03. Siksaan

123K 11K 90
                                    

"Ahhh, Pah sakit! Lepas!" Kinara mencoba untuk melepaskan tangan Papahnya dari rambut panjangnya yang tebal.

"DIAM!!!"

"BERANI-BERANINYA KAMU KELUAR DARI RUMAH YA, KINARA?!"

PLAK!

Satu tamparan mulus melayang di pipi kanan Kinara hingga meninggalkan bekas merah. Pipinya terasa begitu nyeri, Kinara terus memegangi Pipinya.

"Dengar!" Hamid mencengkram kuat kedua pipi anak perempuannya.

"Kamu itu sudah buat malu kami sekeluarga, Kinara! Sadar! Tahu diri! Kamu adalah aib! Papah menyesal kenapa Papah harus punya anak kayak kamu! Kamu itu gak lebih dari seorang jal-"

"STOPP!!!"

"Jalang? Papah mau bilang kalau Nara itu jalang? Iya?"

"Nara tau Nara udah buat keluarga ini malu, tapi ini bukan kemauan Kinara! Kinara korban! Mah, Pah. Kinara juga ingin pergi keluar rumah, menghirup udah di luar rumah! Gak terkurung terus di dalam kamar!"

"Kalau kalian malu..., Kinara siap angkat kaki dari rumah ini! Silahkan kalian buat berita tentang kematian palsu aku ke media, biar Mamah sama Papah gak malu! Aku siap angkat kaki dari rumah ini dan pergi meninggalkan kota ini. Tapi kalian yang ingin aku tetap tinggal di sini! Tapi kalian juga bersikap dingin sama aku! Bahkan aku ngerasa gak ada lagi kehangatan di keluarga ini! Papah sama Mamah udah gak sayang Nara lagi!"

"Nara tahu diri kok Pah, tapi apa pantas seorang Papah menyebut anaknya itu jalang?" Kinara mengusap air matanya.

Sementara di hadapannya, Hamid dan Andini terdiam tak mengatakan apapun. Kinara tahu Papahnya begitu Marah, tapi semarah apapun, apakah pantas menyebut darah daging sendiri dengan sebutan jalang?

"Kinara capek Mah...Pah,"

"Kinara sakit kalau terus-terusan di siksa seperti ini. Di tampar, di jambak, Pah Kinara anak perempuan."

"Terlebih ada janin yang hidup di rahim Kinara"

"SAMPAI KAPAN PUN, KAMI BERDUA TIDAK AKAN MENGANGGAP ANAK ITU SEBAGAI CUCU KAMI!" Bentak Hamid tersulut emosi.

"Terserah Pah! Terserah mau di anggap apa anak ini nantinya, dia tetep darah Kinara! Dan Kinara gak mau kalau sampai anak ini nantinya di kirim ke panti asuhan, Pah! Dia masih punya Ibu!"

PLAK!

Satu tamparan di berikan oleh Andini. Wanita itu tidak seperti Andini yang Kinara kenal, Ibunya tak pernah menamparnya, Ini untuk pertama kalinya.

"Jaga ucapan mu, Kinara!"

"Apakah sopan berbicara dengan nada tinggi pada Papah mu? Hah?!"

Kinara tak menjawab, air matanya tak terbendung. Bulir bening itu mengalir dengan derasnya tanpa ada niat untuk di tahan sedikit pun. Hatinya terasa begitu sakit, ini bak neraka baginya.

Wanita itu menjatuhkan badannya di lantai, Kinara terduduk di lantai masih memegangi pipinya yang terasa begitu nyeri.

"Kenzie..." Lirihnya pelan, hampir tak terdengar.

"Bangun," Andini menarik paksa baju Kinara menyuruh anak perempuannya bangun. Tak perduli sekacau apa kondisinya sekarang.

"Jangan pernah berucap dengan nada tinggi kepada orang tua, dengar tidak?!"

Tak ada niatan untuk menjawab, Kinara menoleh ke arah pintu yang terbuka. Di sana seorang laki-laki dengan memegang helm fullface berwana hitam di tangan kanannya berdiri seolah bertanya apa yang terjadi?

Papah Untuk SNORA [End]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें