29. RENCANA

16 4 0
                                    

"Gimana jalan jalannya tadi?" tanya Ummi.

Sekilas bayangan Liana muntah di sepatunya membuat Nata tertawa kecil, bisa bisanya gadis itu muntah di sepatu yang masih baru, baru sekali pakai. "Lucu banget."

Anna penasaran, "Apa yang lucu?"

"Liana, belum naik mobil udah muntah, mana muntahnya di kaki Abang."

Cerita itu mengundang gelak tawa Ummi dan Abi. Abi yang tadinya tidak mood, sekarang suasana hati pulih kembali. Di sebuah meja makan, berceritalah Nata tentang perjalanan menuju pantai, bukan pemandangan pantai yang ia ceritakan, melainkan calon istrinya, Ummi dan Abi sangat suka mendengar hal tentang gadis itu.

"Ngomong ngomong, konsep apa yang Abang pilih pas pernikahan nanti?" Abi bertanya.

"Abang pengennya diluar, sih. Wedding outdoor depan rumah Abang."

"Nggak mau di gedung aja?" Usul Ummi.

Nata menggeleng, "Liana orangnya gampang gerah, jadi Abang mau dia bebas bernafas."

Canda tawa menghiasi keluarga kecil mereka, perhatian Nata beralih ketika ponselnya muncul notif pesan dari Ustazah Indah. Selang beberapa menit tak ia balas, notif kembali muncul dari perempuan itu, buat senyum Nata memudar.

Menyeruput kopi panas, Ummi bertanya, "Besok mau foto latar biru, kan?"

Penuh keyakinan, anggukan Nata membuat Ummi serta Abi mengukir senyum. Di pagi hari, Nata mengetuk pintu rumah calon istri. Di sana sudah ada Adrian dengan senyuman lebar.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Adrian yang dibalas anggukan senyum oleh Nata.

Adrian berteriak, "Kak, cepetan dandannya, calon suami udah nunggu!"

Nata salah tingkah yang kemudian dijawab Liana, "Iyaaa!"

Beberapa menit berlalu, Liana keluar kamar mengenakan kemeja serta rok, di padu hijab hitam yang membuat wajah berseri seri. Liana tak sendiri, di belakangnya sudah ada Ara membuntuti. Nata bertanya lewat alis yang menaik ke atas.

"Sohib, Kak."

Berangkat lah mereka ke studio foto, beberapa kali Liana mengenggam erat tangan Ara karena gugup. Dimana setelah mengurus semua persyaratan, mereka dibawa masuk ke dalam studio pemotretan.

"Muka lo jangan tegang, bawa santai aja. Nanti di foto nggak bagus lagi kalau tegang." Ara menenangkan Liana yang tengah diserang panik, gugup, ketar ketir, panas dingin.

Menghadap cermin, Nata merapikan rambut serta mengancing lengan kemeja. Mereka berdua di titah berdiri di belakang latar biru.

Tukang foto menyipitkan mata, "Terlalu jauh, deketin lagi."

Nata dan Liana saling menatap, lalu keduanya sama sama mendekat namun membangun sekat. Dirasa sudah pas, cahaya kamera seketika membuat mereka spontan berkedip kesilauan.

"Hasilnya oke!" Tukang kamera mengacungkan jempol.

Usai pemotretan latar biru, Liana meledek Ara, "Gue udah nih, lo kapan?"

Spontan Ara menoyor kepala Liana, "Kapan kapan!"

♡♡♡

Sore hari, Nata memarkir sepeda motor di area parkir, ia berjalan santai menuju lobby hotel, disana ia melihat Indah tengah membelakangi di meja makan. Memasang wajah datar, Nata datang mengucap salam dan mendaratkan bokong di kursi.

"Ada keperluan apa, Ustadzah Indah?"

"Jangan manggil Ustadzah, kita kan bukan di area sekolah," usul Indah, di susul dengan pipi bersemu merah.

Anata!Where stories live. Discover now