19. EDELWEISS

44 12 6
                                    

Malam itu Kirei menangis sejadi-jadinya, pukulan dari sang Mama tepat mengenai lukanya dan kembali mengeluarkan darah.

Kemana sang Papa sampai-sampai ibu tiri yang Kirei anggap ibu kandung itu memukulnya.

"Mama stop ... ini sakit sekali. Jangan pukul aku lagi," rintihnya ketika Yura menarik paksa rambutnya. Membawanya masuk kedalam kamar mandi.

"Ini akibatnya jika kamu melawan sama ucapan saya! Papa kamu pergi keluar kota selama sebulan penuh, dan kamu tidak boleh membantah satu kata pun ucapan saya, kalau tidak. Kamu bisa habis ditangan saya." Yura menyiram tubuh kecil itu dengan air yang sudah bercampur dengan batu es, menyebabkan Kirei terpekik hebat.

Tangan yang gemetar dan hampir memutih. Darah yang masih mengalir dari lutut gadis itu sudah bercampur dengan air yang mengalir.

Yura sedari tadi memukul dan terus menyirami anak itu tanpa rasa kasihan sedikit pun. Entah apa salah anak itu sampai-sampai dirinya setega itu terhadapnya.

Setelah puas mendengar isak tangis dan permohonan maaf dari anak itu, Yura pergi begitu saja dari sana dengan nafas yang naik turun.

Kirei memeluk tubuhnya sendiri, menahan dinginnya suhu tubuhnya saat ini. Perih dari lututnya masih terasa, ditambah lagi bekas pukulan yang Yura berikan padanya.

Masih tetap dalam posisi tadi, Kirei menangis sejadi-jadinya. Ingin beranjak dari sana pun rasanya sangat sulit.

"Kak Girald ... Papa ... kalian dimana?" lirihnya seraya mengusap bekas pukulan sang Mama.

**

Nathan melirik jam tangannya, masih jam setengah tujuh pagi. Namun, dirinya sudah sampai didepan pintu gerbang rumah Kirei.

Biasanya Kirei yang lebih dulu menunggunya, namun hari ini. Sosok Kirei belum menampakkan diri.

Pemuda itu gelisah dibuatnya. Nomer gadis itu tidak aktif, chatnya pun tidak dibalas. Dengan hati yang gelisah, Nathan memberanikan diri membuka pintu gerbang yang menjulang tinggi itu, namun sayang pintu gerbang itu dikunci.

"Permisi?" Pemuda itu sedikit berteriak, sesekali melirik kearah pintu rumah itu.

Lama ia menunggu hingga akhirnya Kirei datang dengan celana panjang dan hoodie yang menutupi hingga keatas kepala. Tentu saja gadis itu tidak mengenakan baju sekolah seperti biasanya.

"Lo kenapa belum siap-siap?" tanya Nathan.

Anak itu menggeleng dengan pelan seraya menunduk lalu berkata. "Aku nggak sekolah Than, badan aku sakit semua."

Setelah mengatakan itu, Kirei langsung masuk kedalam rumahnya dan tentu saja membuat hati Nathan bertanya-tanya.

"Kiki, lo kenapa?" gumam Nathan bertanya.

Dengan berat hati ia meninggalkan rumah Kirei lalu melajukan motornya kearah sekolah. Pikirannya sedang kacau saat ini, tidak ada Kirei disampingnya. Namun disaat itu juga ia dibuat bingung dengan sifat Kirei yang berubah drastis seperti sekarang ini.

Berjalan seorang diri melewati para adik kelas yang memandang dirinya seolah berbisik, "Tumben gak sama tuh cewek." menurut Nathan itu hanyalah hal sepele dan tidak perlu dibesar-besarkan.

"Kak Nathan!" seru Neysha dari kejauhan.

Nathan memicingkan matanya lalu berbalik badan dan berputar arah agar tidak bertemu dengan gadis gila menurutnya itu.

Baru saja dirinya ingin melangkah, Neysha sudah sampai lebih dulu dihadapannya. Nathan memandang Neysha dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kirei mana kak?" tanya Neysha tampak basa basi.

Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontar,'kan oleh gadis itu, Nathan dengan sengaja menabrak bahu gadis itu membuatnya meringkis kesakitan. Namun, Nathan adalah Nathan. Ia tidak akan peduli dengan orang-orang yang ingin masuk kedalam kehidupannya.

"Kak Nathan selalu saja gitu, huh." Neysha menunduk kan kepalanya lemas sembari mengusap bahunya yang terasa sakit, lagi-lagi usahanya gagal mendekati seorang Nathan─ walaupun saat ini tidak ada Kirei disamping pria itu.

**

Dikediaman keluarga Andre. Yura tampak menyeruput teh panasnya sembari membaca majalah diruang tamu rumah mereka. Sedari tadi Kirei menatap ibunya dari kejauhan dengan tatapan menyakitkan.

Sembari memegang bagian perutnya yang berbunyi sedari tadi sebab dari kemarin sore Kirei belum makan apa-apa.

Hawa tubuhnya terasa panas, pening melanda dirinya saat ini. Namun, apa boleh buat pekerjaan rumahnya belum selesai. Maka, mau tak mau ia harus melakukan itu semua agar mendapatkan makanan dari ibunya.

Tanpa sengaja mata Kirei bertatapan langsung dengan mata sang Mama, dengan cepat Kirei membuang muka dengan berpura-pura menyapu.

"Lihatlah mas, akan ku hancurkan perlahan-lahan anak kesayangan mu itu," gumam Yura membatin dengan tersenyum sinis melihat Kirei dari kejauhan.

Pintu dibuka dengan sangat kasar, menimbulkan bunyi yang lumayan keras membuat Yura yang tadinya menatap Kirei kini beralih menatap anak sulungnya yang tidak pulang dari tadi malam.

Kirei berjalan mendekati Girald dengan susah payah, sebab kakinya masih terasa sakit. Kirei datang memeluk tubuh sang Kakak namun sayang Girald langsung melepas pelukan itu dengan kasar, menatap tidak suka adiknya.

"Awas! Gue mau tidur jangan halangi jalan gue." Girald mendorong tubuh adiknya hingga mentok dikursi sofa ruang tamu itu.

Dengan berat hati Kirei menjauh dari Kakaknya, padahal ia sangat tahu hanya Girald lah yang bisa membantunya menyelesaikan masalah ini. Namun, apalah daya keadaan Girald juga sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

"Bagaimana rasanya diabaikan oleh orang yang sangat kamu sayangi manis?" tanya Yura tepat ditelinga gadis itu.

Gadis itu menggeleng, ingin menangis pun rasanya percuma. Terlalu sulit jika ingin melawan sang Mama. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya, soal perutnya yang kelaparan itu akan menjadi urusan belakang nantinya.

"Aku bingung, kenapa semua orang dirumah ini berubah kepada ku." Gadis itu menatap ponsel yang sedari tadi ia genggam, ingin sekali dirinya menelpon dan memberi tahu sang Papa jika Mamanya memukulnya tadi malam. Namun, lagi dan lagi dirinya tak mempunyai keberanian.

Ponsel itu berdering menandakan ada pesan yang masuk diroom chat gadis itu. Dan ternyata pesan tersebut dari teman sekelasnya.

💬Vino ice cup

Pe
Ler
Kenapa kagak sekolah?
Bolos kagak ngajak, ah gak asik.
Kirei?

Anda 💬

Ahahaha bodo amat 🖕

Senyumnya mengembang hingga menampakkan deretan gigi putihnya, gadis itu dengan cepat menutup room chatnya kemudian menaruh asal ponselnya sebelum dirinya merebahkan tubuhnya diatas kasur.

Matanya memang sudah terpejam, namun rasa kantuk itu tergantikan dengan rasa lapar yang semakin melanda dirinya. Ia bangkit dari acara baringnya, mencari sisa uang sekolah disaku baju sekolah. Dan untungnya uang itu masih banyak sebab setiap sekolah Kirei tak pernah mengeluarkan biaya sedikit pun.

Gadis itu kembali mengembangkan senyumnya ketika menatap beberapa lembar uangnya yang cukup untuk membeli makanan diluar.

Tiba-tiba saja dari arah jendela kamarnya, ia mendengar seseorang yang memanggil-manggil namanya.

"Kiki~ hoi ... Kiki," panggil seseorang dan Kirei mengenali suara itu.

-TBC.

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now