26. Dia datang

21 5 0
                                    

Ada Adrian, Fadil, Dahlia, serta Liana berkumpul di ruang kamar Nata. Liana beberapa kali mendengus, ia tak suka berada di dalam ruangan sebab bau obat sangat menyengat, sedikit info, Liana tidak suka bau obat jenis apapun, ia akan minum obat jika benar benar dipaksa. Kenapa sih, Abahnya selalu minta ia menjenguk Nata? Padahal kan udah bertemu tiap hari.

Obrolan tipis yang Adrian bahas membuat Nata menjawab nyaman. Malam tiba, Adrian, Dahlia serta Fadil pamit pergi membeli makanan di luar.

"Abah mau keluar, nyari makan dulu. Kaka tunggu disini ya?"

Liana terlojak dari pembaringan di sofa, ia tengah bergulung pada selimut tebal menutupi seluruh badan macam kepompong.

"Aih, kemanaaa?" rengeknya tak ingin ditinggal.

"Mau nyari makan, tinggal aja temenin Ustadz Nata," pinta Adrian memegang kenop pintu.

"Ih, nggak mau." Liana menghedikan bahu menolak. Lantas ia menurunkan kaki dari sofa, berlari kecil menyusul keluarga kecilnya. "Kaka mau ikut!"

Nata memanggil dengan nada suara memohon agar Liana tetap tinggal, "Lianaa."

Gadis itu membalikkan badannya malas, "Apa, Om?"

Adrian reflek menepuk pundak anak gadisnya itu, "Eh, nggak boleh!"

Liana abaikan saja, "Biarin."

"Udah bentar aja. Abah punya tugas buat Kaka."

Liana curiga, pasti Adrian mencegah ikut, "Tugas apa?"

Adrian menunjuk ke arah Nata dengan dagunya, "Lap tangan sama muka Ustadz Nata."

"Dih!" Tentu saja Liana tak setuju, "mending Kaka lap meja aja."

"Udah kerjain aja, hus hus!" ucap Adrian lantas pintu tertutup kembali.

Liana berkacak pinggang menatap Nata bak mata elang. Mengapa ia harus mengurus orang ini terus sih? Lelaki itu, duduk di brankar membaca buku, masih dengan infus yang terpasang di tangan. Liana berjalan ke kamar mandi mengambil sebaskom air lalu mencelupkan kain putih bersih.

Ia duduk dan menaruh baskom tersebut di atas meja nakas, Liana sebal, Nata merepotkan sekali. Tanpa bicara, Liana menempelkan kain basah itu ke kulit Nata hingga lelaki itu terkejut. Pasalnya ia sangat fokus membaca.

"Astaghfirullah, kenapa ni?"

Ditatapnya dengan tatapan horor, Nata mengontrol mimik muka kalem. Ia tak ingin disambar karena pantulan kilat sudah tergambar di bola mata indah Liana. Tatapan Liana seperti hendak menerkam mangsa.

Tak ada sepatah kata keluar dari mulut Liana, mencelup kain ke air lalu memeras dan kini membersihkan bagian wajah Nata. Ketika hendak memberihkan, Nata menghentikan lebih dulu.

"Saya bisa sendiri," ucap Nata.

Liana bergeming.

"Liana, saya nggak suka."

Perkataan itu membuat Liana berhenti. "Terus? Om bisa lap muka sendiri?"

Nata mengangguk ragu.

"Oh, kalau gitu, lap aja sendiri."

Plak!

Kain putih itu melayang tepat ke wajah Nata, pandangan seketika berubah hitam. Sambil menarik kain dari wajah Nata istighfar banyak banyak. Baru kali ini, gadis kurang ajar, tidak sopan padanya.

♡♡♡

Beberapa bulan berlalu, sehabis sholat subuh, Liana ingin memejamkan mata kembali, tetapi pintu kamar sudah digedor-gedor oleh Fadil. "Kak, bangun! Jangan molor lagi."

Anata!Where stories live. Discover now