11. EDELWEISS

52 27 7
                                    

"Kata Dilan, bisa ku hanya mencintaimu. Tapi kataku, bisa mu hanya memberi harapan tapi nggak jadian."

- Kirei Nashira -

Sarapan dan berangkat kesekolah sudah menjadi keseharian bagi gadis berusia enam belas tahun itu. Ia masih meminum susunya, kemudian berpamitan dengan kedua orangtuanya.

Seperti biasa Kirei berangkat kesekolah bersama dengan Girald yang memang sering mendapatkan jadwal kuliah pagi.

"Nanti pulangnya bareng Nathan aja ya? Gue nggak bisa jemput siang ini," ucap Girald, Kirei hanya mengangguk paham.

Baru saja ingin melangkah kan kakinya memasuki pintu gerbang, dirinya sudah ditahan oleh satpam dan beberapa orang anggota Osis.

"Dasi lo mana? Sepatu hitam bukan putih, baju jangan dikeluarin," cerocos salah satu kakak Osis itu dengan matanya melotot tajam ke arah Kirei.

"Dasi ada ditas, sepatu hitamnya lagi basah belum kering, bajunya gak bakal aku keluarin kok tenang aja kalo gitu izinin aku masukk," ucap Kirei panjang lebar.

"Lo harus dapet hukuman karna melanggar peraturan sekolah," kata kakak itu dengan tangan disilang diatas dada.

"Ish tapi kan─."

"Ayo masuk Ki, jangan ladeni ucapan mereka," ucap Nathan yang tiba-tiba datang dengan raut wajah datarnya tanpa secercah senyum sedikit pun.

"Lah? Kok gitu sih Than?" tanya salah satu anggota Osis yang sedari tadi hanya diam saja.

"Suka-suka gue lah," jawab Nathan langsung menarik pergelangan tangan Kirei, membawanya masuk kedalam lingkungan sekolah.

Beberapa anggota Osis itu hanya bisa mengumpat kesal dengan apa yang Nathan lakukan tadi. Gadis itu sangat Nathan lindungi dan ia jaga dengan sepenuh hati, tidak ada yang bisa menyentuh gadis itu ketika dirinya bersama dengan seorang Nathan.

"Lepasin!" pinta gadis itu, Nathan langsung memberhentikan langkahnya.

Nathan beralih mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi ia pegang dan bisa-bisanya Kirei tidak melihat apa yang ada ditangan kanan Nathan.

"Ngapain sih?" Nathan tak menjawab pertanyaan Kirei ia disibuk kan mencari sesuatu didalam sana.

Nathan maju selangkah hingga menepis jarak diantara nya, matanya sibuk membenarkan kera baju gadis itu hingga terpasang dasi disana.

Dengan susah payah gadis itu menelan salivanya, jantungnya berdetak tak karuan ditambah lagi kondisi mereka saat ini berada ditengah-tengah lapangan. Banyak pasang mata yang melihat mereka sedari tadi.

"Ganti sepatu lo, gue liat selama tiga hari ini lo sering melanggar aturan sekolah." Kirei berdecak lalu segera mengambil sepatu ditangan cowok itu, kemudian mengganti sepatunya menjadi berwarna hitam.

"Maafin Kiki, sengaja mau bikin Nathan kesel. Kiki ngambek malah Nathan ikut-ikutan, cih dasar nggak peka!" sindir Kirei, Nathan hanya tersenyum tipis.

"Lain kali jangan kayak gitu lagi," tutur Nathan seraya memasukan sepatu berwarna putih gadis itu kedalam paper bag, kemudian membawanya menuju kelas bersama Kirei disampingnya.

Tangan mereka saling menggenggam satu sama lain, seperti biasa mereka tidak merasa malu dengan apa yang mereka lakukan didepan umum misalnya.

"Kalian berdua ya pagi-pagi sudah pacaran saja, masuk kelas! Bentar lagi bel masuk," ujar Pak Rudi ketika kedua pasangan itu lewat begitu saja didepan matanya.

Kirei dan Nathan saling menatap satu sama lain lalu pecahlah tawa mereka didepan guru itu.

"Sirik aja bapaknya," ucap Kirei sambil mendusel lengan Nathan.

Pak Rudi sedikit menurunkan kacamatanya sambil geleng-geleng kepala. "Parah kamu nack! Bisa-bisanya mesra-mesraan didepan bapack kalian yang jomblo ini," ucap Pak Rudi dramatis seraya mengusap-usap dadanya.

