10. Astaghfirullah, Liana!

15 6 0
                                    

Nata terbangun dari tidur, melirik ke bawah, seluruh badan sudah ditutup selimut. Ia melihat sebuah nampan berisikan cemilan ringan serta air di atas nakas. Pelan pelan mendudukkan diri, ia mengambil gelas dan meminum air tersebut. Sejenak, dirinya berdzikir, menggerakkan jari jemari sambil berkomat-kamit. Matanya mengarah ke arah jam, sudah pukul sembilan malam, seharusnya santri sudah pada pulang.

Nata keluar UKS dengan wajah pucat, berniat ke tempat wudhu dan segera melaksanakan sholat isya. Baru saja Nata memakai sendal, ia bertemu Ustadz Yusuf dan Ustadzah Indah. Mereka berdua rada kaget melihat wajah Nata.

"Ustadz, baru bangun?" tanya Indah menahan tawa.

Nata menggosok wajah dengan telapak tangan, "Heem, mau wudhu, belum sholat isya."

Yusuf agak tercengang disitu, ia menatap Nata dengan tatapan horor, membuat alis Nata menukik ke bawah. "Kenapa, Ustadz?"

Masih dengan ekspresi yang sama, tanpa bicara, ustadz Yusuf mengeluarkan gawai dari kantong bajunya dan mengarahkan layar pada Nata. Nata membelalakkan mata ketika melihat wajahnya penuh coretan spidol, ada bentuk hati, bentuk bintang, bahkan bentuk bunga.

"Hayo Ustadz, ada yang dendam kayanya sampe iseng kaya gitu." Indah menunjuk dengan dagu.

Jangankan mereka, Nata sendiri juga bingung, mengapa wajahnya jadi begitu, penuh corat coret spidol. Yusuf dan Indah masih saja tertawa, tiba tiba Nata salah fokus ke tangan Indah yang disana ia tengah memegang sebuah spidol.

"Ustadzah Indah ya, yang ngisengin saya?"

Pertanyaan itu mengejutkan Indah, "Hah, Ustadz bilang saya yang ngisengin?" Indah menunjuk dirinya sendiri.

Nata tertawa kecil, "Ngaku aja, Ustazah. Saya ga bakal marah juga."

"Oo jadi yang iseng sama Ustadz Nata, Ustazah Indah ya?" Gaya gaya mengejek, Yusuf melihat Indah tersipu malu dan salah tingkah. Nata reflek cengar-cengir sendiri, karena tidak apa apa jika di isengin terus asal itu Indah, Nata tak marah.

♡♡♡

Keesokan harinya

Liana menyipitkan mata, kedua tangannya erat berkerja sama mengarahkan ketapel, mengunci sosok laki laki yang akan dijadikan sasaran. Saat ini ia bukan berada di kelas, melainkan berada di kantin, disaat yang lain sibuk menghafal, Liana membolos karena ia sudah pasti akan disemprot oleh Nata, begitupun dengan Harun, setiap hari menceramahi Liana karena tak lancar lancar menghafal walau dua ayat.

Bukan batu yang berada di pertengahan karet ketapel Liana, melainkan gumpalan kertas kecil sebesar kelereng. Ia mengunci pergerakan sosok Nata yang terlihat stress berjalan kesana kemari. Ditambah dengan Harun dengan wajah panik, sudah pasti mereka mencari Liana, yang dicari malah bersembunyi di bawah meja kantin, dengan sedikit lubang yang dapat melihat barisan kelas.

Nata ngos ngosan, bertemu dengan Harun di persimpangan kelas, "Udah ketemu sama Liana?"

Harun sama lelahnya, ia terduduk di lantai, "Ga ketemu, Ustadz."

Nata menepuk jidat, tak habis pikir dengan kelakuan Liana yang hampir setiap hari membuatnya sakit kepala. Gadis itu paling lambat menyetor hafalan, dan kalau murojaah sering ketiduran, belum lagi setiap hari mendengar perdebatannya dengan Harun. Nata merasa tidak kuat, ingin melambaikan tangan ke kamera.

Harun kembali bangkit, "Ustadz, kaya gini aja deh. Ustadz cari di UKS, saya nyari di kantin, kita mencar."

"Oke, nanti kalau ketemu saya jewer telinganya." Nata mengiyakan sembari mengacungkan jari jempol. Kakinya melangkah menuju UKS, menelusuri sudut manapun di dalam ruangan tersebut.

Anata!Onde as histórias ganham vida. Descobre agora