14. Pulang ke rumah

Beginne am Anfang
                                    

"Maaf, Mah."

"Maafin Kinara." gadis itu tak tahan, ia langsung memeluk tubuh Mamahnya dan terisak di sana. Tangan Andini bergetar membalas pelukan Kinara. Air matanya jatuh membasahi pipi.

"Mamah yang minta maaf sama kamu, Ra." ucap Andini.

"Maafin Mamah." cicit wanita itu.

Kinara menghapus air mata yang membasahi wajah wanita yang telah melahirkannya.

"APA INI?!"

Mata Kinara melebar kala mendengar suara itu. Suara yang sangat Kinara takutkan. Rasanya Kinara tak berani membalikan badannya melihat orang itu. Ia mengeratkan gendongannya.

"Masih ingat pulang kamu?"

"Saya pikir sudah mati!" Ucap laki-laki itu. Kalimatnya sungguh menyakiti hati Kinara.

Dengan segenap keberanian, Kinara membalikan badannya. Kini membelakangi Mamahnya.

"Maafin Nara Pah," ucap Kinara sambil menunduk.

"Kinara ke sini cuma mau ngasih tau kalau Kinara udah melahirkan, dan ini anak Kinara. Cucu kal—"

"BUKAN CUCU KAMI!"

"GAK SUDI SAYA PUNYA CUCU KAYAK DIA! ANAK YANG DI BUAT DARI HASIL HUBUNGAN GELAP!"

"CIH, SANGAT MENJIJIKAN!"

Hati Kinara mencelos mendengarnya. Kenapa harus berkata seperti itu? Mereka boleh membenci Kinara, tapi jangan bayinya. Bayi ini salah apa? Dia tak salah apa-apa.

"Papah, tahan Pah" Andini berjalan mendekat kearah Hamid lalu mengusap punggung laki-laki itu.

"Mau kamu melahirkan, atau kamu mati pun saya gak peduli! Malah lebih baik kamu mati sekalian! Biar keluarga ini gak ada aib lagi!" Ucap Hamid. Kata-kata begitu menusuk.

"Kamu itu bukan anak kami lagi!"

Jleb!

Untuk pertama kalinya Kinara mendengar kata-kata itu dari mulut Hamid. Inilah yang Kinara takutkan, takut jika suatu saat Hamid mengatakan hal itu dan kini terjadi. Dada Kinara rasanya sesak.

"Papah boleh benci Kinara, Kalian boleh benci aku."

"Tapi jangan benci anak aku, bayi ini salah apa sama kalian? Tolong jangan benci anak Kinara" ucap Kinara sambil menangis.

"Bagaimana kalau anak ini sudah bisa bicara? Dan menanyakan dimana Kakek dan Neneknya? Apakah pantas jika Nara jawab kalau Kakek dan Neneknya sudah meninggal?"

"Kinara tau, kinara paham betul kalian benci Kinara. Tapi jangan benci bayi gak berdosa ini."

"Kalau gak bisa sayangin Kinara lagi, setidaknya sayangin anak Kinara Mah... Pah..."

"Gak usah ngemis minta kasih sayang! Sampai kapanpun saya gak sudi menganggap anak haram itu sebagai cucu saya!"

Kinara menganga tak percaya. Anak haram?

"Jangan bilang kalau anak gue itu adalah anak haram!" Ucap Kinara penuh penekanan. Ia diam jika dirinya yang di hina dan di rendahkan, tapi sebagai seorang Ibu, Kinara tak bisa diam jika ada kata-kata yang tak mengenakkan untuk anaknya.

"SELAMA INI GUE DIEM!"

"SELAMA INI GUE TERIMA PERLAKUKAN KASAR DAN KATA-KATA KASAR DARI KALIAN!"

"TAPI SEKARANG GAK LAGI!"

"LO, BOLEH HINA GUE, TAPI JANGAN ANAK GUE SIALAN!" Ucap Kinara sambil menendang meja di sampingnya.

Hamid tertawa remeh sambil bertepuk tangan melihat itu.

Papah Untuk SNORA [End]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt