21. Ngeblush

17 6 0
                                    

Liana membuka bungkusan yang dibawa oleh Nata. Jujur saja, semenjak Nata datang, ia penasaran sama isinya. Setelah dibuka, kedua mata Liana berbinar, di iringi dengan mulut perlahan terbuka. Nata yang diseberang menahan tawa, baguslah jika Liana senang. Liana mengambil dua kotak persegi panjang di dalam, sangat jelas kalau itu adalah kue brownies.

Ketidaksengajaan membuat mata Liana dan Nata bertemu, membuat mereka sama sama membuang muka setelah sejenak bertatapan. Jantung Liana agak jedag jedug, baru saja ia sadar kalau hari ini Nata sangat menawan. Apalagi membawakan dua kotak brownies, gantengnya berkali kali lipat.

Bukan hanya brownies saja, makanan ringan yang lainpun juga ikut serta. Liana dan Haura sibuk menaruh beberapa gorengan ke piring, sedangkan Nata mulai mengobrol kecil dengan Harun. Berbeda dengan Gean yang sedang berfikir apa hubungan Liana dengan lelaki berbaju koko tersebut.

Menyodorkan berbagai jenis makanan, Liana mengambil sepotong kue brownies lalu memakannya, ia merasa bahagia, energinya kembali.

"Bahagia banget lo makan kue brownies, suka banget ya lo?" Beo Harun memecah keheningan.

Liana nyaris tersedak disapa seperti itu oleh Harun. Ia langsung mendapat tatapan tajam dari Gean dan Nata. Harun memijit tengkuk, baiklah, lebih baik ia diam saja daripada serba salah.

"Ustadz, browniesnya enak." Liana menceletuk sembari mengacungkan kedua jempol ke arah Nata.

"Iya, terimakasih. Gimana, besok udah bisa nyetor hafalan?"

Liana terpaku, aktivitas makannya terhenti. "Ustadz, saya ini lagi nggak fit. Ustadz liat kaki saya, saya jalan aja pincang pincang."

"Terus apa hubungannya sama kaki kamu?"

Liana tersenyum paksa, ingin sekali ia melempar Nata piring cantik hadiah sabun colek. "Jangan mancing deh. Saya ini masih marah sama Ustadz."

Nata mengerutkan dahi, "Loh, marah soal apa? Soal kemaren?"

Gean memotong, "Soal kemaren?"

Haura menyenggol lengan Liana, "Ustadz Nata nggak ada niatan ngasih ke Ustazah Indah sebenarnya. Soal kemaren nggak usah difikirin, makan brownies ini aja," Haura menunjuk kue brownies, "ori buatan chef Ustadz Nata."

Mata Liana membulat sempurna, "Ini Ustadz yang bikin?" Ia mendapat anggukan lagi, "kok enak?"

Pujian itu langsung membuat Nata salah tingkah, telinganya memerah namun ia bersaha mengontrol wajahnya.

"Ustadz salting nih," ucap Harun sambil tertawa.

"Nggak ada," elak Nata mengulum senyum.

"Halah, bohong dosa loh, Ustadz." Timpal Harun lagi.

"Kalian pada sekolah?" tanya Gean penasaran, "sekolah apa emangnya?"

"Tahfiz Quran."

Jawaban singkat dari Nata menbuat Gean meneguk saliva dalam dalam. Apa ini, ini bukan golongan circlenya, ia seharusnya tidak berada di dalam area ini. Tak lama kemudian, Gean berdiri, semua mata menatap ke arahnya.

"Li, gue balik dulu, gue baru inget ada sibuk sore ini." Gean pamit melangkah ke pintu depan.

"Iya," ucap Liana singkat sekali. Ingin Gean berdebat, tetapi diam diam ia sudah dapat lirikan maut dari Nata. Gean tak tau, kenapa wajah Nata begitu horor di matanya walaupun sekedar bercanda.

Baru hendak berjalan, Gean mengurungkan niat dan kembali ke posisi awal.

"Li, gue mau nikahin lo!"

Semua pasang mata menatap horor ke Gean. Gean merasa ciut di tatap seperti itu, memang apa yang salah dengan perkataannya?

Anata!Where stories live. Discover now