

"Boleh. Kita langsung mampir ke kedai biasa sambil nongkrong dulu di tepi pantai. Anak-anak, kalian lapar gak?"

Arkan dan Jodi yang tengah menikmati perjalanan sambil bermain game di ponsel masing-masing, menjawab dengan gegap gempita.

"Yess  ...!"

"Malam apa kita?" Arkan menyisir pandangan ke arah luar kaca mobil.

"Kalian mau makan apa?" Tama melirik dari spion dalam.

"Aku mau ayam goreng." Jodi langsung mengutarakan kesukaannya.

"Kalian mau makan apa?" Arkan ingin memastikan terlebih dahulu di mana orang tuanya akan mengisi perut mereka.

"Kami mau makan makanan khas sini, ada mie lendir, gonggong, es teh obeng." Tama mengulang nama-nama yang disebutkan Nadia tadi.

Sementara Arkan mengerucutkan bibir dan mengerutkan kening mendengar nama makanan yang menurutnya aneh.

"Kalo gitu aku sama dengan Jodi aja, deh. Ayam bakar."

"Oke, kita beli ayam bakar dulu, nanti ke tempat Wak Jun." Tama memutar kemudi ke arah warung ayam bakar yang biasa ia pesan.

"Emang tuh tempat legend masih ada, Mas?"

Tama hanya merespon dengan anggukan. Nadia begitu terkesan dengan warung Wak Jun. Pasalnya tempat itu adalah tempat pertama kali ia berkencan dengan Tama. Selanjutnya tempat itu menjadi favorit mereka.

Beberapa makanan Khas Batam yang menjadi favorit Nadia adalah Gonggong, Luti Gendang, Bilis Molen,  Mie Lendir dan Teh Obeng. Untuk makanan manis ada Kek Pisang, Bingka Bakar, Stik Buah Naga.
Bingka bakar merupakan jajanan khas Melayu. Rasanya gurih, kue ini banyak disukai wisatawan, baik lokal maupun luar negeri.

Luti gendang biasanya dijual bersamaan dengan mi tarempa. Bentuknya mirip roti goreng, tapi isiannya berupa ikan suwir yang gurih.

Gonggong merupakan seafood khas Batam. Simpel, gonggong biasanya diolah dengan cara direbus. Harganya juga murah.

Olahan mi lainnya adalah mi lendir. Kuah mi lendir ini kental, makin nikmat disajikan dengan irisan cabai, seledri, dan telur.

Mendengar nama mie lendir awalnya Nadia merasa tak ingin mencoba jenis kuliner tersebut, tetapi setelah mencoba sekali ia jadi ketagihan. Tampilannya mirip mie aceh, bahkan penyajiannya pun menggunakan toge. Rasanya perpaduan antara mie nyemek dan laksa. Segar dan membuat lidah ingin terus mencicipi.

"Ada, Dong. Aku selalu ke warung Wak Jun kalo males masak. Biar ingat kamu terus." Gombalan garing Tama mulai diluncurkan.

Nadia mencebik. "Tapi gak sama yang lain, kan?" goda perempuan yang hampir sepuluh tahun dinikahi Tama itu.

Tama terbahak dengan pertanyaan Nadia yang selalu menjurus ke arah negatif tentang dirinya.

"Emang maunya sama siapa?"

"Serius, Mas. Ih, kamu nyebelin." Nadia merajuk untuk masalah yang sebenarnya tidak ada.

"Iya aku serius, Sayang. Aku selalu datang sendiri atau sama temen."

"Temen siapa? Cewek atau cowok?"

"Cowok, Sayang. Teman di tempat kerja."  Tama menjawil dagu perempuan di sampingnya.

Di sisi lain Kota Batam juga merupakan sebuah pulau terbesar di daerah Kepulauan Riau, tetapi belum jelas diketahui dari mana asal usul literatur sejarah masa lampau di waktu Johor dan Riau masih merupakan Kerajaan Melayu.

Ada yang menyebutkan bahwa "Batam" berasal dari kata "Batang" yang diangkat dari kisah hikayat dewa penunggu tanah semenanjung pulau yang sangat labil. Saking labilnya, tanah di semenanjung itu ikut terbuai saat terkena terpaan angin kencang dari selatan. Sang dewa penunggu pun melindungi tanah semenanjung itu dengan meletakkan berbagai batang kayu yang masih berumbi menjadi sebuah barikade di belakang selatan semenanjung.

Ada lagi versi lain yang tak kalah populer dituturkan dalam kisah hikayat "Dari Nongsa ke Pulau Terong", karya Abdul Basyid dan Raja Erwan. Pada versi ini disebutkan kalau kata Batam berasal dari keberadaan pelanduk putih (seekor satwa sejenis kijang kecil atau kancil) yang sempat hidup di daerah tersebut. Meski tampak tidak berhubungan sama sekali secara tekstual, setidaknya hikayat ini dapat memperkaya khasanah hikayat tentang sejarah Kota Batam.

Versi tersebut cukup unik dengan menyebutkan kisah perjuangan hidup sepasang suami istri Bujang Jenali dan Siti Jamilun yang hidup di sebuah kampung sebelah utara pulau, yang kini bernama Batam.

Batam memiliki kekhususan mendapatkan kawasan perdagangan bebas dikarenakan memiliki basis industri yang beragam dan bernilai ekonomi tinggi. Sistem free trade zone yang berlaku di kawasan Batam merupakan rangsangan bagi para calon investor ataupun investor.

Kebanyakan tenaga kerja lokal di Batam tengah menganggur dan butuh pekerjaan. Umunya perusahaan industri malah merekrut tenaga kerja dari luar Pulau Batam. Alasanya karena banyak pekerja lokal Batam yang dikontrak dua tahun, namun belum habis masanya malah resign.

Alasan lainnya mengapa tenaga kerja luar Batam lebih bisa diandalkan adalah karena etos kerjanya yang jauh lebih baik. Sedangkan tenaga kerja lokal sulit dikendalikan, mungkin dalam hal ketidakpatuhan pada aturan perusahaan.

Tenaga kerja luar Batam memang datang ke Batam untuk bekerja. Mereka bersedia untuk tinggal di dormitori yang disediakan perusahaan, dan mau mengikuti jadwal perusahaan dengan tertib.

Selain keindahan kotanya, ternyata biaya hidup di Batam dikenal lebih murah dibanding di Jabodetabek. Adapun tinggal di Batam memiliki berbagai keuntungan yang jarang diketahui banyak orang. Selain biaya hidup yang terbilang murah, juga ketersediaan lapangan pekerjaan, hingga UMK yang tidak jauh berbeda dengan Jakarta.

Kembalinya Nadia ke kota teh obeng ini, berharap bisa mendapatkan pekerjaan agar bisa membantu biaya sekolah anak-anak dan cicilan yang masih harus ia tutup. Sebab ia paham jika tinggal bersama Tama, maka tidak ada uang bulanan.

***
Bersambung...

Bisnis Bodong (Tamat)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