Cinta yang Menyakiti

131 16 22
                                    

'Yah, minta uang', 'Yah, diapers dan susu Aya habis' , 'Yah, pingin jajan'. Kalimat-kalimat yang belum pernah diucapkan Lia sebelum ini. Iya, Lia memang hampir tak pernah minta uang pada suaminya. Bahkan, Hermanlah yang acap kali meminta. Entah rokok atau untuk kebutuhan lain. Bahkan, untuk kebutuhan hobinya.

Bukan karena Herman tak memiliki penghasilan sendiri, tapi karena hampir semua urusan keuangan, Lialah yang mengaturnya. Kepala keluarga yang tak punya kuasa di istananya.

Entah kapan semua itu bermula. Padahal sebelum menikah, Lia adalah pribadi yang sangat menyenangkan. Penurut. Terbuka. Mereka bersahabat lebih dari setahun dan menjalin kasih beberapa bulan sebelum menikah.

Memang benar adanya, semua bisa saja berubah ketika telah melewati ambang pintu pernikahan.

Dan siang ini, ketika udara terasa menyengat dan sedikit lembab. Membuat mata ingin memejam. Menikmati istirahat siang yang nyaman. Sementara Cahaya hanya akan tidur ketika ada susu dari botol.

Tapi, Lia kembali harus menahan emosi dengan menghela napas dalam dan perlahan mengembuskannya. Menganggap embusan itu ibarat aliran uang yang harus semakin dihemat.

Sisa susu tersedia tak lebih untuk tiga kali seduhan saja. Itu artinya tiga hari tersisa, jika menyeduh hanya pada malam hari. Padahal, siang ini Lia ingin istirahat.

Oh, Tuhan ... sebegitu beratnya hanya urusan susu?

Karenanya, perlahan Lia melangkah ke arah teras. Mendapati Herman yang sedang bercakap-cakap dengan dua orang lelaki seumuran.

Hal yang sangat disyukuri adalah penduduk kampung ini yang sangat ramah. Bisa menerima pendatang dengan tangan terbuka dan sambutan hangat. Ditambah lagi, kemampuan Herman yang bisa beradaptasi dengan baik. Minus sang istri yang memang sangat sulit beradaptasi. Pribadi introvert, tepatnya.

"Yah!" Nada suara Lia sedikit lantang. Tapi, tak selantang itu. Hanya sedikit agar suaminya bisa mendengar tapi tak mengagetkannya.

Seketika lelaki berambut ikal pendek itu menoleh ke belakang. Mengangkat alis. "Ada apa?"

"Sini bentar!" Lia berisyarat dengan tangannya agar sang suami mendekat.

Herman berpamitan kepada orang-orang tadi. Lantas beranjak, melangkah mendekati sang istri.

Lia memutar tubuh sebelum suaminya mendekat. Berhenti di dalam kamar, di mana Aya sedang duduk bermain. Meyakinkan diri bahwa apa yang akan dibicarakannya tak terdengar hingga luar ruangan.

"Susunya Aya habis. Bagaimana?" Wanita bermata sayu itu menatap sang suami dengan kedua ujung alis yang turun.

"Habis untuk sekarang?" Lagi, lelaki bermata tajam itu mengangkat alis.

Lia menggeleng pelan. Kedua ujung alisnya tak jua terangkat. Malah muncul kerutan di antar dua pangkal alis lebat itu. "Masih sisa dua lagi kalau sekarang aku seduh."

"Ehm ... gimana kalau untuk siang, kita ganti teh? Susu malam aja? Jadi bisa agak lama," Herman menjawab setelah berpikir beberapa saat.

Dan wanita berkulit cerah itu kembali menghela napas dalam. "Baiklah. Mau bagaimana lagi, Yah."

Ketika solusi dan kesepakatan ditemukan, Herman kembali lagi ke tempatnya tadi. Melanjutkan obrolannya bersama para lelaki di teras.

Dan sebab susu yang diganti teh, membuat Aya lebih sering ngompol. Bahkan, makin sering meminta untuk dibuatkan teh meskipun tak hendak tidur. Mungkin, karena tak ada efek mengenyangkan seperti susu.

Karenanya, ini berimbas kepada diapers yang semakin cepat habis. Biasanya Aya hanya akan memakainya ketika tidur malam. Tetapi kini, malah saat tidur siang pun, dia akan mengompol. Membuat orangtuanya terpaksa memakaikan diapers di siang hari

(Complete) Perempuan yang TerbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang