39. tsundere

11 3 0
                                    

Nata mengambil tas Liana bersiap untuk pulang, tetapi gadis itu masih asik memakan ceker mercon buatan Ummi.

"Nggak nginap, nih?" Aldi bertanya.

Nata menggeleng, "Besok ada kerjaan, Bang. Nanti aja kapan kapan," Nata beralih ke Liana, "eh ayo kita pulang!"

Liana berhenti makan, beralih menatap Ummi dengan wajah minta dikasihani, "Ummi, boleh nggak aku bawa pulang?" Ia memanyunkan bibir.

Ummi tertawa kecil gemas dengan mertuanya, "Bol-"

"Nggak usah, Mi. Dia udah makan banyak banget tadi," Nata memotong lebih dulu, "buruan pulang, udah kemaleman, nanti ujan."

"Ceker buatan Ummi enak banget, Kak." Liana berbinar tetapi wajahnya ingin menangis, tak rela jika tidak dihabiskan, karena hanya Liana yang suka makanan pedas.

Nata kasihan, "Ya udah, bungkus aja ceker pedesnya. Nanti sambung makan di rumah."

"Syukron ya habibi, Ana uhibbuka."

Semuanya dibuat tertawa geli, begitu dengan Nata, ia gemas pada istrinya. Waktu berlalu, mereka sudah di jalan, setitik air membasahi pangkal hidung Nata. Nata menepikan sepeda motor, meminta Liana turun untuk mengambil jas hujan di jok.

"Kan nggak hujan, Kak. Masih gerimis doang," celetuk Liana menengadahkan tangan merasakan air membasahi permukaan kulitnya.

Nata memasang jas hujan, "Di sini nggak hujan. Di sana sudah pasti hujan, Ayang."

Liana mengalihkan pandangan menyembunyikan senyum, sempat salah tingkah beberapa menit karena Nata. Usai Nata siap, ia mengambil jas hujan yang sama warna dengan miliknya. Liana merentangkan tangan lebih dulu ketika Nata hendak memasangkan.

"Lucu banget kamu pakai jas ujan, kayak alien yang di film india."

Sumpah, Liana mau menyumbim. "Sudah, Kak. Jangan bikin salting!"

Lanjut perjalanan, mereka di guyur hujan deras. Memang benar perkiraan Nata, tanpa bersinggah singgah Nata tancap gas sebelum terlalu malam pulang ke rumah. Semakin tancap gas, semakin kencang Liana memeluk dari belakang. Nata full senyum.

♡♡♡

Sore hari ketika hendak berangkat sekolah Tahfiz, Liana mengambil ponsel Nata yang berdering. Karena Nata masih mandi, ia diam diam membuka dan terbelalak melihat nama Eva tertera jelas di layar.

Liana berlari kecil menuju pekarangan rumah, lantas mengangkat panggilan tersebut. "Assalamualaikum," sapa Eva di seberang sana.

Liana tak menjawab, tetapi menempelkan ponsel Nata pada kuping.

"Kak, aku boleh nginep di rumah Kakak, nggak?"

Liana terkejut, spontan menjauhkan ponsel dari kuping. Ia mematikan sambungan telepon, berjalan sembari menghentakkan kaki kesal ke dalam rumah, melewati Nata yang sudah siap memasang jam tangan.

Nata panik melihat ekspresi Liana masam, "Kenapa, Sayang?"

Liana menyodorkan ponsel ke Nata, "Eva mau nginep katanya."

"Ev-Eva mau nginep?" Nata gelagapan, "malam ini?"

"IYA, MALAM INI!!" sahutnya memberenggut terbakar api cemburu.

Nata memiringkan wajah, "Kamu cemburu yah?" Goda nya.

Liana berdalih, "Apaan cemburu, orang dia sepupu kamu doang."

"Heleh, sama kantong kresek aja kamu pernah cemburu."

"Au ah!"

Selama Nata mengajar, Liana tak menampilkan senyum ceria sedari pergi dari rumah. Menatap semua orang datar, termasuk Nata sendiri. Bicara juga seperlunya.

Usai mengajar, Nata istirahat di dalam kantor, ia duduk menenangkan diri. Sesuatu terasa mengganjal di kantong celana, segera ia merogoh benda tersebut, ia fikir duit, ternyata beberapa bungkus permen. Lantas ia juga mengecek tas nya, mendapati banyak permen dan tersenyum senang. Istrinya secemburu apapun tetap perhatian.

Sesudahnya pulang ke rumah, Liana dan Nata terdiam melihat Eva duduk di depan rumah yang disampingnya sudah ada koper besar. Liana membuang nafas berat, berusaha menyambut Eva hangat.

Liana menyapa, "Ev-"

"Abang, lama banget. Aku udah lama nunggu di sini, dingin tau."

Alis Liana menukik ke bawah lantaran nada suara Eva terdengar manja sekali. Ia beralih menatap Nata sengit. Nata panik, ia menggenggam tangan Liana erat, membawanya ke depan pintu masuk.

"Iya, tadi ada kendala sedikit. Ayo masuk." Nata menyambut ramah Eva.

Memasuki rumah Nata super nyaman, Eva terkagum-kagum sampai koper pun lupa dibawa masuk.

"Kak, hebat!" Eva mengacungkan jempol, "adem banget."

"Iya, alhamdulilah," sahut Nata.

Sedari tadi hanya Nata yang di ajak bicara, Eva menganggap seolah Liana tidak ada. Alhasil ia masuk kamar tanpa bicara sepatah kata, toh ia bicara juga tak di gubris.

Nata mengantar Eva pada kamar khusus tamu, kamar yang bersih dan rapi, belum Nata beranjak pergi, Nata ditahan oleh Eva. "Kak, mau tidur bareng Eva nggak?"

Nata bagai disengat listrik, "Astaghfirullah Eva, saya sudah punya istri."

"Yaelah, Kak. Nggak papa juga, kita kan sepupuan. Mau kita pelukan juga nggak papa."

Nata tiba tiba ditarik Liana di ambang pintu. "Kak, mau makan nggak?"

Jantung Nata berdegup, "I-iya mau."

Eva cemberut, lantas menutup pintu. Apasih, istri Kak Nata ganggu banget. Batinnya.

Beberapa menit kemudian. Nata keluar kamar, ia yang kebetulan hendak ke dapur terkejut bukan main. Eva memakai celana pendek serta baju pendek. Liana saja tidak pernah memakai baju sependek itu kalau di rumah.

"Astaghfirullah Eva! Baju kamu kependekan. Istri saya aja nggak pernah make baju sependek ini."

"Ih nggak papa juga, lagian kita sepupuan."

"Iya tau kita sepupuan, tapi kita bukan mahram," ucap Nata tegas.

Nata melanjutkan berjalan ke dapur, Eva menatap kesal punggung Nata. Ketika berbalik, ia terkejut karena Liana sudah berdiri di depan menatap tajam. Sempat salah fokus melihat bando kucing tertancap di atas kepala Liana.

"Lo mau nginep apa mau godain suami orang ha?"

Nada suara Eva memelan, "Santai aja kali, lagian di dalam rumah."

Liana membenarkan bando kucingnya, "Tapi lo paham kan apa yang di bilang suami gue tadi?"

"Lo deketin suami gue, pala lo gue bogem." Liana menampilkan kepalan tangannya ke Eva. Eva seketika terdiam, lantas kembali masuk ke dalam kamar. Liana menuju dapur lantas menyiapkan makanan untuk Nata. Mengambil nasi dari penanak nasi, lantas mengomel pelan, ia tak ingin Nata memalingkan wajah darinya.

Ketika Nata keluar kamar mandi, ia terkejut dengan pemandangan di depan mata, "Astaghfirullah!" Serunya tanpa mengedipkan mata. Baru kali ini melihat Liana memakai baju kiyowok dipadu dengan bando telinga kucing.

Liana menoleh sambil menuangkan air ke dalam gelas, "Makan!" Ia bersungut-sungut duduk di samping kursi Nata sembari melipat kedua tangan.

Jantung Nata berdebar-debar, andai Liana tahu, Nata syok melihat penampilan Liana sekarang. Berusaha tenang, Nata duduk di kursi, "Nggak mau kalah nih?"

Liana mendengus, "Aku nggak mau Kakak tergoda sama Eva cuma gara gara dia pakek baju seksi. Kalau Kakak mau, setiap malam aku pakek baju kaya gini biar Kakak nggak ngelirik yang lain!"

Nata tertawa, "Cemburu ya?"

Mata Liana nyalang, ia menarik lengan Nata, "Aku sama sekali nggak cemburu." Liana penuh penekanan, lantas ia meminum air putih dan meninggalkan Nata sendiri di meja makan menuju kamar.

Nata senyum senyum sendiri, "Bini ku tsundere hahaha."

Anata!Where stories live. Discover now