25. Bab 25

44 9 0
                                    

"Dengan ini kami jajaran direksi mempertimbangkan setiap divisi harus ada pemangkasan karyawan. Sebagaimana kita ketahui beberapa waktu ini semua usaha berhenti total. Jadi, kepada semua kepala divisi mohon untuk segera menginformasikan beberapa data karyawan yang akan masuk daftar pemutusan kerja. Tentu saja dengan memberikan upah terakhir sesuai tanggal pro rata."

"Dan untuk waktu yang tidak ditentukan, semua level menejemen akan dikenakan pemotongan gaji sebesar 50%. Kecuali karyawan level entry, mereka tetap mendaapt gaji utuh."

Perwakilan dewan direksi perusahaan Tama bekerja mengungkapkan keputusan yang sedikit mengejutkan dalam rapat akhir bulan. Pertemuan itu hanya dihadiri Direktur Utama, sekertaris, CEO dan kepala divisi masing-masing secara online melalui aplikasi meeting digital. Masa kerja masih terus berlangsung, tetapi aktifitas ekspor impor masih mengalami kendala karena lockdown. Angka pemasukan menurun tajam, sebab itu perusahaan melakukan restrukturisasi.

Tama mengusap kepalanya kasar setelah meeting selesai. Ia kebingungan harus membuat data karyawan untuk pemutusan. Rasanya ia tak cukup memiliki ketegaan itu. Beberapa perusahaan banyak yang memulangkan pekerjanya tanpa memberikan pesangon, dan hampir setengah darintotal keseluruhan karyawan. Sementara di perusahaan Tama bekerja habya meminta beberapa sesuai ketentuan rapat tadi.

Selain memikirkan pembuatan daftar data karyawan, lelaki berhidung bangir itu harus menjelaskan kepada Nadia mengenai jatah bulanan yang akan berkurang sesuai yang ia dapatkan dari perusahaan.

Tangannya lincah menekan keyboard ponsel dan menuju nomor sang istri.

"Assalamu'alaikum, Mas."

"Nad, gimana kabar di sana?"

"Alhamdulillah kami baik-baik saja. Warga sekitar mulai menunjukkan sikap panic buying. Semua masker dan hand sanitizer hampir sulit didapatkan, Mas."

"Ya, see! Makanya waktu itu Mas ingatkan untuk segera siap sedia. Begini, Nad. Ada yang ingin mas diskusikan. Perusahaan mengalami penurunan pendapatan dan kami harus melakukan pemangkasan karyawan." Tama terdengar mengembuskan napas, ia menjeda kalimatnya.

Nadia menunggu dengan harap-harap cemas. Pikirannya mulai liar membayangkan sesuatu yang tak ia harapkan. Perlahan menggigit bibir bawahnya. Sekilas menatap kedua anak-anak yang tengah mengerjakan sekolah online di meja masing-masing.

"Tadi pagi dalam rapat semua kepala divisi harus membuat data karyawan untuk dirumahkan, dan seluruh jajaran menejemen akan menerima pemangkasan gaji selama kurun waktu yang tidak ditentukan. Mas berharap kamu tidak kecewa kalau nanti biaya bulanan mungkin akan berkurang."

Nadia masih bisa bernapas lega. Meskipun harus menerima dampak pandemi yang berlangsung, paling tidak suaminya masih tetap bertahan di sana.

"Untuk jatah yang lain gak apa-apa, Mas. Asal masih bisa menutupi pembayaran sekolah anak-anak."

"Iya, pasti."

Dalam kondisi seperti ini Nadia semakin tidak tega jika tetap menutupi mengenai status Arkan sebagai siswa terdaftar beasiswa. Ia hampir saja mengatakan jika bisa saja dana itu berkurang jauh karena sudah ada pengumuman dari pihak sekolah biaya 10% untuk siswa beasiswa seluruhnya tidak dikenakan biaya selama masa pandemi, hingga waktu yang akan mereka umumkan.

Sementara Jodi yang melakukan pembayaran sekolah penuh, dikenakan potongan sebesar 10%.

Keadaan itu tidak serta merta membuat Nadia kacau karena pihak bank ynag biasa ia melakukan cicilan pun telah mehyetujui penurunan jumlah setoran setiap bulannya. Bahkan hanya dibolehkan membayar sekedarnya hanya untuk menutupi suku bunga.

Di antara himpitan keadaan, Nadia masih diberikan kemudahan yang sama sekali tak terpikirkan. Bebrapa hari saat menjelang penutupan kota, ia begitu tertekan dengan kondisi yang tak daoat diprediksi itu.

