42. Datang lagi

5 2 0
                                    

Usia kandungan sudah menginjak lima bulan. Tepat jam tiga dinihari, Liana menangis tersedu sedu di atas kasur usai Nata sholat tahajud sendirian karena sang istri datang bulan. Dengan sigap Nata menghampiri Liana lantas bertanya.

"Kenapa, Sayang?"

Sambil sesegukan, ia memeluk Nata dan berkata, "Kak, mau es krim coklat sekarang."

Nata menatap horor istrinya, "Beneran? Ini masih tengah malem lho."

Liana kembali menangis dan mengurai pelukan, pasti Nata tak mau menurutinya. "Ya udah, nggak dipenuhin juga nggak papa."

"Ya udah, ayo tidur."

Baru hendak merebahkan diri, Nata mendapat tatapan sengit. Kedua alis sang istri menukik ke bawah, tak ketinggalan dengusan nafas kasar.

Kembali memeluk, Nata mengelus kepala Liana, "Iya iya sayang, aku berangkat nyari es krim sekarang."

Menggigil di perjalanan, Nata sekuat tenaga menahan udara malam yang menembus sampai ke permukaan kulit walau ia memakai jaket tebal. Ada ada saja, Liana ngidam minta di belikan eskrim jam tiga malam. Tapi demi istri tercinta, Nata menyanggupi apapun itu.

Karena banyak toko tutup, akhirnya Nata sedikit lama berkeliling di jalan. Sorotan lampu terang mengalihkan pandangan Nata, membawanya ke kedai yang buka 24 jam.

Balik ke rumah, Nata membawa sekantong es krim. Liana terkejut karena Nata banyak sekali membawa eskrim berbagai macam, diborong satu lemari es.

Liana membuntuti Nata ke dapur, Nata sibuk menyusun berbagai es krim ke dalam freezer. Karena berbadan pendek, Liana sambil loncat loncat melihat aktivitas Nata. Nata mengambil varin coklat dan menutup pintu kulkas, menyodorkan es krim coklat pada Liana.

"Ini kan?" tanya Nata langsung mendapat anggukan oleh Liana.

"Maaciihh, Kak."

Duduk di meja makan berdua, Nata menyenderkan pipi pada tangannya, mengunci pandangan hanya pada Liana. Senyum ceria dari sang istri keluar hingga gigi taringnya nampak. Setelah membuka es krim, Liana menyuapi Nata, sontak Nata heran.

"Kok kamu suapin aku? Bukannya kamu mau eskrim ya? Kenapa kamu nggak makan es krim nya?"

Menggeleng kepala tanpa beban, ia menyumpal mulut Nata dengan es krim.

"Aku pengen nyuapin suami makan es krim."

Nata membuang nafas berat, "Jadi, kamu ngidamnya mau nyuapin aku makan es krim tengah malem?"

"Iyaaa."

"Ya Allah..."

Nata mulai ngantuk lagi karena badannya agak lelah. Liana berhenti menyuapi dan memandangi Nata saja dengan gaya menyenderkan pipi pada tangan.

"Kak, Reza gimana kabarnya?"

Nata spontan mendelik, "Ngapain nanya Reza?"

Alis Liana naik satu, "Kenapa emang kalau aku nanyain Reza? Nggak boleh?"

Nata membuang nafas kasar, "Jangan cari ribut sayang, masih tengah malem. Besok aja kalau mau ribut."

"Aku nggak cari ribut. Aku nanya karena Ara yang minta tolong tanyain ke Kakak."

Nata mengambil sendok es krim dan memakan es krim lagi supaya tak mengantuk, "Hal apa?"

"Reza udah ada cowok belum?"

"Hah?" Nata kaget, berasa serangan jantung.

Liana mengibas tangan, "Nggak nggak, cewek cewek! Maksud aku dia udah ada cewek apa belum?"

"Belum," balas Nata, "dia mah pengabdi jomblo."

"Sekarang ada yang lagi dia suka nggak?"

Nata berfikir sejenak mengingat. Memang sedari dulu tak pernah mendengar bahwa Reza dekat dengan gadis mana pun. Kalau pun ada, itu juga gagal, contohnya mau mengkhitbah Liana, taunya udah ditikung Nata.

"Nggak ada kayaknya," ucap Nata yakin.

"Fix nggak ada ya? Nanti aku bilang ke Ara."

Nata mengangguk tanpa beban, lantas menyuapi Liana es krim yang segera di makan Liana, "Reza juga kemarin nanyain tentang Ara ke Kakak."

"Nanya apa dia, Kak?"

"Katanya, Ara udah ada ikatan belum sama cowo lain?"

Kemudian kedua pasutri ini sama sama tersenyum penuh arti, mereka tos dan menjawil hidung bergantian.

"Comblangin yuk!" ajak Liana.

"Gas lah!"

♡♡♡

Usai sholat subuh berjamaah, Liana tak bisa lagi menahan kantuk sebab kurang tidur. Bukan tidur di kasur, tepatnya di paha Nata, mana belum lepas mukena. Air wudhu membuat mata Nata kuat tak mengantuk lagi. Sembari mengelus lembut kepala sang istri, ia membaca Al Qur'an dengan nada khas, sehingga Liana tertidur nyenyak di pangkuannya.

Pagi pagi buta, Nata cepat cepat mau berangkat ke salah satu cabang toko roti yang memiliki kendala. Melihat suaminya kesana kemari, Liana panik gelabakan, ia berlari keluar rumah lantas menyiapkan sepatu beserta kaos kaki.

Memasang sepatu bagai kilat, Nata berdiri lantas mencari kunci sepeda motor, "Sayang, Kakak berangkat yah. Assalamualaikum." Lelaki itu berlari menuju bagasi

"Walaikumusalam, Kak. Hati hati."

Sesaat kemudian, Nata kembali lagi, Liana fikir ada yang ketinggalan, nyatanya benar.

Cup!

Mata Liana melotot, Nata berbalik buru buru dan menggas sepeda motor. Liana meluruh ke bawah, mungkin ciuman di pipi hal biasa, tapi ciuman sekilas di bibir membuatnya tak bisa berkata apa apa. Setiap kali di cium, selalu saja Liana membeku di tempat.

Dari pagi ke siang, Liana masih saja mengingat kejadian ketika suaminya berangkat kerja, ciuman itu masih terbayang bayang. Sambil menyapu, ia cengar-cengir, tidak menyangka punya suami semanis Nata.

Tok tok tok!

"Kak?"

Liana berseru senang, ia fikir Nata cepat pulang. Merapikan hijab instan sebelum membuka pintu, sempat saja ia mempoles secuil lipcream di bibir, agar sedikit menarik di mata suami. Tangannya membuka kenop pintu perlahan, senyuman Liana pudar seketika.

"Ustazah Indah?"

"Assalamualaikum, Liana?" sapanya penuh hangat.

Liana mempersilahkan masuk Indah dengan sopan, menuju dapur, Liana menyiapkan secangkir teh hangat dan beberapa cemilan untuk menemani berbincang. Kembali ke ruang tamu, Indah teralihkan perhatian ke perut Liana yang agak berisi.

Sambil menyeruput teh hangat Indah bertanya, "Gimana kabar? Udah hamil ya?"

"Alhamdulillah, Ustadzah. Udah lima bulan," balas Liana mengelus perutnya

"Alhamdulillah, semoga lancar persalinannya."

Liana merasa was was, merasa janggal, "Ngomong ngomong, ada keperluan apa Ustadzah datang kemari?"

"Saya cuma mau menyampaikan, suami kamu, Nata..."

Liana terkejut lantas memegang perutnya.

"Mengajak saya ketemuan di caffe."

"Suami saya nggak mungkin begitu, Ustadzah. Lagi pun kemana suami saya pergi, dia selalu mengabari saya."

Indah membuka ponsel dan menunjukkan sebuah foto dimana mereka berfoto berdua. Kaki Liana mendadak lemas, kepalanya perlahan pusing. Indah menyimpan kembali ponselnya dan berdiri dari duduk.

"Saya harap suami kamu benar benar lupain saya. Kalau masih gatal sama bujangan seperti saya, saya jamin hubungan kalian nggak akan lama."

♡♡♡

Anata!Where stories live. Discover now