04. Kesempatan untuk keluar

Začít od začátku
                                    

"Tapi banyak rumput-rumput panjang. Memang sengaja tidak di potong untuk menutupi pintu kecil ini" jelas Bi Jannah.

Sungguh licik! Selama ini Kinara tak pernah tahu, bahwa di taman belakang rumah ini ada sebuah pintu kecil. Pintu itu di tutupi oleh rumput-rumput yang tumbuh panjang. Hampir tak terlihat. Padahal Kinara sering pergi ke sini untuk menyiram tanaman.

"Non Kinara hati-hati ya, Bibi khawatir soalnya" ucap wanita paruh baya itu. Wajahnya terlihat begitu khawatir, Kinara tersenyum padanya.

"Iya Bi, Kinara pasti bakal hati-hati kok. Yaudah Kinara keluar dulu ya, pastiin gak ada yang liat kita berdua di sini Bi" ucapnya.

Berhasil. Kinara telah keluar dari pintu kecil itu, buru-buru Bi Jannah menutupnya kembali. Lalu beranjak pergi dari semak-semak itu, takut ada yang melihatnya mengingat ada banyak pekerja di rumah besar ini.

Kinara berjalan sudah cukup jauh, sekarang kakinya terasa sakit. Harus duduk untuk beberapa saat. Akhirnya Kinara memilih untuk duduk di pinggir jalan yang sepi itu. Jarang sekali ada mobil dan motor yang lewat.

"Capek ya Nak?"

"Kuat ya, Mamah udah berhasil keluar dari rumah itu"

"Do'ain Mamah semoga kita gak akan ketahuan lagi." Ucap Kinara sambil mengelus perutnya.

Ting!

Ada pesan masuk dari ponsel Kinara, buru-buru wanita itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.

Ada pesan masuk dari ponsel Kinara, buru-buru wanita itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Setelah membagikan lokasinya saat ini, Kinara hanya tinggal menunggu laki-laki itu datang.

Pagi ini sangat dingin, hujan memang sudah berhenti sejak tadi, tapi hawa dinginnya masih begitu terasa.

10 menit berlalu, dari kejauhan nampak motor hitam datang menghampiri Kinara. Ah itu pasti Aryan, Kinara bangkit dari duduknya.

"Lama gak?" Tanya Aryan sambil membuka helmnya.

Mata Kinara hampir tak berkedip, laki-laki ini sungguh tampan! Sangat tampan.

"Woy!"

"Eh apa?" Kinara tersentak kaget.

"Kenapa bengong? Gue tau kok kalau gue ini ganteng" ucap laki-laki itu percaya diri. Kinara ingin muntah di buatnya.

"Najis!"

"Lah, fakta bos."

"Ngomong-ngomong, kenapa lo nyuruh gue ke sini? Dan lo tadi gue liat dari kejauhan duduk sendirian di sini kayak gembel ngapain?"

"Jangan bilang lo lagi ngemis?"

Bughh!!

Satu bogeman di layangkan oleh Kinara, tepat di pipi anak laki-laki itu.

"Anjrit, sakit banget cok! Lo Atlet karate kah?" Aryan mengusap pipinya yang terasa sakit.

"Udah deh jangan banyak omong! Sekarang bawa gue pergi dari tempat ini." Pinta Kinara.

"Pergi kemana?" Tanya Aryan bingung, sedangkan Kinara sudah berada di jok belakang motornya.

"Kemana aja." Jawab gadis itu singkat.

"Okeh, ke pelaminan."

"Sialan!"

Mereka berdua tertawa di atas motor, belum ada tujuan kemana Aryan akan membawa Ibu hamil itu. Markas? Ah yang benar saja. Sebenarnya ada banyak yang ingin Aryan tanyakan, tapi masih menunggu waktu yang tepat.

Aryan di buat terkejut saat kadua tangan Kinara melingkar di perutnya. Tak ada penolakan dari Aryan, laki-laki itu membiarkannya.

Motor itu berhenti di sebuah kedai teh kecil pinggir jalan. Aryan membantu Kinara turun dari motornya.

"Ayok masuk" ajak Aryan, Kinara mengangguk.

"Bu, teh tariknya dua ya." Ucap Aryan pada seorang Ibu pemilik kedai itu. Sang Ibu mengangguk sambil tersenyum ramah.

