50: Kabur

8K 761 1
                                    

"HAHAHAHA!" tawa kencang menggema di rumah minimalis yang berada di tempat terpencil itu, Sela melangkah menuju kamarnya untuk melihat anaknya itu, nampak Zee yang sedang terbaring masih terpengaruh obat tidurnya.

Sela bersenandung kecil, duduk di sebelah Zee dan mengelus kepala anak itu, "maafin Mamah ya sayang dulu sempet ninggalin kamu, tapi Mamah janji kamu akan mendapatkan keluarga yang utuh, bukan keluarga palsu seperti sekarang." Gumamnya dengan tatapan tajam tatkala mengingat tentang Celine, perempuan itu telah merebut posisinya jadi tunggu saja sampai nanti ia mendepaknya pergi jauh.

"Ngghh..." suara erangan kecil terdengar dari bibir mungil Zee.

Sela mengerjap, senyumnya makin mengembang lebar ketika kelopak mata Zee terbuka sepenuhnya, Sela terlihat menatap bocah itu dengan kerlipan berbinar-binar.

"Kepala Zee pusing," gerutu Zee menyentuh kepalanya.

Sela membantu bocah itu bangun, masih tidak menyurutkan senyumannya sedikitpun. "Mungkin karena Zee kebanyakan tidur, Zee laper? Tante udah masakkan makanan enak loh!" seru Sela membujuk manis.

Zee yang awalnya tenang langsung terkesiap begitu sadar ia berada di tempat asing, bocah itu seketika mengerjap lebar. "Mamah sama Papah Zee ada dimana?"

Sela tersentak, jadi diam beberapa saat. "Papah sama Mamah Zee ternyata masih sibuk jadi Zee belum bisa ketemu sama mereka." Ujar Sela dengan nada dibuat sesal.

Zee melotot tak percaya, tak lama bola matanya berkaca-kaca. "HUWAAA ZEE PENGEN KETEMU MAMAH DAN PAPAH! ZEE MAU PULANG SEKARANG!" teriaknya histeris turun dari kasur dan berlari menuju pintu.

Sela terperanjat, langsung berlari mengejar Zee dan menangkap bocah itu, "Zee tenang dulu ya sssttt." Bisik Sela.

Zee tentu makin meronta-ronta, bahkan tangisan anak itu sudah menggema kemana-mana. "HUWAAAA LEPASIN ZEE DASAR TANTE JAHAT, ZEE BENCI TANTE!" amuk Zee kesetanan.

Sela melotot marah, "DIAM!" bentaknya membuat Zee langsung terperanjat diam, Zee hanya bisa menggigit bibirnya ketakutan karena baru pertama kali dibentak seperti ini. Sela yang melihat Zee tenang langsung tersenyum lebar, tanpa tau kalau Zee sedang ketakutan tremor. "Nah kalau kamu nurut gini kan pinter, Tante gak perlu keras kalau kamu mau nurut dari tadi."

Zee menelan ludah, menatap Sela dengan pupil mata bergetar. Meskipun masih kecil tapi bocah itu punya insting kuat, kalau orang di depannya ini berbahaya.

***

Deringan telepon menarik atensi Dafa, dengan cepat lelaki bertubuh kekar itu menyambar HP nya untuk melihat si penelepon, dan sesuai terkaannya peneleponnya adalah Sela.

Dafa menarik napas dalam sebelum menekan tombol hijau, nampak sekali kalau Dafa mencoba bersabar mati-matian.

"Halo?"

"Kamu meremehkan aku Daf? Kamu pikir ancamanku hanya main-main?!" suara Sela langsung terdengar meninggi.

Dafa mencekram HP nya kuat-kuat, mencoba sabar setengah mati. "Nggak."

"Lalu kenapa kamu tidak menghubungi aku lagi, apa itu tandanya kamu sudah siap berpisah selamanya dengan Zee?!" ancamnya.

Bola mata Dafa membesar utuh, "SELA!" bentaknya sudah tak bisa mengendalikan emosi lagi, "jangan berani sentuh anakku seujung jari jika kamu tidak mau menyesal seumur hidup!" desis Dafa dengan suara dingin yang mengancam.

"Kamu tenang aja aku gak mungkin kok sakiti Zee, dia kan juga anakku."

"Cih! Masih gak tau malu kamu mengaku sebagai Ibunya setelah semua tindakan gilamu selama ini!"

"Aku begini juga demi Zee Daf, harusnya kamu sadar kalau Zee menginginkan keluarga yang sebenarnya dan itu hanya terwujud jika aku kembali kepada kamu, karena akulah Ibu kandung Zee!" koar Sela menggebu.

Dafa menggeleng tak habis pikir, sungguh menyesal karena pernah menyukai wanita gila seperti ini, kalau ada mesin waktu ia pasti akan melarang dirinya yang muda untuk menikah dengan wanita busuk seperti Sela.

"Kamu ternyata memang gila Sel."

"Aku gak peduli, selama kamu dan Zee kembali kepadaku!"

"Kamu pikir aku mau kembali kepadamu?"

"Oh kalau begitu berarti kamu sepakat untuk tidak bertemu dengan Zee selamanya, aku akan membawa Zee pergi ke tempat yang tidak bisa kamu temukan."

Dada Dafa naik turun bergemuruh, raut wajahnya terlihat merah padam murka, namun sekarang ia harus bersabar demi Zee.

"Jangan membawa Zee pergi, aku akan lakukan perintahmu." Putus Dafa dan tawa sumbang langsung menyahut dari seberang telepon, Sela terdengar begitu puas dengan keputusan Dafa.

"Bagus sekali Daf, kamu memilih keputusan yang sangat benar!" Sela berseru senang, "kalau begitu cepat ceraikan istri kecilmu itu setelah itu akan membawa Zee kembali agar kita menjadi keluarga harmonis." Bayangan Sela sudah berkelana sangat jauh.

Dafa mengepalkan tangannya, "hm."

"Oke kalau begitu aku matikan ya, dadah calon suamiku." Lalu teleponpun berakhir.

Dafa memejamkan matanya beberapa saat, sebelum mendongak menatap perempuan yang sejak awal tadi duduk diam di depannya. Dafa berjalan mendekat, dan menjatuhkan kepalanya ke pelukan istrinya.

"Aku gak akan pernah ceraikan kamu, kamu jangan khawatir." Bisik Dafa serak.

Celine tersenyum sayu, mengelus belakang kepala suaminya. "Aku tahu kok." Balasnya pelan.

***

"Zee sayang kok makanannya belum dimakan? Gak enak ya?" tanya Sela karena piring makanan Zee masih utuh tak tersentuh.

Zee melirik sinis, membungkam bibirnya dan membuang muka. Ekspresi Sela seketika menurun drastis, tak terlihat keramahan lagi.

"Mau makan sendiri atau Tante yang suapin?" tanyanya dingin.

Zee menelan ludah, memilin ujung seragamnya gemetar. Dengan sangat terpaksa bocah itu menyuapkan makanan ke mulutnya, bocah yang biasanya paling suka makan itu untuk pertama kalinya tidak nafsu makan.

"Nah kalau nurut kan pinter!" seru Sela tersenyum puas, mengelus kepala Zee lembut. "Memang cuma aku yang pantas jadi Ibu kamu." Gumam Sela pada dirinya sendiri sembari menatap Zee, karena ia yakin pasti nanti mereka akan menjadi keluarga paling harmonis sedunia.

"Kok gak habis? Dihabisin." Titah Sela menyodorkan lagi piring yang masih berisi banyak sisa makanan.

Zee sangat benci dipaksa seperti ini, apalagi ia sekarang tidak ada mood untuk makan sedikitpun namun tatapan tajam wanita di depannya benar-benar menakutkan, Tante di depannya ini mirip seperti tokoh penyihir jahat dalam buku dongengnya.

"Zee haus." Dengan sedikit keberanian Zee berujar pelan.

Sela mengangguk, beranjak dari kursinya. "Yaudah kamu lanjutin makannya biar Tante ambilin minum dulu." Pamitnya dibalas anggukan kecil Zee, dan tak lama Sela melenggang pergi.

Zee yang melihat punggung Sela sudah hilang di belokan segera melompat dari kursi, dengan cepat bocah itu berlari menuju pintu utama rumah itu, Zee sesekali menatap ke belakang untuk melihat situasi.

"Zee gak mau disini, Zee mau ketemu Papah dan Mamah," gumamnya dengan napas naik turun sebelum mencoba membuka gagang pintu.

Dan ternyata pintu itu terkunci, Zee mulai berkaca-kaca panik apalagi saat mendengar derap langkah mendekat. Dengan kecepatan penuh Zee berlari kembali ke tempatnya tadi, dan berpura-pura makan dengan tenang. Tak lama Sela datang membawakan minuman, wanita itu tersenyum lebar sembari menaruh gelas minum ke depan Zee.

"Tuh kan jangan lari-larian makanya, kamu jadi keringetan." Gumam Sela tenang.

Zee terperanjat, menatap wajah Sela horor. Jadi Tante ini tahu?!

***

TBC.

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang