40. begini

15 1 0
                                    

Haura duduk termenung di samping pohon, ia melamun sembari mematah matahkan dedaunan kering.

"Hau, lo gue cari ke mana mana, tau nya di sini!" Seru Liana menepuk lengan Haura.

Lamunan Haura buyar seketika dengan kedatangan makhluk astral, ralat, makhluk berisik seperti Liana. "Lagi mikirin apa lo?"

"Harun, suka sama santri kelas sebelah, Li." Liana seketika terdiam mendengar penuturan Haura. Apa? Harun berpaling dari Haura? Itu tak boleh terjadi.

Liana merangkul pundak Haura, "Tenang, gue bakal gali dulu info tentang Harun ke Ustadz Nata dulu. Nanti gue kasih tau kalau gue dapat info."

Perlahan sumringah, Haura membuang muka karena tak ingin wajah merahnya dilihat oleh Liana. "Bener yah?" ujar Haura meyakinkan.

"Iyaa, santai aja. Harun bakal gue eksekusi kalau goda godain cewe lain."

Kalau masalah Harun dan Haura, Liana maju paling depan. Ia tak ingin siapapun menghalangi hubungan mereka, Liana ingin mereka bedua berjodoh. Haura yang sedih kini bisa tertawa sebab Liana melempar beberapa jokes ketika mereka duduk santai.

Setelah suasana hati Haura membaik, mereka berjalan menuju kelas. Namun, ada satu yang menghalangi pemandangan jelek di depan mata. Eva.

"Kak Nata!"

Nata menoleh ke belakang, mendapati Eva berjalan ke arahnya sembari membawa tas kecil. Jidat Nata mengerut, "Eva, ngapain ke sini?"

Eva merogoh sesuatu dalam tas, rupanya itu kotak makan, "Aku buatin buat Kakak, di makan ya."

Nata perlahan mengambil kotak makan tersebut namun Liana lebih dulu merebut, "Ah kamu buatin bekal makan buat Kak Nata? Aaaa so sweet banget!"

Eva beralih menatap Liana nyalang, "Iya, buat Kak Nata."

Liana cemberut, "Kak Nata aja yang di buatin, aku nggak?"

Nata mengacak pucuk kepala Liana, "Kamu laper kah sayang?"

Ekspresi Liana memelas, "Heem laper, Ayangg."

Mendadak dunia jadi milik Liana dan Nata, tak perduli dengan Eva yang masih berdiri membeku di tempat.

"Ya udah, kamu makan bekal ini dulu, nanti kalau pulang kita makan bakso," Nata beralih ke Eva, "Eva, makasih makanannya."

Tangan Nata ditarik Eva, "Kak, anterin pulang."

Nata melirik sang istri, Liana sudah hampir terbakar melihat tangannya dan tangan Eva berpegangan. Sontak Nata melepas pelan, "Saya sibuk, masih ada yang di urus. Kamu pesen ojek online aja. Maaf ya."

Nata merangkul pundak Liana, ia tau istrinya cemburu, "Sayang, mau makan apa selain bakso?"

"Kak!" Liana melepas pegangan Nata dari pundaknya, "Eva itu kenapa sih? Pake bawain bekal segala ke sini."

"Emang kenapaa?"

"DIA ITU, CE ACA PE E PER, CAPER!!!!!"

"Bisa nggak sih, Kak. Eva pulang aja ke rumah dia sendiri. Ganggu banget. Udah satu minggu kerjaan dia kalo nggak makan sama tidur, godain Kakak malem malem. Nggak sopan!" cerocos Liana terkuasai emosi.

Nata tak ada pilihan selain menenangkan istri kecilnya dengan memeluk, "Maaf, kamu jadi terganggu sama Eva. Nanti aku fikirin caranya."

Liana merasa hangat dan amarahnya mulai mereda. "Maaciiih," ucapnya manja.

Sesampainya di rumah, Liana berjalan bergandengan, mereka berpisah sementara. Nata menuju toilet, Liana bergantu baju ke kamar. Lelaki itu membasuh wajah menenangkan fikiran, ia melihat pantulan diri di cermin, tampan kok, fikirnya.

Anata!Where stories live. Discover now