Kabar Buruk

66 9 0
                                    

Semakin hari, Lia semakin sibuk. Tak ada hari tanpa menggapai keuntungan. Ada satu hal fatal dalam diri Lia. Dengan kecerdasan dan kekreatifannya mencari uang, tak dibarengi dengan kemampuan mengatur keuangan. Ego dan nafsunya akan profit besar, telah membuatnya bodoh dan tertipu.

Di suatu waktu, karena terlampau yakin dan memang keadaan pasar sedang turun, Lia memasang perdagangan Short terhadap koin yang diperkirakannya akan turun drastis, pada future market. Ditambah lagi, dia memasang Leverage yang sangat besar, lebih dari 80%. Tanpa memikirkan manajemen keuangannya. Bahkan, hampir semua modal, dipasangnya dalam satu aset crypto. Lia lupa bahwa menaruh telur di satu keranjang adalah salah satu jalan menuju Margin Call tercepat. Meskipun jika mengalami profit, tentunya akan membuatnya seketika kaya mendadak. Begitulah High Profit High Risk.

Dan memang benar saja. Aset yang 85% menunjukkan pertanda turun, ternyata tak demikian. Ada sekelompok orang yang melakukan pom-pom pada aset yang sedang dimiliki Lia. Dan tentu saja, pom-pom yang terjadi mendadak, membuat Lia tak memiliki banyak kesempatan. Lia mangalami kerugian lebih dari 60%.

Future market sangat berbeda dengan spot market. Pada future market, manajemen emosi, manajemen keuangan, analisa, semua harus dalam kondisi prima. Hal-hal fundamental yang wajib diperhatikan. Dan Lia, sama sekali tak memiliki manajemen emosi yang baik. Terlalu obsesif untuk segera mendapatkan goal-nya. Dan itu memengaruhi terhadap buruknya manajemen keuangannya.

Tapi, bukan Lia jika hal senacam itu bisa membuatnya patah arang. Lia masih bersemangat dan yakin. Kesalahannya hari ini, dijadikan pelajaran ke depan--semoga saja Lia tak melupakannya.

Dan pastinya, jika terjadi kerugian, Lia tak akan pernah memberitahukannya kepada Herman. Lia tak ingin mendengar nasehat panjang lebar dari suaminya itu, yang nantinya pasti akan diikuti oleh saran agar Lia berhenti dari kegiatan-kegiatannya. Menyarankan istri terkasihnya agar lebih fokus mendidik Cahaya. Dan ... menjaga kesehatan, baik fisik maupun mentalnya.

Lia menutupi kekecewaannya di hadapan Herman. Tapi sejatinya, batinnya sangat gemuruh. Hanya tinggal sedikit lagi, uang muka untuk mobil bak terbuka, harusnya telah terkumpul. Tapi kini, Lia harus memulai hampir dari nol lagi. Modal kembali lagi ke jumlah awal. Hanya lebih sedikit saja.

Stress? Tentu saja Lia sangat stress. Karena setiap detik, Lia seolah-olah harus berpacu dengan waktu. Menunjukkan bahwa dia juga mampu.

***

Pada pagi hari yang telah beranjak siang, Lia yang lagi-lagi selalu sibuk dengan ponselnya, mendadak dikejutkan oleh panggilan telepon dari Agus.

Wanita yang akhir-akhir ini memang lebih sering mengurung diri di kamar itu, menjawab panggilan dengan ogah-ogahan. Bahkan, sempat bergumam dan berdecak.

"Ih, apaan sih, Mas Agus tiba-tiba telepon. Mana aku lagi nungguin timing buat beli aset lagi." Gumaman Lia terhenti oleh helaan napas dalam dan ponsel yang telah menempel di telinga. "Ya, Mas. Ada apa?"

"Segera ke rumah sakit, Lia! Mama sedang dilarikan ke UGD. Ke RSUD, ya! Aku ini lagi ngikutin ambulans."

Di tengah keresahan dan tekanan yang tanpa jeda--keresahan dan tekanan yang diciptakan sendiri, yang sejatinya tak ada--Lia mendapat kabar mengejutkan itu. Tentu saja, Lia sangat kaget dibuatnya.

"Mama? Bagaimana keadaannya?"

"Udah, jangan banyak nanya! Lekas berangkat!"

Dan panggilan telepon pun segera terputus.

Tentu saja, Lia sangat terkejut dan mendadak begitu cemas. Ada rasa aneh yang tak dapat dipahaminya dalam hati.

Satu sisi, Lia seolah-olah senang jika Martini segera meninggal. Lia tak akan mendengar lagi tuntutan-tuntutan dari ibunya. Tak akan dibanding-bandingkan lagi. Dan bisa seenaknya lepas dari keluarga yang selama ini dianggapnya sebagai neraka.

(Complete) Perempuan yang TerbuangOnde as histórias ganham vida. Descobre agora