"Jomblo dari mana pak? Istri ada tiga masih aja tebar pesona." Kali ini bukan Kirei yang membalas ucapan Pak Rudi melainkan Nathan yang menyauti.

"Heh! Kamu itu diam saja, jangan ngasal buka rahasia bapak deh. Mau nilainya saya turunin satu angka?" Pak Rudi merangkul pundak Nathan kemudian berjalan sedikit menjauh dari gadis itu.

"Cuma satu angka doang pak nggak papa buat saya mah." Nathan melepaskan rangkulan dari guru sejarahnya itu, lalu mengambil tangan Kirei membawanya menuju kelas meninggalkan Pak Rudi yang masih tercengang.

•••

"Nanti pulangnya bareng gue ya, gue tunggu didepan kelas lo," ucap Nathan berlalu pergi tanpa mendengarkan penolakan dari gadis itu.

Kirei berdecih pelan dengan raut wajah kesal, gadis itu masuk kedalam kelasnya kemudian memposisikan duduknya.

"Ntar pulang sekolah bareng gue ya?" tawar Alvino yang datang tiba-tiba dari arah pintu.

"Aku bareng Nathan, sorry banget." Alvino hanya bisa mengumpat dalam hati, ia lebih memilih mengangguk lalu kembali ke mejanya.

Seperti biasa hari ini dikelas mipa 3 sedang jam kosong, kelas kembali gaduh seperti biasa. Namun, Kirei sepertinya sedang tobat. Gadis itu kini tengah menulis dibuku berwarna pinknya tanpa mempedulikan kegaduhan yang tengah terjadi.

"Gengs, kali ini gue bakal bawain satu lagu buat kalian!" teriak Dion dengan dasi ia ikat kan di kepalanya, tak lupa juga sapu sebagai pengganti microphone nya.

"Udahlah suara lo tuh pas-pasan sok-sok jago aje lu ... haha," sahut Sasha── teman sebangku Kirei─ kepada Dion.

"Awas aje lo ye kalo lo ntar terpesona sama suara dan kegantengan gue, secara gue yang paling ganteng dikelas ini," cibir Dion enteng, sepertinya pemuda itu lupa jika Sasha tipe cewek yang tidak bisa dibantah ucapannya.

"Gue aduin sama bapak gue lo ya, bapak gue polwan!!" Sasha menatap sinis Dion dengan nafas yang naik turun.

"Polwan matelo belok." Dion maju mendekati Sasha dengan tersenyum jahil lalu meraih tangan gadis itu, ia sedikit membungkuk kemudian mendekatkan punggung tangan gadis itu kearah bibirnya.

Sontak semua yang ada didalam sana berteriak histeris, belum sempat punggung tangan itu mencapai bibir Dion, Sasha lebih dulu menarik tangannya kasar kemudian sontak menampar pipi Dion dengan sangat keras.

"Aww, sakit beb, kena kdrt mampus lu. Mau gue laporin hm? Jangan ih nanti gue kagak dikasih jatah lagi," ucap Dion dengan sebelah alisnya yang naik turun, tangan satunya lagi ia gunakan untuk mengelus pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu.

"Jatah pala lo! Lo kira gue cewek yang sering Open BO!" Sasha berdiri dari duduknya tangannya sudah mengepal kuat siap untuk memukul rahang mulus lelaki di depannya ini.

Dion tertawa keras melihat ekspresi dari gadis didepannya ini, bagi Dion mengganggu Sasha adalah prioritasnya setiap hari. Bukan hanya di sekolah saja, tapi juga digrup kelas selalu saja seperti itu. Terkadang grup kelas ramai akibat dua anak manusia yang sering bertengar setiap harinya.

"Lo milik gue sekarang, gak ada penolakan!" tekan Dion.

Kelas yang tadinya gaduh sekarang senyap hanya ada sahutan dari Sasha dan Dion saja, mereka sibuk menonton sesekali tertawa keras melihat aksi keduanya.

"Heh?! Lo bukan cowok wattpad sering ngomong gitu iww."

"Gue bisa jadi apa yang lu bilang itu, lagian gantengan juga gue dari pada cowok-cowok disana." Oh sial sepertinya tingkat ke pd-an Dion sudah dilevel darurat!

T B C

EDELWEISS [On Going]Where stories live. Discover now