13: Ego Atau Perasaan?

22K 2.1K 41
                                    

"Baru pulang? Bahkan sampe bawa anak saya keluyuran?!" Sinis Dafa yang sudah sejak lama menunggu di teras rumah.

Celine yang baru masuk sambil menggandeng Zee menipiskan bibir, ia memang sengaja mengajak Zee jalan-jalan dulu karena malas pulang melihat wajah Dafa.

"Cowok kamu itu kemana? Gak sekalian diajak masuk?" Selain judes Dafa nampaknya memiliki mulut selevel Boncabe.

Zee di posisinya anteng-anteng saja karena sedang menjilati es krim yang dibelikan Celine. Asal ada makanan bocah ini pasti manut-manut wae.

"Mulai budek kamu?!" Dafa jadi menggeram kesal karena diabaikan.

"Ck, Bapak cerewet banget sih? Saya capek mau masuk, ini Zee juga harus mandi trus tidur siang. Jadi lebih baik Bapak minggir!" Celine yang sangat muak meladeni cerocosan Dafa ingin menerobos masuk.

Tapi tangan lelaki itu lebih gesit mencekalnya. "Zee masuk!" Titah Dafa diangguki patuh anaknya, dengan tanpa beban Zee masuk rumah sambil terus menjilati es krim coklatnya.

Meninggalkan Celine berdua dengan Dafa.

"Kalau diajak ngomong lihat lawannya!" Desis Dafa tajam.

"Iya, apa?!" Balas Celine dingin menatap berani matanya.

Dafa mengatur napasnya, mencoba mengendalikan diri. "Sejak kapan kamu pacaran dengan Riski?" Nada suara Dafa terdengar aneh.

Celine membuang napas cepat menimbulkan suara dengusan tak habis pikir. "Bapak terlalu ikut campur dengan urusan pribadi saya."

"Kamu pengasuh anak saya, wajar saya mengetahui kehidupan pribadi kamu!"

Mereka berdua jadi saling adu pelototan tajam. Sampai akhirnya Celine memutuskan sepihak. Celine tidak akan tahan jika kelamaan melihat tatapan mata Dafa, hatinya belum cukup kuat.

"Menggelikan." Desisnya terkekeh geli.

"Apa kamu bilang?!" Desis Dafa dengan rahang mengeras.

Celine kembali mendongak, tatapan paling tajam ia tandaskan ke manik mata Dafa. "Menggelikan, tindakan Bapak sekarang ini sangat menggelikan!" Cetusnya tak main-main beraninya.

Dafa menggelatukkan giginya emosi. "Kamu benar-benar tidak menghargai saya sebagai Bos kamu?!"

"Saya balik tanya, Bapak ngehargain saya sebagai bawahan Bapak gak?!" Skakmat, Dafa mati kutu. Celine mendecih memalingkan wajah. "Seperti yang pernah Bapak bilang hubungan kita hanya sebatas Bos dan karyawan, jadi tidak sepantasnya saling mencampuri urusan pribadi masing-masing!"

Dafa terdiam kaku, dengan kasar Celine melepas cekalan Dafa.

"Lebih baik Bapak urusi pacar Bapak sendiri, jangan ganggu saya selain urusan pekerjaan mulai sekarang!" Peringat Celine beranjak pergi meninggalkan Dafa.

Terlihat kalau lelaki itu membatu tanpa bisa melawan.

***

Setelah pertengkaran hebat itu keduanya terlibat perang dingin yang sangat serius, ego dan amarah mereka beradu membuat sama-sama tak ada yang mau mengalah. Celine selalu menghindari berduaan dengan Dafa, bahkan saat terpaksa pun ia akan memilih membawa Zee agar tidak menciptakan suasana tegang diantara keduanya. Dafa pun juga tidak dapat dibaca jalan pikirannya, lelaki itu hanya diam dan menatap datar kearah Celine, Dafa terlalu gengsi menurunkan egonya. Situasi mereka berdua membuat bertanya-tanya.

Sebenarnya apa hubungan yang cocok menggambarkan keduanya?

"Hari ini saya pulang malam, jaga rumah." Jelasnya menunduk tanpa menatap Celine.

"Hm." Balas Celine acuh, lalu beralih menurunkan tubuh Zee dari atas kursi makan. "Ayo berangkat sekolah." Ajaknya menggandeng tangan anak itu.

"Pah, Zee berangkat dulu ya." Pamit bocah gembul itu menatap polos Dafa.

Dafa langsung tersenyum, maju berjongkok mengecup dahi Putranya. "Sekolah yang pinter." Pesannya sembari mengacak gemas rambut anaknya.

Zee merenges lebar. "Siap!"

Setelahnya Celine langsung membawa Zee pergi, bahkan sedikitpun tanpa melirik Dafa. Lelaki itu hanya mampu menatapi punggung Celine dalam diam.

Seletah kepergian Celine, Dafa langsung mengusap frustasi wajahnya. "Apa yang harus aku lakukan?" Gumamnya putus asa.

***

Dan sungguhan Dafa sampai larut malam belum kelihatan batang hidungnya, Celine beberapa kali mengecek jam dinding sudah menunjukkan angka hampir 12 malam. Tapi kenapa Dafa masih belum kunjung pulang.

Celine mendecak kesal. "Gue udah disakitin segitunya sama tuh cowok kenapa masih khawatirin dia sih?!" Decaknya sungguh kesal dengan dirinya sendiri. "Ck, tidur aja lah!" Putusnya berbalik.

Brrrrrm!

Seolah menjilat ludahnya sendiri, Celine yang mendengar suara deruman mobil reflek berlari menuju jendela, menyingkap sedikit gorden untuk melihatnya. Dan seketika senyumannya luntur. Melihat Dafa yang pulang membawa pacarnya.

Sesak.

Dada Celine sangat sesak melihatnya, "heh, percuma gue khawatirin sampe gak bisa tidur, ternyata malah .. cih!" Celine mundur teratur, dan langsung berlari menuju kamarnya.

Celine hanya mampu menangis dalam diam, sakit sekali dadanya melihat pemandangan itu, seharusnya meskipun Dafa tidak menyukainya bukan begini caranya, bukankah lelaki itu tau kalau ia menyukainya lantas kenapa dengan sengaja membawa pulang perempuan lain?

Celine merasa tak adil, tapi ia tidak berdaya, ia bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apapun, apa yang membuat dirinya sebanding dengan kekasih Dafa?

"Ternyata sampai akhir pun ... harta segalanya." Celine tertawa miris, mendongak menyandarkan kepalanya di daun pintu. "Tanpa uang gue bukan siapa-siapa." Miris, itulah gambaran hidupnya. Ia melarikan diri dari kehidupan mewahnya karena perjodohan dan malah menyukai duda beranak satu yang tidak sudi menjadikan dirinya pacar cuma karena status sosial.

Apakah Celine salah menyimpulkan? Celine rasa tidak, sikap Dafa selama ini sudah menggambarkan segalanya.

"Ahh!!"

Celine terkesiap, spontan berdiri mengepalkan tangannya saat mendengar suara yang sudah sangat jelas apa itu.

"An!--mmpp?!!"

BRAK!

Dafa dengan posisi berbaring diatas sofa dengan Ani yang naik di atas tubuhnya menoleh kaget, lebih kaget lagi saat menyaksikan Celine yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan kosong nya.

Celine perlahan mendekat, Dafa yang terlihat sangat syok langsung mendorong kasar tubuh perempuan di atas nya. Dengan cepat lelaki itu mendekat kearah Celine yang terlihat sudah sangat jijik melihatnya.

"Aku bisa jelasin, ini nggak--"

"Are you serious Daf? Kamu panik cuma karena kegep pembantu?!" Kekeh Ani menyilangkan kakinya yang berbalut rok span ketat diatas lutut itu.

"Shut up!!" Bentak Dafa cukup mengagetkan Ani. Dafa langsung memutar kembali wajahnya kearah Celine, raut dingin tanpa ekspresi Celine membuat Dafa benar-benar ketakutan.

"Cel--"

PLAK!!

Dafa berjengkit, Ani menutup mulut merah meronanya itu belagak syok. Dafa perlahan mengangkat tangan, memegang pipinya yang habis di tampar keras Celine.

Celine berkaca-kaca dengan wajah merah padam. "Kalau aku tau kamu sebrengsek ini, aku gak akan kasih hati aku buat kamu!!" Teriaknya tepat sebelum berlari keluar rumah.

***

TBC.

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang