"Iya maaf."

"Kalau ada apa-apa hubungi aku, aku gak mau kejadian kayak gini terulang lagi!"

Celine makin geli, "iyaaa, udah jangan berisik, nanti Zee bangun." Dafa jadi mencebik.

"Kamu sekarang cuma pikirin Zee ya."

Dan Celine kali ini harus mati-matian agar tidak meledakkan tawanya akibat ucapan konyol Dafa itu, kecemburuan lelaki ini sudah level mencengangkan.

"Ututu sayangku lagi ngambek ya, sini aku cium." Celine kemudian langsung mengecup gemas pelipis lelaki itu membuat Dafa mati-matian menahan senyum lebarnya sambil makin mencari posisi nyaman memeluk Celine.

Rasanya Celine seperti mempunyai dua anak yang harus dijaga. Zee dan Dafa tidak ada bedanya.

***

Ckit!

"Kita sudah sampai, Pak."

Lelaki paruh baya berjas hitam rapi dengan kacamata hitamnya itu menurunkan jendela mobilnya. Mengamati lamat-lamat rumah bertingkat yang ada di seberang jalan, tak nampak ekspresi berarti di wajahnya.

Lelaki itu adalah Cakra, dan sekarang berada di depan rumah Dafa. Cakra memang bukan orang sembarangan, bahkan kalau ia mau apapun yang ia inginkan pasti terkabul.

Dengan gaya khas CEO kaya raya Cakra perlahan membuka pintu mobilnya, dikawal dua bodyguard lelaki itu menyebrang jalan menuju rumah yang digadang-gadang menjadi tempat menginap Celine beberapa bulan ini.

"A-ada yang bisa saya bantu, Pak?" satpam penjaga rumah Dafa terlihat segan melihat kedatangan Cakra, apalagi dengan dua pengawal di belakang yang terlihat menakutkan.

Cakra menoleh, menurunkan kacamata hitamnya dan menyerahkannya pada bodyguard di belakangnya. "Saya ingin bertemu dengan pemilik rumah ini."

"Oh, Pak Dafanya sedang tidak ada di rumah Pak."

Cakra mengernyih tak senang, alisnya terangkat sebelah dengan bibir masih segaris lurus. "Akan saya tunggu sampai pulang kalau begitu."

Satpam tersebut tersentak, dengan sedikit buru-buru ia membuka pagar mempersilakan Cakra dan pengawalnya masuk, melihat dari penampilan Cakra, ia tebak pasti Cakra bukan orang sembarangan.

'Mungkin rekan kerja Pak Dafa,' pikirnya.

Sembari melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah Dafa manik hitam Cakra tak henti-hentinya menjelajahi setiap jengkal rumah itu, biasa saja, tentu masih kalah kalau dibandingkan kediamannya.

"Bapak bisa duduk disini." Ujar satpam tersebut mencoba tersenyum ramah, tapi menyebalkannya Cakra hanya menanggapi dengan anggukan tak berarti.

Cakra duduk, bersedekap dengan mata masih mengedar ke seluruh penjuru rumah. Akan ia tunggu kedatangan Putri 'tersayangnya'.

Dan seulas senyuman tak terbaca terbit di bibirnya.

***

"Harusnya kamu nginep dulu Cel, aku takut kamu kenapa-napa!"

Celine menghela napas lagi, entah yang keberapa kalinya. "Aku tuh cuma butuh istirahat, di rumah juga bisa Mas."

"Tapi tetep aja, kalau di rumah sakit kamu akan lebih dikontrol."

"Nggak—"

"Papah sama Mamah mau berantem sampe kapan sih, Zee udah laper nih!" ketus bocah berpipi bulat itu merengut, bahkan ayam yang tadi akan ia berikan pada Celine saja sampai ia habiskan, tentu saja tingkah menggemaskan Zee membuat Dafa dan Celine yang sejak tadi adu otot kompak terkekeh.

"Yaudah kita pulang." Putus Dafa meskipun dari nadanya terdengar kurang ikhlas.

Celine tersenyum senang, "daritadi dong." Balasnya langsung mengajak Zee tos, bocah itu yang sudah bete karena kelaparan manut-manut aja tos.

Dafa menjalankan mobilnya pulang dengan Celine dan Zee yang bercerita riang di kursi belakang, bahkan entah apa yang sedang mereka bahas terdengar beberapa kali tawa renyah Zee padahal tadi bocah itu sedang bete.

"Zee seneeeeeng banget deh!"

"Emangnya kenapa?" tanya Dafa ikut nyeletuk kepo.

Zee menatap Dafa dari kaca depan, "soalnya sekarang Zee udah ngerasain punya Mamah dan Papah lengkap, kaya temen-temen Zee!" selanjutnya bocah itu bertepuk tangan riang.

Dafa dan Celine yang mendengarnya terkesiap, antara senang dan sedih mendengarnya, berarti selama ini Zee merasa iri dengan teman-temannya.

"Hm, Papah juga seneng." Balas Dafa dengan senyuman penuh arti diarahkan pada Celine membuat gadis itu mengulum bibirnya.

Dan keheningan melanda beberapa saat sampai terdengar suara meledak-ledak Zee menceritakan pelajaran sekolahnya hari ini yang katanya dapat nilai paling tinggi.

"Nanti kalau kamu juara Papah bakal kabulin satu permintaan kamu."

Mata Zee melebar antusias, "beneran? Janji ya ya ya!!"

Dafa tertawa geli, "iya janjiii."

"Oke, lihat aja nanti Zee pasti juara 1!" putusnya menggebu membuat Celine yang gemas tak tahan untuk tidak mencubit pipi gembulnya.

Dan 15 menitan mobil mereka akhirnya sampai di rumah, Celine yang paling awal menyadari seperti ada yang aneh, perasaannya tiba-tiba tidak enak.

"Hari ini kamu ada tamu, Mas?"

"Ha? Enggak." Jawab Dafa kebingungan sembari mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengamannya.

"Trus itu mobil siapa?" tunjuk Celine pada mobil hitam mengkilap dengan merek bergengsi yang pastinya berharga selangit, satpam Dafa tadi yang menyuruh Cakra memarkirkan mobilnya di dalam pelataran rumah agar lebih aman.

Dafa ikut bingung, akhirnya karena tak mau menerka-nerka dalam penasaran mereka keluar mobil untuk melihat orang yang datang, Celine yang melihat siluet orang yang sepertinya tak asing mulai meneguk ludah, pikiran yang tidak-tidak mulai merayap di otaknya.

"Siapa Pah?" tanya Zee mendongak polos, Dafa cuma menggeleng dengan langkah kaki mereka makin mendekat pada subyek.

Dan begitu benar-benar pada jarak yang sangat dekat Celine langsung lemas, bahkan hampir terhuyung kalau tidak segera di tahan Dafa.

"Kamu kenapa?!" panik Dafa, tapi Celine tidak menanggapi, gadis itu syok ketika melihat wajah orang di depannya.

Cakra perlahan berdiri dari duduknya, dengan tenang berjalan mendekati Celine, Dafa, dan Zee. Semakin dekat langkah lelaki paruh baya itu semakin keras pula detak jantung Celine berdegup.

Dan begitu keduanya akhirnya benar-benar berhadapan, Celine makin tremor, Cakra justru tampak tenang, dan Dafa yang tidak tahu apapun cuma bisa kebingungan.

"Sudah puas kabur belum?" tanya Cakra hampir tanpa riak.

***

TBC.

Bukan Sugar Daddy(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang