34. Perkara kasur

11.9K 1.2K 404
                                    

Sesuai Janji karena part sebelumnya udah tembus, langsung aja aku update. Kalian tau gak sedari tadi tangan aku udah gatel pengen Update tapi karena Coment nya belum sampe target jadi harus nunggu dulu.

Okei Kalo part ini bisa tembus 350 SPAM COMENT, MALAM INI JUGA AKU UPDATE LAGI!. Semangat!

Sesuai yang aku katakan bahwa Part 35 itu adalah part yang kalian tunggu-tunggu!.

**

Kelima remaja itu tercengah melihat banyaknya barang-barang yang ada di ruangan itu dan yang lebih membuat mereka dibuat tergangga adalah penempatan barang-barang itu yang disusun seperti penempatan barang-barang yang biasanya di jual di Mall atau pasaran.

"I-ini gudang atau pabrik cok?!" ucap Oji dengan heboh sendiri seraya menatap sekeliling ruangan.

"Gila ini kek nya masih baru semua deh, Merk sama bungkusnya aja belum lepas" sahut Ezan saat menatap deretan kasur yang disusun secara ditumpuk-tumpuk.

"Eh tunggu Ga, ini bukannya nama perusahaan keluarga lo ya?" tanya Leo ketika membaca salah satu nama Merk yang berada di depannya.

"Eh iya njir, bukan Cuma satu tapi semuanya dari perusahaan Armstrong semua" ucap Oji setelah memeriksa semua barang-barang itu, dari mulai kasur, karpet, baju, sepatu dan berbagai perabotan rumah tangga lainnya.

"Ga, jangan-jangan kakak lo korupsi terus barang-barang ini mau dia jual buat keuntungannya sendiri" ucap Ezan dengan nada yang dibuat seserius mungkin. Saga yang mendengar itu langsung memukul bokong lelaki itu dengan sapu yang berada didekatnya.

"Sembarangan lo kalo ngomong" ucap Saga dengan kesal.

"Ya kan gue Cuma nebak doang" ucap Ezan dengan kesal seraya menghusap-usap bokongnya karena merasakan perih bercampur dengan panas akibat dari pukulan Saga.

"Udah-udah mendingan kita langsung ambil aja kasurnya. Zan sana cari tangga dulu" ucap Leo menengahi dengan suara yang diakhiri dengan perintah kepada Ezan karena keberadaan kasur itu yang cukup tinggi.

"Iya-iya, ayo Do kita cari tangga dulu" ucap Ezan kepada Edo, salah satu temannya yang entah kenapa sedari tadi terus diam seperti patung karena biasanya selalu tanpak humoris.

"Do, woi Edo anak pak Mamat lo ngelamunian apa sih?" ucap Ezan dengan kesal karena sedari tadi Edo sama sekali tida menghiraukan ucapannya.

"Eh maaf-maaf, gue gak fokus" ucap Edo cengengesan.

"Lo lagi mikirin apa Do?. Ada masalah?. Cerita kalo ada masalah Do kita itu temenan udah lama, udah semakan seminum juga, pokoknya kita semua itu udah kek keluarga. Jadi jangan sungkan kalo mau cerita." Ucap Saga dengan tulus kearah Edo. Edo sedikit tertegun mendengar ucapan Saga, ya memang mereka sudah bersahabat dari awal masuk SMP sampai saat ini.

"Engga kok, tadi pas liat banyaknya kasur-kasur ini ngebuat gue langsung keinget sama adik-adik gue dirumah" ucap Edo dengan senyuman kecil ketika menatap kasur-kasur itu. Sedangkan Saga dan ketiga temannya yang mendengar ucapan dari Edo langsung tertegun, mereka tahu bahwa Edo memang lahir dari keluarga yang sangat sederhana dibandingkan mereka. Bahkan bisa dibilang kehidupan Edo serba kekurangan sebelum ia bertemu dengan Saga dan temen-temannya yang lain.

Edo kecil dulunya adalah seorang kakak laki-laki yang dipaksa untuk dewasa oleh keadaan, pernah dulu mereka melihat Edo yang keliling di lampu merah untuk menjual koran setelah pulang sekolah masih dengan mengenakan seragam sekolahnya.

Edo adalah anak sulung, Ayahnya sudah meninggal satu tahun lalu, dulunya Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan sedangkan Ibunya hanyalah seorang buruh cuci. Ia memiliki tiga orang adik. Adiknya yang pertama masih duduk di bangku sekolah dasar sedangkan adiknya yang kedua baru masuk sekolah dasar, kemudian adiknya yang terakhir masih berumur dua tahun.

Saat ini Edo memang sudah bekerja, berkat bantuan dari Saga ia akhirnya bisa bekerja di salah satu bengkel milik kenalan Saga. Gaji dari bengkel itu memang cukup untuk memenuhi kebutuhan makan mereka tetapi dengan keadaan kedua adiknya yang sekolah membuat Edo harus mencari pekerjaan tambahan untuk membayar biaya SPP dan buku-buku adik-adiknya, tetapi karena keadaanya yang masih bersekolah membuat pekerjaannya terbatas.

Karena tujuan Ia dan ibunya saat ini hanya menyekolahkan aik-adiknya dan mengisi perut mereka membuat keadaan rumah mereka sangat tidak enak dipandang bahkan untuk bisa dibilang hampir tidak layak lagi ditinggali, tetapi mau bagaimana lagi karena baginya selagi mereka tidak kehujanan dan kepanasan tempat itu tetaplah nyaman bagi ia dan keluarganya.

Saga dan teman-temannya pun sudah sering untuk membujuk Edo untuk tinggal saja di sebuah kontrakkan milik keluarga Ezan dengan gratis tetapi lelaki itu dengan tegas menolak karena sudah cukup dengan motor yang saat ini ia kendarai dan tidak ingin merepotkan teman-temannya lagi karena diantara mereka semua tidak hanya ia yang kekurangan masih banyak teman-teman se-geng mereka yang sepertinya lebih membutuhkan daripada dirinya.

Memang di Geng mereka bisa dibilang yang memiliki kehidupan yang berkecukupan seperti Saga, Ezan, Leo dan Oji bisa dihitung dengan tangan dan selain itu adalah anak-anak yang tidak mampu seperti Edo semua. Motor-motor yang saat ini anggotanya itu kendarai juga adalah hasil balapan mereka selama ini dan bisa kalian bayangkan sesering apa anak-anak itu melakukan balapan jika hasil taruhan mereka saja sudah sebanyak itu.

"Kalo kamu mau, kamu boleh kok ambil berapapun kasur itu buat kalian tidur di rumah begitupun dengan temen-teman kalian yang lain" tiba-tiba saja suara Naja terdengar membuat kelima lelaki itu langsung menatap Naja dengan kaget.

"Tapi maaf ya ini bahannya gak sebagus ketika beli baru soalnya semua barang yang ada disini sebenarnya adalah produk dari perusahaan yang gagal pemasaran, atau mau beli baru aja? Boleh juga tuh kirim aja alamat rumah kamu nanti aku kirim ke rumah kamu" Lanjut Naja yang lagi-lagi membuat kelima lelaki itu kaget terutama Edo. Jika barang sebagus ini saja dianggap gagal oleh Naja maka yang berhasil itu akan sebagus apa, pikir mereka.

Dandelion Where stories live. Discover now