28. EDELWEISS

46 9 6
                                    

Kecanggungan menerpa diri Kirei, gadis itu takut untuk masuk ke dalam rumah. Apalagi setelah ia melihat sebuah mobil terparkir di depan rumah mereka, ia sangat mengenali mobil itu, mobil yang selalu membawa Ibunya pergi. 

Tidak ada raut curiga di wajah Girald, ia malah menggoda adiknya mengenai Nathan dan pacar barunya.

"Kenapa nggak masuk?" tanya Girald yang tadinya tengah memarkirkan motornya, kini beralih menghampiri adiknya.

"Mau tungguin kak Girald dulu, aku takut," ucapnya tanpa disadari.

"Takut kenapa? Memang ada apa sih?"

"Eh, nggak gitu maksudnya, itu loh ... maksud Kiki tuh ...," perkataannya terpotong ketika Girald menarik erat pergelangan tangannya, membawanya masuk ke dalam rumah.

Di dalam, tidak ada siapa-siapa, bahkan Mamanya pun tidak terlihat. Girald yang penasaran pun lantas mengecek satu persatu bagian rumah mereka, hingga akhirnya mereka berhenti tepat di depan kamar orangtua mereka.

Perlahan Girald menempelkan telinganya di pintu kamar, terdengar suara bising dari kamar itu. Tidak ada raut terkejut di wajah Girald, ia bahkan dengan cepat membuka pintu kamar, telihat Mama palsunya bersama dengan pria lain tengah berpelukan.

"Kamu takut sama mereka?" tanya Girald pada Kirei yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya.

"Girald, sejak kapan kamu pulang ke rumah? Apa Papa kamu juga pulang hari ini?" tanya Yura sedikit panik. Namun, tatapannya malah menatap tajam ke arah Kirei.

"Oh, nggak, tenang aja. Selagi Tant- Mama nggak melakukan hal yang nggak-nggak ke adik kesayanganku, aku nggak bakal kasih tahu ke Papa," ancam Girald lalu menarik nafas dalam-dalam untuk mempersiapkan kata-katanya.

"Aku tahu selama ini Mama selalu selingkuh di belakang Papa. Jangan kira nggak tahu gimana kelakuan Mama ke Papa, selama ini aku diam karena Kirei butuh sosok Ibu. Tapi, aku salah, aku salah karena percaya dengan wanita bajingan seperti kamu." Girald beralih menatap adiknya dengan raut wajah sedih, terlihat jika ia ingin mengatakan yang sebenarnya jika Yura bukanlah ibu kandung mereka melainkan hanya ibu tiri yang tidak tahu diri.

Bukannya pembelaan dan rasa terima kasih yang ia dapatkan dari adiknya, melainkan tatapan tajam serta amarah yang siap untuk dikeluarkan.

"Kak Girald kenapa bilang begitu ke Mama. Bagaimana pun juga Mama adalah Mamanya aku, sampai kapan pun Mama tetaplah Mamaku, kenapa kak Girald sampai setega itu ngebentak dan ngomong kotor ke Mama!!" teriak Kirei kemudian menghampiri Yura, memeluknya dengan erat. Tak peduli jika tubuhnya masih terasa sakit akibat pukulan yang ia dapatkan selama ini.

Yura tidak membalas pelukan Kirei, ia masih terkejut dengan semua yang Kirei katakan barusan. Tadi, ia tidak salah dengar kan? Bagaimana bisa Kirei masih bersikap baik kepadanya, bahkan membelanya setelah apa yang dirinya lakukan pada anak itu.

"Setelah kamu tahu fakta yang sebenarnya nanti, apa kamu masih mau menerima dia?" tanya Girald terdengar putus asa.

Kirei melepaskan pelukannya, menghampiri Girald lalu berkata, "tubuhku memang masih terasa sakit karena Mama, tapi meski begitu, Mama tetaplah Mama yang aku sayang dan aku banggakan. Meski aku nggak pernah mendengar itu dari bibir Mamaku sendiri. Bukan cuma tubuhku saja yang sakit, tapi batinku juga sakit, Kak. Jadi, aku mohon, jangan bentak dan teriak-teriak lagi di depan Mama. Aku sakit mendengarnya," pinta dengan mata sayu sembari tersenyum.

Pandangannya mengabur, suara Girald pun tidak terdengar lagi di telinganya. Hanya ada suara dengung yang sangat keras menghantam kepalanya, hingga akhirnya ia tak bisa melihat apa-apa.

"Kirei! Bangun! Kamu kenapa? Maafin kak Girald, Ki!!" teriak Girald langsung menggendong tubuh adiknya seraya memeluknya dengan erat, bersama Yura yang mengekor di belakangnya.

"Pakai mobil saya saja, ya?" tawar selingkuhan Ibunya, seakan tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

"Gue nggak sudi!" bentak Girald lalu membawa Kirei keluar dari perkarangan rumah mereka, mencari taksi atau kendaraan umum lainnya.

***

Di rasa sudah sore, Nathan berpamitan kepada Mamanya untuk mengantarkan Neysha pulang ke rumah dengan selamat. Baru saja hendak pergi, mereka dibuat terkejut dengan Girald yang berteriak kencang di sebrang sana sembari membawa tubuh pingsan Kirei masuk ke dalam taksi.

"Kiki," ujar Nathan pelan.

"Itu kenapa, ya? Nggak jelas banget, teriak-teriak kayak nggak punya etika aja, apa nggak malu," cibir Neysha. Setelah mengatakan itu, ia malah memeluk erat tubuh Nathan seakan tidak terjadi apa-apa.

"Stop ngomongin orang seperti itu Sha, aku nggak suka. Asal kamu tahu, orang yang barusan kamu cemooh itu adalah Kirei dan aku juga tahu jika kamu yang bikin Kirei terluka, sekarang kamu turun aku mau nyusulin Kirei ke rumah sakit!" Nada suara Nathan sedikit membentak.

Lagi, semua ini karena Kirei. Baru saja ia merasakan kehangatan Nathan, sekarang sudah dihancurkan lagi karena Kirei. Selalu saja Kirei, Kirei dan Kirei.

Neysha yang keras kepala pun tidak mau turun dari motor, ia malah menangis dan semakin memeluk Nathan dengan erat.

"Aku nggak mau Than! Aku masih mau di sini sama kamu, bila perlu kamu ajak aku ke rumah sakit dan aku nggak bakal bikin ulah lagi," pinta Neysha semakin menjadi-jadi.

"Nggak perlu, aku udah muak Sha, ujung-ujungnya kamu ikar janji. Udah berapa kali aku bilang sama kamu, ini konsekuensinya jika kamu kencan bersamaku, aku bukannya nggak memprioritaskannya kamu, tapi Kirei juga butuh seseorang yang selalu ada untuk dia. Aku sudah berjanji itu kepadanya, sedangkan kamu semudah itu menyakiti orang yang pernah aku sayang."

"Di sini aku bingung, Than, kenapa kamu semudah itu menerima aku sedangkan kamu masih memikirkan cewek lain ketimbang orang yang saat ini lagi sama kamu, jika boleh memilih aku ingin menjadi seperti Kirei."

***

"Kiki, ayo bangun," bisik Girald sambil mengusap pelan kepala adiknya.

"Pasien mengalami trauma dan rasa panik yang berlebihan, jika hal ini terjadi maka saraf  akan memicu pembuluh kaki untuk mengendur  dan detak jantung melambat. Akibatnya darah sulit untuk kembali ke jantung."

"Ditambah lagi banyaknya bekas luka yang ada di tubuh Pasien, saya bisa menyimpulkan jika Pasien sering mengalami kekerasan, baik di fisik maupun batin."

Kata demi kata yang diucapkan Dokter barusan masih terdengar jelas di telinga Girald, jujur dirinya tidak terima dengan semua yang menimpa Kirei saat ini. Bahkan Dokter menganjurkan untuk membawa Kirei ke Psikiater setelah gadis itu sadarkan diri.

Girald hanya bisa menangis, benar kata Mamanya ada yang tidak beres dengan Kirei, Girald tidak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri karena telah meninggalkan Kirei sendirian di rumah bersama dengan Mama palsu mereka.

Tak lama berselang, Nathan datang menghampiri Girald bersama dengan Neysha di sampingnya. Namun, Kirei belum kunjung membuka matanya.

Dengan perasaan kalut, Nathan mencoba berinteraksi pada Kirei yang masih setia menutup matanya. Tapi, hal itu tidak semudah yang Nathan bayangkan, Girald malah mengusir dirinya dan Neysha.

"Kalo lo berdua cuma mau nyakitin Kirei, mending kalian keluar! Jangan lo pikir gue nggak tahu kalau lo udah bikin adik gue luka!" Tatapan Girald tak beralih sedetik pun dari Neysha.

Nathan tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menatap Neysha dari samping tanpa mengeluarkan suara apa pun. Rasa bersalah, kesal, menyalahkan dirinya, terasa mencabik-cabik relung hatinya.

-TBC.

EDELWEISS [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang