24. EDELWEISS

25 11 3
                                    

Nathan tertawa bersama dengan rintikan hujan mengenai langit-langit atap pos ronda. Jangan lupakan Neysha yang berada disampingnya.

"Sepertinya hari ini kita bolos, kak. Udah hampir jam dua belas siang," ujar gadis itu yang duduk tepat disebelah Nathan.

Nathan mengangguk tanda mengiyakan ucapan gadis disampingnya ini.

Entah angin apa yang membawa Nathan bertemu dengan Neysha seperti ini, namun disisi lain mendengar Neysha bercerita membuatnya nyaman. Semua topik yang dibicarakan gadis itu seru dan tidak ada habisnya.

Hujan masih mengguyur jalanan kota,  sedari tadi Nathan menghabiskan waktunya berdua bersama Neysha. Sampai-sampai ia lupa dengan Kirei.

"Lo kenapa nggak pulang kerumah aja?" Nathan bertanya lalu menatap lekat wajah gadis itu yang menunjukkan wajah polosnya.

"Aku mau disini temani kakak, lagi pula aku juga bosan dirumah terus. Baru pertama kali ini aku pindah sekolah senyaman ini kak, padahal sebelum-sebelumnya aku tidak pernah merasakan getaran ini." Neysha tersenyum malu-malu, tanpa sadar ia sudah menyandarkan kepalanya dibahu Nathan dengan tangan mereka saling menggenggam satu sama lain.

Nathan tidak berkata apa-apa ketika melihat tangannya yang digenggam erat oleh gadis itu. Tangannya berkeringat ditambah lagi detak jantung yang sudah tidak bisa dikontrol, sebab ini adalah kedua kalinya ia menggenggam tangan seorang gadis. Tentu saja Kirei lah yang pertama kali.

"Kak, aku mohon sebentar saja." Mata itu mengisyaratkan agar Nathan tidak pergi darinya, dapat Nathan rasakan jika tangan lembut Neysha juga sama berkeringat seperti tangannya.

Nathan masih tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya diam dan memandang langit yang kini tampak cerah.

Tanpa dirinya sadari, ia sudah menggenggam tangan itu dengan erat sampai-sampai ia tidak menyadari jika seorang gadis tengah menatap aksi mereka dengan senyum penuh kebohongan.

***

Anak itu berjalan sangat lesu, baru saja dirinya mendapat semangat kembali untuk terus hidup. Namun, melihat pemandangan tadi mematahkan semua semangatnya.

Hatinya menduga-duga jika Nathan tidak menjemputnya pulang karna asik berduaan bersama dengan Neysha.

Lagi-lagi anak itu hanya tersenyum miris sembari menatap kosong kearah langit cerah sehabis turun hujan. "Aku memang bodoh jika mencintai seseorang yang tidak membalas cintaku."

Anak itu sempat berpikir. Percuma ia cemburu tidak jelas seperti ini, jika kenyataannya dirinya bukanlah siapa-siapa.

Memasuki rumah dengan langkah gontai, suhu badannya mendadak panas dingin ketika Yura berdiri didepan pintu dengan sosok lelaki disampingnya.

Yura tidak berkata apa-apa melainkan menatap sinis anak tirinya dengan mengandeng lengan pria itu lalu mengajaknya pergi keluar rumah.

"Mama tidak pernah berubah," gumamnya pelan, takut sang Mama akan mendengar.

Air matanya seakan mau turun, kejadian hari ini membuat moodnya semakin memburuk. Ditambah lagi badannya masih merasakan sakit itu.

"Kak Girald kemana? Aku kangen," isaknya ketika telponnya berhasil tersambung.

"Gue sibuk! Enggak usah telpon," ucap Girald dengan nada kesal.

"Bilang dulu sama aku, kak Girald dimana sekarang?!" pekiknya dengan menggenggam erat telpon itu.

"Lo enggak perlu tau, yang terpenting sekarang adalah. Lo belajar yang giat supaya bisa nyusul gue disini," tegasnya.

Anak itu menggeleng kepalanya, dirinya masih tidak mengerti. Apa hubungannya dengan belajar yang giat dan bertemu dengan kakaknya.

"Maksud kak Girald ap-." Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Girald mematikan telpon itu sepihak.

"KAK GIRALD!!" teriaknya dengan wajah yang memerah.

