~🙂.

80 8 3
                                    


"Saat ini, Tante rasa Yuri paling membutuhkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya. Sebisa mungkin menghindari topik pembicaraan tentang pertandingan yang akan dihadapi nya nanti"

"Aku mungkin, gak bisa berdiri di atas matras lagi, Wony. Apa kamu bakalan mau sama orang yang pernah mengalami cedera parah di hidupnya ?"

"Yuri goblok! Justru Wonyoung lebih takut kehilangan Lo ketimbang omongan Lo tadi"

Wonyoung menghela nafas berat mengingat kata-kata itu. Perkataan Yena memang benar, dia lebih takut kehilangan Yuri ketimbang Memiliki Yuri yang pernah cedera parah di hidupnya. Tak pernah sekalipun ada pikiran yang terlintas di benaknya untuk pergi meninggalkan Yuri apalagi disaat gadis itu sedang terpuruk, justru sebaliknya ia ingin sekali merengkuh tubuh yang sedang rapuh itu, wajah yang berlinang air mata karena salah satu impiannya direnggut begitu saja.

"Sayang, kita sampai!"

Mata Wonyoung mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya tersadar kalau mereka telah sampai di parkiran Rumah sakit.

"Bilang Yuri ya, Bunda baru bisa jenguk nanti malam. Dan ini, tolong kasih ke dia"

Bunda Jang memberikan parcel kecil berisi buah-buahan yang sebelumnya mereka beli di toko buah tadi.

Wonyoung mengangguk lalu mengambil parcel itu dari tangannya lalu keluar dari mobil. Bunda Jang ada keperluan lain yang mengharuskan ia untuk pergi ke kantor di akhir pekan seperti ini, jadi dia hanya bisa mengantar Wonyoung ke Rumah Sakit.

Wonyoung melangkah gontai memasuki bangunan megah bercat putih itu, melewati banyak lorong, antrian farmasi, meja resepsionis lalu naik lift ke lantai 5 tempat kamar Yuri berada. Saat sampai di lantai itu, ia melihat Eunbi yang baru saja keluar dari ruang rawat Yuri.

Eunbi tersenyum padanya begitu pandangan mereka bertemu.

"Sori kak gue telat" ujarnya

"Santai. Gue tadi bawa pie, Lo habisin berdua ya sama Yuri"

Wonyoung mengangguk. Entah kenapa, keduanya kini terdiam ditempatnya.

"Terus, gimana dia ?" Tanyanya

"Gak banyak perubahan, masih loyo. Dan dia bilang dia nyerah sama impiannya yang satu itu" Eunbi mengulas senyum teguh, "Sayang banget padahal kesempatan diluar itu masih banyak"

Wonyoung bungkam. Tak menyangka Yuri semudah itu menyerah hanya karena kondisinya yang lemah.

Eunbi menepuk pelan sebelah bahunya, "Dan Lo, harus kuat buat dia. Lo gak perlu pura-pura kalau Lo gak baik-baik aja, gue yakin dia mengerti" ujarnya kemudian berlalu dari sana.

Wonyoung menggeser pintu ruang rawat Yuri dan melihat Yuri yang sedang kesusahan untuk turun dari ranjang. Ia berlari kecil menghampiri Yuri.

"Kenapa ? Ada yang sakit ?" Tanya nya sangat khawatir

"Aku mau keluar. Bisa temani aku ?"

Wonyoung mengangguk, ia menekan 'tombol bantuan' di dekat tempat tidur Yuri tak lama seorang perawat datang, mengambil kursi roda yang ada di ruangan itu lalu membantu Yuri turun, dengan hati-hati memposisikan tubuh Yuri hingga Yuri merasa nyaman di posisinya.

Yuri mengajaknya ke Cafetaria Rumah sakit yang berada di lantai dasar. Ada beberapa kedai kecil di sana, mereka pergi ke salah satu kedai untuk membeli teh lemon hangat. Padahal di kamar ada sebuah teko elektrik untuk memanaskan air tapi ini hanya akal-akalan Yuri saja untuk bisa keluar dari ruang rawat.

Kemudian Yuri mengajak Wonyoung pergi ke taman kecil yang berada di belakang rumah Sakit. Baru saja, mereka ingin keluar dari area Cafetaria, keduanya bertemu dengan Dokter Miho, dia sedang mengibas-ibaskan rambutnya yang terlihat agak lepek dan dia mengenakan baju berwarna hijau tua dibalik jas putihnya, Yuri mengenalinya sebagai baju praktek untuk operasi. Ia tersenyum pada mereka berdua ketika berpapasan.

Hi, Penggemar rahasia! ✔Where stories live. Discover now