Goal

72 11 0
                                    

Deraian air mata dan tubuh yang gemetar hebat ketika keluar dari pekarangan rumah Martini, jelas membuat Herman khawatir. Tapi, bukan mengkhawatirkan kesedihan Lia kala itu. Herman lebih mengkhawatirkan yang akan terjadi setelahnya.

Apa yang lebih menakutkan dari pada kekhawatiran yang berubah menjadi kenyataan?

Dan, satu lagi yang membuat Herman makin khawatir adalah, ketika Lia tiba-tiba menghentikan tangisnya. Tangis Lia kala itu benar-benar tak seperti biasa. Alih-alih menangis dalam waktu lama, Lia menangis terlalu sebentar. Seolah-olah tangis itu dihentikan paksa. Tangis itu berhenti seketika saat Lia telah duduk di jok motor.

"Enggak ada gunanya menangis. Untuk kali ini, kita harus bangkit, Yah. Berusaha membuktikan kepada mereka kalau kita mampu. Kita enggak boleh diremehin lagi." Lia Menyeka sisa-sisa air mata. Lantas air mukanya berubah cerah. Berganti senyum semringah.

Dan Herman melajukan motor dengan hati yang diselimuti cemas. Sangat cemas.

Apa yang akan diperbuat bundanya Aya setelah ini?

Seperti dejavu, perkiraan-perkiraan Herman, satu per satu menjadi kenyataan yang menakutkan. Lia yang cerdas dan berani telah bangkit. Bangkit menghadapi medan perang. Dengan dendam membara di dada.

"Yah, akhirnya aku beneran profit lima belas persen kali ini. Aku beli koin di spot market. Ugh ... andai aku belinya di futures market, bukankah profitnya bisa 1500%? Ah ... bego bego." Lia bergumam sendiri. Duduk di bibir ranjang. Menatap layar dengan dahi berkerut dan mimik wajah yang tak bisa dipahami. Sementara itu, Cahaya dibiarkan bermain-main sendiri di lantai.

Herman yang baru menapaki kaki di ambang pintu kamar, hanya mengernyit mendengar gumaman istrinya itu. Lelaki yang baru pulang dari pasar bawang siang ini dan berharap sambutan hangat, atau minimal melihat istri dan anaknya istirahat siang, malah dikejutkan oleh gumaman macam itu. Lia kembali melakukan aktifitas perdagangan koin cryptocurrency.

Lagi, kekhawatiran menyelimuti hati. Herman takut hal-hal yang tak diinginkan kembali terjadi. Memang dia sudah bisa tenang menghadapi Lia yang menangis. Tapi, semua tangisan istrinya masih tahap wajar, dan bukan yang berlebihan.

Profit memang terdengar bagus. Tapi, jika diperhatikan lagi, dengan profit lima belas persen, alih-alih mimik wajah Lia menampakkan rasa senang, malah rasa kurang puaslah yang tampak. Kilatan mata Lia begitu jelas. Bayangan profit ribuan persen pasti sedang menari-nari dalam pikirannya.

Ucapan Lia tentang usaha berjualan online saja sudah cukup mengkhawtirkan bagi Herman, terlebih lagi aktifitas trading koin cryptocurrency.

Lagi, ingatan tentang aktifitas Lia tahun lalu, sangat mengganggu Herman. Memang Lia bisa mendapat banyak keuntungan dari kegiatannya, tapi ... ada satu hal yang sangat mengkhawatirkan, yang hanya disadari Herman. Bahkan Lia pun tak menyadarinya.

"Oh, bagus, donk, Bun." Herman segera mengubah air mukanya. Berpura-pura senang dengan yang terjadi. Herman duduk di samping istrinya, mendaratkan pelukan di bahu sang istri. "Lima belas persen itu sudah banyak. Nah ... sekarang kamu mending istirahat siang aja, ya? Terus kalau mainan kripto, jangan sampe malam, perhatikan kesehatan!"

Nada suara Herman begitu merendah. Berharap nasehat-nasehatnya didengarkan Lia. Dan Lia hanya mengangguk saja. Tanpa menoleh. Masih fokus mengamati layar ponsel.

"Aku juga mulai dropship-dropship lagi, Yah! Enggak lama lagi, kita pasti bisa beli mobil bak terbuka itu. Ayah juga bisa nambah modal buat dagangannya."

Deg ....

Perasaan Herman bertambah tak nyaman. Ego dan obsesi Lia kembali lagi. Herman menjadi begitu cemas. Takut jika hal yang pernah terjadi dahulu, kini terulang kembali.

***

Dan memang yang terjadi setelahnya, mendekati perkiraan-perkiraan Herman. Tiap hari, Lia tidur sangat larut. Jam dua atau tiga pagi, sibuk menekuni layar ponsel. Dan jika ditegur, pasti ada saja alasan yang keluar dari bibirnya.

"Bun, jangan malam-malam tidurnya! Besok kamu harus bangun pagi, kan?" Herman menepuk halus pundak istrinya yang sedang duduk bersila di ujung ranjang sembari mengamati ponsel.

"Iya, bentar lagi," Lia menjawab tanpa menoleh.

"Masa iya Aya dimandiin ibu lagi? Aku enggak enak kalau ibu nanyain. Mana kamu juga sudah jarang bantu-bantu ibu di dapur." Herman beralasan, karena Lia sama sekali tak menggubrisnya.

"Yah!" Nada suara Lia tiba-tiba meninggi, "Jadi, sekarang ibu ngeluhin masalah Aya? Aku gini ini demi kita. Bukan cuma Ayah, tapi keluarga Edi Baskara, Yah. Aku inget banget gimana dulu mama ngerendahin Ayah Edi. Mama selalu ngungkit-ngungkit perkara beberapa anak pejabat yang mau dijodohin sama aku. Hatiku sakit, Yah. Ayah Edi sama Ibu Ratih udah baik banget nerima aku di sini, malah mama ngefitnah macam-macam. Segala pelet dituduhkan. Aku mau keluarga Edi Baskara enggak diremehin lagi, Yah. Kalau kita bisa sukses dan berharta, nama akan berhenti ngeremehin kita."

"Iya ... Iya. Aku ngerti. Udah malem. Sekarang kamu cepat selesaikan, lalu segera tidur." Nada suara Herman benar-benar merendah. Dia tak mau pada larut malam seperti ini, terjadi pertengkaran tak penting.

Lia menghela napas dalam, lantas mengembalikan pandangan ke layar. "Adduh! Ayah, sih, ngajak ngobrol mulu. Harusnya aku bisa profit. Ini malah aku loss lima persen. Dahlah aku cut lost dulu. Khawatir Margin Call."

Lia bersungut-sungut. Nada suaranya membentak. Rupanya dia sangat sebal.

Uang, uang, dan uang. Itulah yang kini ada di pikiran Lia. Mobil bak terbuka benar-benar jadi tujuannya saat ini.

Tak hanya tidur larut malam, bahkan kini Lia sudah sangat jarang memperhatikan Cahaya. Dia begitu sibuk dengan ponselnya. Terkadang, hampir seharian Lia tak keluar kamar. Sementara Cahaya, lebih sering bermain-main dengan Ratih.

Untung saja, Ratih adalah mertua yang sangat baik. Dia tak pernah mengeluhkan sikap menantunya itu. Akan tetapi, tentu saja ada rasa khawatir terselip di hati wanita paruh baya itu. Ratih mengkhawatirkan kesehatan menantunya. Baik kesehatan mental ataupun fisiknya.

Bukan hanya gila berjualan online dan trading koin, Kini Lia pun gila bermain semua fitur di berbagai Decentralis Finance yang ada. Bahkan, fitur prediksi koin yang lebih mengarah ke perjudian pun dijajalnya.

Dan, untuk beberapa waktu, usaha Lia memang menampakkan hasil. Modal awal yang tak begitu banyak dan hanya didapat dari uang belanja yang diberikan Herman, kini semakin berkembang.

Hal ini tentu saja, semakin membuat Lia gila bekerja. Semakin banyak yang dijualnya secara dropship. Pun pembelian koin dan nominal taruhan pada fitur prediksi makin besar.

Lia bisa tersenyum puas. Impiannya tentang mobil bak terbuka, bahkan mobil pribadi semakin tampak nyata.

Tak masalah beli dengan cara mengangsur, asalkan secepatnya. Semakin cepat semakin baik. Pun semakin cepat juga mama dan kakak-kakakku bungkam. Mereka akan menaruh respect padaku.

Tapi, berbeda dengan Herman yang sangat kenal dengan istrinya. Lia bukanlah pribadi yang telaten dan sabar. Lia sangat menggebu-gebu dan kadang mudah panik. Dan ketika panik, yang dilakukannya hanyalah melakukan cut lost. Tentunya, hal itu bisa makin membuatnya panik jika gagal mengembalikan modal.

Dan .... apa yang Herman khawatirkan, rupanya sudah terjadi beberapa kali. Hanya saja, Lia masih merahasiakannya.

(Complete) Perempuan yang TerbuangWhere stories live. Discover now