"Mas, sehat-sehat, ya, di sana."

"Iya, Sayang. Kalian juga, ya."

"Terus bagaimana dengan kontrakan rumah selanjutnya, Mas?"

"Itu nanti aku kabari sebelum waktunya habis. Kalau tidak memungkinkan untuk melanjutkan, apa kamu siap tinggal di rumah ibu lagi untuk sementara?" Pertanyaan Tama yang terakhir membuat Nadia sedikit menahan napas. Entah, harus menjawab apa.

Pertanyaan itu seolah-olah menunjukkan bahwa Tama mengerti kondisi hubungan Nadia dengan ibunya mengenai tempat tinggal. Namun, sedikitnya ia berharap sang mertua dapat menerima dan memahami situasinya.

"Baik, Mas. Nanti aku bilang ke Ibu sebelum pindahan."

"Maafin, Mas, Nad." Tama berbisik lirih di ujung telepon. Getaran suaranya menyentuh sudut hati Nadia yang sedari tadi menahan sesak, sudut matanya menghangat menjatuhkan kristal bening tanpa isak.

Aku yang seharusnya minta maaf, Mas. Lirih Nadia berbisik dalam hati.

Ujian dalam perjalanan pernikahannya seolah-olah tidak menemukan titik akhir. Entah kapan jarak jauh akan meyingkir? Kondisi tak tentu yang harus ia hadapi akankah menemukan muaranya?

"Jaga diri dan anak-anak selama Mas jauh dari kalian. Assalamualaikum." Tak kuat menahan suaranya yang hampir bergetar karena haru, Tama menghindarinya dengan menutup percakapan.

"Iya, Mas. Waalaikumsalam."

Di ujung gelap hati Tama yang tak pernah teraba kasat mata, ia merasa hentakan yang luar biasa. Pandangannya terasa kabur karena kaca-kaca yang mulai melapisi selaput bening pupil cokelat terang itu.

Luruh, rolling down! Pipi itu basah dan jemarinya harus berkali-kali menyeka dengan kasar. Meskipun ia sadar tidak ada siapa-siapa di kamar itu, tetapi membiarkan dirinya berurai air mata hanya akan meruntuhkan mentalnya.

***

Jalan utama kota telah dibuat pembatasan oleh para petugas keamanan. Hanya orang-orang yang mempunyai kepentingan dan telah melakukan vaksin virus yang diperbolehkan memasuki area itu. Keributan kembali mewarnai grup-grup whatsapp mengenai kondisi aneh ini.

Banyak berita- berita yang tak jelas sumbernya dari pihak-pihak tak bertanggung jawab, menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya. Bahkan informasi yang menunjukkan keadaan di berbagai belahan bumi dengan situasi mencekam karena berjatuhannya pertahanan kehidupan manusia. Mereka yang tak mampu bertahan di tengah suasana pandemi adalah orang-orang yang lanjut usia dan yang memiliki penyakit bawaan.

Nadia ingin tak mempercayai berita itu, tetapi faktanya memang itu benar-benar terjadi. Lebih menyakitkan lagi saat beberapa video yang menangani pasien meninggal dengan diagnosa terkena virus. Proses pemakaman hanya dilakukan oleh pihak petugas medis, tanpa dihadiri anggota keluarga dengan alasan menjaga kesehatan. Selain itu, semua anggota keluarga yang bersangkutan harus menjalani proses pemeriksaan anti gen dan tes saluran pernapasan. Untuk memastikan semua anggota keluarga terdeteksi negatif dari virus mematikan itu.

Chat customer semakin menipis. Pemilik perusahaan yang menariknya sebagai customer service online, mengurangi budget iklan seperti yang diumumkan di grup telegram khusus. Sejurus kemudian Nadia mengontrol situasi kedua bocah di tengah pelajaran yang diikuti.

Betapa terkejutnya, ketika dilihatnya kedua bocah itu kini sudah berubah posisi dari sikap duduk anteng mengahadap meja dan ponsel yang diletakkan di atas meja belajar lipat masing-masing, tiba-tiba telah tergelepar di lantai dan tak lagi fokus pada penjelasan guru yang menghiasi layar ponsel.

Ingin marah, Nadia, tetapi juga tak kuasa menahan tawa. Baru kali ini menyaksikan keadaan yang luar biasa tak terduga.

***
Bersambung...

Bisnis Bodong (Tamat)Where stories live. Discover now