Isak tangis kembali terdengar dari bibir tipis itu, cairan bening kini kembali membasahi pipi yang penuh dengan luka lebam.

Papanya yang entah kapan akan pulang, Girald yang tidak tahu keberadaan ada dimana. Siksaan yang terus menghantam tubuhnya, bukannya fisiknya saja yang sakit. Tapi, batinnya juga tersiksa.

Terduduk seorang diri tanpa teman, Kirei masih bisa tersenyum kepada dunia. Meskipun banyak luka yang ia sembunyikan, bahkan Nathan saja tidak mengetahui hal itu.

Pintu diketuk dengan sangat kuat entah siapa orang itu, Kirei bangkit seraya mengusap air mata yang sedari tadi membasahi pipinya.

"Ada apa Nathan kemari?" tanyanya dibalik pintu.

"Gue kira lo belum pulang. Maaf ya, Ki. Soalnya gue enggak bisa jemput lo pulang," sahut Nathan dengan raut wajah bingung. Seolah bertanya, kenapa Kirei tidak membuka,'kannya pintu?

"Enggak papa Than, aku ngerti kok. Lagi pula memang seharusnya Nathan dekat sama orang lain, jangan sama aku terus." Mendengar itu Nathan merasa bersalah, pasalnya ia sampai mengabaikan sosok Kirei demi bicara kepada Neysha.

"Maafin gue, Ki." Setelah mengucapkan itu, Nathan lantas pergi dengan raut wajah murung.

Kirei kembali menangis dalam diam, merasakan sensasi cemburu tanpa ikatan apa pun.

Jika boleh jujur, Kirei sangat peka dengan perasaannya. Dirinya juga tahu jika ia sudah menyukai Nathan sejak mereka SMP. Namun, lain halnya dengan Nathan, pemuda itu tidak pernah peka dengan perasaannya sendiri, terlalu plin plan.

"Nathan, apakah aku juga boleh bersandar dibahumu. Meluapkan rasa sakit yang kurasakan selama ini? Sama halnya dengan kamu memperlakukan Neysha?" tanyanya membatin.

Tubuhnya merosot begitu saja dilantai dingin rumahnya yang sepi.

***

Libur semester hampir tiba, itu artinya hanya membutuhkan beberapa bulan lagi Kirei dan teman-temannya akan mendapatkan pengumuman kenaikan kelas.

Sudah hampir satu bulan ayahnya tidak pulang, dan untungnya beberapa hari ini. Kirei tidak pernah mendapatkan kekerasan itu lagi.

"Yuhu sekolah aku datang!!" Kirei tersenyum kepada teman-teman sekelasnya yang menatap aneh dirinya, entah kenapa.

"Ki, lo udah tahu belum. Kalau Neysha lagi dekat banget sama Nathan," ucap Sasha sedikit berbisik.

Anak itu mengerjap pelan sesekali melirik bangku Neysha yang masih kosong.

"Bahahaha, kalian kenapa sih?! Biarin ajalah, lagi pula bagus dong kalo Atan dekat sama orang lain! Biar dia enggak ngikutin aku teruss," ucapnya berbanding terbalik dengan hatinya.

"Halah, lo tuh ya. Bilang aja cemburu enggak papa kali, Ki. Tenang aja gue enggak bakal kasih tau orang-orang." Sasha mencibir lalu meminum susu kotak milik Kirei.

"Sasha! Jangan ambil susu kotak punyaku!!" pekiknya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Aduh Sha, lihat lo nyusu kayak gitu. Gue jadi pengen nyusu juga," ucap Dion yang datang entah dari mana. Sontak Kirei dan Sasha saling pandang sebelum menimpuk kepala Dion dengan buku.

"Jorok banget pikiran lo!" Sasha tidak henti-henti memukuli Dion hingga pemuda itu tertawa terbahak-bahak, senang sekali rasanya menganggu dua orang gadis yang sangat sensitif itu.

"Hahaha njirr, pikiran lo tuh disuciin dulu. Gitu doang langsung jorok pikiran lo."

"DION!!" Dengan wajah yang memerah malu, gadis itu menutup wajahnya.

Kirei ikut tertawa, namun dibalik itu semua Kirei tidak henti-hentinya memikirkan, kemana papanya? Dimana kakaknya sekarang? Dan kenapa Nathan begitu mudah berpaling darinya.

-TBC.

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now