"Sini duduk," Aryan menggeser sebuah bangku untuk Kinara, laki-laki ini memperlakukan Kinara begitu baik.

"Makasih." Ucap wanita itu lalu duduk.

"Kinara, kalau gue boleh tau, Ayah dari anak yang lo kandung kemana? Kerja atau gimana? Eum, bukan apa-apa, gue jalan berdua sama lo kayak gini sebenarnya takut. Takut nanti ada anggota keluarga lo atau tetangga lo yang liat,"

"Terus berpikiran yang enggak-enggak tentang kita. Masalahnya kan status lo istri orang, gue cuma takut lo di cap jelek. Kalau gue yang di cap jelek sih gak masalah, tapi gue mikirin lo"

Kinara terdiam.

Aryan, laki-laki tampan yang sopan. Dia begitu menyenangkan.

"Jujur gue males kalau bahas ini, tapi akan gue kasih tau sama lo."

"Anak ini hadir di perut gue itu bukan kemauan gue, gue di perkosa sama mantan gue dulu. Gue korban Ar, dan lo tau? Karena kejadian itu gue di asingkan oleh keluarga gue"

"Gue memang tinggal di dalam satu rumah sama mereka, tapi mereka semua gak menganggap gue. Mereka bilang gue adalah aib untuk mereka, haha gue sadar diri" Kinara menunduk.

"Mana ada anak perempuan yang ingin masa depannya di rusak? Gue pun gak mau. Gue masih punya cita-cita, tapi mungkin ini udah takdir gue. Gue terima meskipun sulit." Kinara tersenyum hambar sambil menunduk.

Bohong jika Aryan tidak terkejut, dia sangat terkejut. Betapa berat penderitaan yang gadis ini rasakan. Hampir saja Aryan meneteskan air matanya.

"Permisi, ini pesanannya" Ibu pemilik kedai itu datang sambil membawakan dua gelas teh tarik untuk kedua orang itu lalu permisi pergi.

"Maaf Ra, maaf kalau pertanyaan gue buat lo sedih" ucap Aryan tak enak hati.

"Santai Ar, gue gak apa-apa"

"Sorry, berarti laki-laki itu gak bertanggung jawab atas perbuatannya sama lo?"

Kinara menggeleng pelan.

"Enggak, dan kalau dia berniat untuk tanggung jawab pun dengan menikahi gue, gue tetep gak mau."

"Gue yakin bisa urus anak ini sendirian nantinya," ucap Kinara sambil mengelus perutnya.

"Yaudah cerita sambil minum" Aryan mendekatkan gelas itu ke arah Kinara. Kinara mengambilnya lalu meminum teh itu.

Wanita itu menceritakan semuanya pada Aryan, tak ada yang di lebih-lebihkan.

Aryan menjadi pendengar yang baik untuk Kinara, dengan tulus dia mendengarkan semuanya. Semua yang di rasakan wanita itu.

Aryan sangat tak menyangka, kenapa ada keluarga sekejam itu. Aryan kira hanya ada di senetron saja, ternyata benaran ada.

Tak terasa sudah 2 jam mereka berada di sana. Keduanya memutuskan untuk keluar dari kedai yang mulai terlihat ramai itu.

"Sekarang kita kemana? Anter lo pulang?" Tanya Aryan sambil memasangkan helm di kepala Kinara. Wanita itu terdiam. Rasanya Kinara tidak mau kembali ke rumah itu. Oh bukan, bukan rumah melainkan neraka bagi seorang Kinara.

Sudah berhasil keluar kenapa harus kembali? Bisa saja Kinara tak kembali ke rumah itu lagi, tapi ia mengkhawatirkan Bi Jannah. Bagaimana kalau Bi Jannah terkena masalah karenanya? Kinara tak tega. Lagi pula dia sudah berjanji akan kembali pulang bukan?"

"Hei," suara berat Aryan membuyarkan lamunanya.

"Apa?"

"Kita mau kemana?"

"Rasanya gue gak mau kembali ke neraka itu Ar, tapi gu—"

"Nice, ikut gue." Aryan memotong ucapan Kinara, laki-laki itu memaksa Kinara segera naik ke atas motornya. Entah kemana dia akan membawa Kinara pergi.

Papah Untuk SNORA [End]Kde žijí příběhy. Začni objevovat