43. lurus

5 1 0
                                    

"Aww!"

Liana meringis melihat jari telunjuknya tak sengaja tersayat pisau, Nata yang mendengar langsung sigap berlari ke arah dapur beserta wajah panik. Ia baru datang kerja habis isya.

"Sayang, hati hati dong. Luka kan jadinya." Nata mengambil obat luka dan segera mengobati dengan penuh khawatir. Membawa Liana ke meja makan, Liana diam membiarkan Nata mengobati jemarinya yang terluka.

"Kakak kemaren ke caffe?" Liana membuka suara, dengan tatapan kosong.

"Iyaa, ada rapat sebentar."

Perlahan suara Liana memelan, "Bareng siapa aja?"

"Bareng Ustadzah sama Ustadz Ustadz yang lain, kenapa?"

"Ustadzah Indah ada di sana?"

Deg!

Nata mematung, "A-ada."

"Bukannya udah resign?"

"Aku nggak tau kenapa dia jadi ada di sana."

"Kakak selingkuh dari aku?"

Alis Nata menukik ke bawah, "Maksud kamu apa?"

Belum Liana menjelaskan, air matanya sudah mengalir deras namun tak bersuara. Nata sangat bingung dengan apa yang dibahas, ia cuma rapat kemarin, tak ada kejadian apa apa.

"Aku liat Kakak foto bareng sama Ustadzah Indah."

Nata menyeka air mata Liana namun segera ditepis Liana, "Kamu liat dimana, Liana?"

"Kakak nggak perlu tau, aku tau dari mana aja. Jawab aku sekarang, apa Kakak masih cinta sama Ustadzah Indah?"

Nata terdiam sejenak, ia berusaha menenangkan diri yang diserang panik sebab istrinya mulai curiga. Kemudian ia memandang Liana dalam dalam.

"Kak, apa yang kurang dari aku, aku bisa perbaiki. Aku berusaha jadi istri yang baik untuk Kakak, aku mencari surga karena aku ingin ke surga. Aku tau aku banyak kurangnya, aku nggak kaya wanita di luar sana yang akhlaknya sholehah, tutur katanya baik dan rajin ibadah. Aku ini orang awam, Kak. Aku butuh Kakak buat nuntut aku ke jalan yang lebih baik lagi."

"Aku minta maaf karena aku masih gini, tapi sejauh ini aku berusaha berubah supaya Kakak meridhoi aku."

Nata memanggil lembut, "Liana..."

"Aku nggak mau cintaku di bagi, apa yang Kakak mau aku turutin. Asal jangan selingkuh, Kak."

Nata hendak memeluk namun Liana lebih dulu mendorong tubuhnya, menolak pelukan. Nata merasa ditampar sebab Liana menolak mentah mentah. Merasa hatinya tergores lalu berdarah

"Aku pengen Kakak merenungi kata kataku." Liana melenggang pergi dan masuk kamar meninggalkan Nata yang tengah di hujani air mata.

Satu jam kemudian, kenop pintu perlahan terbuka. Suara decitan pintu sangat nyaring kala suasana senyap. Terdiam sejenak, ia berdiri di bibir kasur, dilihatnya sang istri tengah berbaring membelakanginya. Di sisi lain, Liana berusaha tak menimbulkan suara isakan tangis karna sungguh hatinya sakit hingga akan meledak.

Nata merasa kurang, sebelumnya kalau mau tidur ia selalu dicium Liana. Tapi malam itu berbeda, hanya suara angin dari kipas angin memenuhi ruang yang gelap, tak ada sentuhan, tak ada candaan sebelum tidur. Matanya terpejam kala Liana mengecup pipinya dari belakang.

Pagi hari, Nata sarapan di dapur kaya patung, tak bicara sepatah katapun. Kemana sifat ceria Liana? Hanya suara dentingan sendok garfu yang menemani sarapan pagi hari. Liana bicara seperlunya, itu pun nada bicaranya terdengar dingin dan cuek.

Anata!Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