22. EDELWEISS

34 11 6
                                    

Menatap sepatunya yang berdebu sembari menggenggam erat tali tas ranselnya, Kirei berjalan menyusuri jalanan kota. Seorang diri tanpa teman, entah kenapa ia merasa tak enak hati jika meminta Nathan untuk mengantarkan nya pulang kerumah.

Menendang apa saja yang ada didekatnya, anak itu tertawa lepas ketika ia tidak sengaja menendang kaleng mengenai kepala si paman botak. Anak itu berlari dengan kencang, takutnya bapak itu akan marah kepadanya.

Menarik nafas dalam-dalam dengan posisi membungkuk, sesekali anak itu melihat kebelakang dan ia sangat bersyukur jika paman tadi tidak mengejarnya.

"Wuih, enggak nyangka bentar lagi sampai rumah." Dengan riang anak itu melompat-lompat, seakan ia lupa jika dirumahnya ada sosok ibu sihir yang jahat.

Senyumnya masih merekah hingga ia sampai didepan rumahnya, mengetuk pintu seraya bernyanyi seperti Ana dianimasi frozen.

Hingga senyumnya luntur ketika melihat sang Ibu dengan raut wajah masam. Langsung saja Yura menarik tas punggung anak itu dengan kasar, sampai-sampai Kirei terjerembab dilantai.

Pipinya yang memerah, tidak membuatnya membenci Ibu-nya untuk sekarang ini. Anak itu bangkit. Lalu, mencium punggung tangan Yura dengan lembut seperti apa yang sering ia lakukan selama ini.

"Tidak usah sok manis didepan saya!" Yura menepis kasar tangannya.

"Mama ... aku sa__sayaang banget sama Mama, walaupun Mama sering marah. Itu tidak akan membuat aku untuk membenci seorang Ibu yang telah melahirkanku," ucap Kirei tulus, namun ia sedikit mundur takutnya Yura akan bertindak kasar lagi kepadanya.

Hati Yura terenyuh mendengar kata-kata dari anak tirinya, ia merasa apakah semua yang dirinya lakukan akan sia-sia? Bahkan, sedari Kirei kecil. Anak itu sangat menyayanginya, setelah apa yang ia lakukan pada anak itu.

***

"Nathan, ada apa?" tanya Kirei menyembulkan kepalanya dibalik pohon besar.

"Gue kira, lo gak bakal datang," ucap Nathan dengan wajah datarnya.

Duduk disamping Nathan sambil menikmati cokelat ditangannya, lagi dan lagi harus Kirei yang memulai percakapan dengan es batu disampingnya ini.

"Gue."

"Nathan." Mereka berbicara serempak, Kirei tertawa setelahnya, tanpa sengaja Kirei memukul kepala Nathan.

"Nggak usah mukul juga," protes Nathan namun anak itu malah menjulurkan lidahnya mengejek.

"Soal anak baru dikelas lo──," jeda Nathan sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Dia, cantik ya?"

Memutar bola mata malas, Kirei tersenyum meremehkan. "Dari dulu kamu kemana saja AdhiNathan Kevindra? Temennya aku itu cantik-cantik loh, bagaimana tidak. Secara aku itu titisannya bidadari yang turun dari surga." Dengan sombongnya Kirei mengibas rambut pendeknya didepan muka Nathan.

"Apa hubungannya bidadari sama lo?" tanya Nathan mencibir.

"Karna mereka cantik, dan perlu di ingat kalau aku itu bagian dari mereka." Anak itu makin kepd-an dibuatnya.

"Bodo amat." Nathan membuang muka, niat hati ingin bercerita malah jadi seperti ini.

"Aku cantik!"

"Bodo amat."

"Aku cantik!"

"Gak peduli."

"NATHAN!" pekiknya.

"Huh ... iya lo cantik," ucap Nathan menghela nafas pelan.

Lama mereka saling berbagi cerita. Hingga satu cerita yang Nathan bagi kepadanya, membuat hatinya menahan perih rasa sakit itu.

"Jika Nathan suka, jangan disia-siain ya? Kasihan tau, aku lihat Neysha suka sama Nathan." Kirei tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya, beserta pipinya yang mengembung.

"Lo ngomong apa sih, belum tentu gue suka sama dia," ucap Nathan mencoba mengelak.

Kirei tidak mempedulikan ucapan Nathan barusan, ia malah bersender dibahu Nathan. Mencari kenyamanan disana. Pemuda itu diam seribu bahasa, ketika didekat Kirei, ia merasa nyaman begitu juga dengan Neysha. Ada apa dengan dirinya?

"Ki, kemarin lo nggak masuk sekolah kenapa?" tanya Nathan mencoba membuka percakapan, sebab rasa canggung mengisi relung hatinya.

"Masih nanya, udah lah aku males bahas yang itu Atan!" tegasnya mencabik-cabik rerumputan dibawahnya.

"Dan juga, itu tangan lo kenapa merah-merah?" tanya Nathan sekali lagi.

Anak itu panik dibuatnya, kenapa ia sampai lupa untuk memakai baju panjang ketika keluar rumah. Ia berpikir keras mencari ide untuk membohongi Nathan.

"Ohh ... ini? Heheh, aku kemarin kepleset dikamar mandi. Jadi, tangan aku yang kena pinggiran wastafel." Dengan bibir yang bergetar Kirei mengucapkan kebohongan itu.

Merasa ada yang aneh, Nathan lantas menatap mata Kirei lekat dengan tangannya berada dikedua pipi anak itu. Kepalanya semakin mendekat, pupil mata Kirei sampai mengecil ketika Nathan mendekatkan wajahnya.

"Woi! Kelean mau cipokan yak?!" teriak seseorang dan Kirei sangat mengenali suara itu. Itu Dion, si biang onar dikelasnya.

"Sembarangan kalo ngomong, filter dulu tuh mulut baru ngomong," marah Kirei ketika Dion sudah berada didekatnya.

Seperti seseorang orang tanpa dosa Dion menyeruput minuman kaleng milik Nathan sembari duduk di antara kedua anak itu.

"Panas banget anjir." Dion mengibas-ibas tangannya didepan wajah.

"DION!! Ngapain kamu disini?!" tanya Kirei ngegas.

"Hellow, ini tempat umum. Bukan tanah nenek lo." Dion mengambil ancang-ancang ingin berlari, takutnya Kirei akan memukuli dirinya.

Benar dugaannya, sekarang Kirei dan Dion tengah kejar-kejaran seperti anak kecil. Dion sampai ngos-ngosan dibuatnya.

"Rasain siapa suruh gangguin aku ahahah." Tawa kencang dari Kirei kepada Dion yang jatuh dari pohon ketika ingin menyelamatkan diri.

"Parah bener lo, bantuin napa. Sakit banget ini," rintih Dion hampir menangis.

"Cowok kok nangis? Cowok itu harus LAKIK!!" ejek Kirei.

"Sekuat-kuatnya cowok, kalo sakit tetep sakit anjirr." Dion menatap nanar sikunya yang lecet.

"Ayo Dion, kita ketempat Nathan. Sekalian aku obatin lukanya." Kirei membantu teman sekelasnya untuk berdiri, sebelum ketempat Nathan. Ia mampir terlebih dahulu kewarung terdekat.

Disana sudah ada Nathan yang memandangnya dari jarak kejauhan dengan ekspresi tidak suka. Mata tajamnya tidak berkedip sama sekali ketika Kirei merangkul Dion. Ada perasaan yang sesak didadanya ketika melihat adegan itu.

"Dari mana aja?" tanya Nathan ketika Kirei tengah mengobati luka Dion.

"Habis main kejar-kejaran sama anak tuyul," jawabnya bercanda.

"Tuyul-tuyul gini banyak duit," ucap Dion bangga dikatai seperti itu.

Nathan memutar bola mata malas, ia bangkit dari duduknya lalu meninggalkan Kirei dan Dion sendirian disana.

Menyadari akan hal itu, Kirei lantas berpamitan kepada Dion kemudian ikut mengejar Nathan yang berjalan duluan didepan sana.

"Nat-" ucapannya terputus ketika Neysha datang menghampiri Nathan dengan senyuman menghiasi wajahnya.

Anak itu memasang wajah murung, ia cemburu melihat semua itu. Nathan adalah teman dekatnya, yang tahu semua rasa sakit yang menimpa dirinya. Namun, dirinya juga harus tahu diri. Tidak selamanya Nathan bisa disampingnya, Nathan juga butuh pendamping dan dirinya yakin sosok gadis itu bukanlah dirinya.

Kaki jenjangnya berlari menembus dinginnya angin sore, ia tahu tidak seharusnya ia cemburu. Memangnya dirinya itu siapa?

-TBC.

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now