~TUJUH BELAS.

170 16 2
                                    


"Kak.."

Yuri menghentikan aktivitas mengetiknya lalu menoleh, "Apa wony ?"

"Karate tuh urutan sabuknya yang putih paling rendah, yang hitam paling tinggi gitu ya ?"

"Iya. Tingkatan awal itu sabuk putih, tingkatan tertingginya sabuk hitam"

"Oh" jawabnya singkat. Lalu kembali menatap lembaran absensi peserta ujian milik Yuri. "Aku sering ketuker tau sama urutannya, hehe"

"Iya kebanyakan orang juga gitu"

Wonyoung merubah posisinya menjadi tengkurap, "Terus nanti kamu naik ke tingkatan yang mana ?"

"Hm, hitam mungkin"

"Kok mungkin ? Habis coklat kan hitam langsung bukannya ?

Yuri terdiam sejenak untuk membaca materi yang ia buat di layar laptopnya, lalu mengangguk, "Iya. Habis coklat langsung naik ke hitam"

Ia berjalan menuju printer di atas meja belajarnya lalu menaruh tambahan kertas disana karena kertasnya habis dipakai Wonyoung. Lalu menekan tombol "OK" untuk mengeprint.

"Tapi coklat ada tingkatannya lagi, strip 1-3. Dan aku sekarang strip 1"

"Tapi ada juga yang naik dua tingkat langsung sih. Itu semua balik lagi ke pelatih kita, gimana penilaian mereka dan mau naikin kita berapa tingkat"

Wonyoung manggut-manggut, "Oh gitu ya. Aku baru tau deh setelah lama ngedukung kamu diem-diem hehe"

"Kamu ngeliatin orangnya sih, bukan karatenya, jadi gak tau kan" kata Yuri lalu kembali ke meja kecil yang ia tempati setelah selesai mengeprint.

Saat ini keduanya ada di rumah Yuri, lebih tepatnya di kamar Yuri. Karena di rumah Wonyoung tidak ada printer untuk mencetak lembaran tugasnya, ia pun menumpang di rumah Yuri daripada menghabiskan uang di Warnet. Yang Wonyoung cetak adalah makalah pelajaran Sejarah, jadi jumlahnya tidak sedikit.

"Ya kan aku tertarik sama orangnya, bukan karate nya hehe"

Yuri tersenyum, "bisa aja kamu tuh. Tapi Kamu pernah gak tertarik buat belajar bela diri ? Apapun selain karate gitu ?"

Wonyoung berpikir sambil memasukkan makalah itu ke dalam tasnya, "Hmm, enggak ada sih. Tertarik sih pernah waktu ngeliat kamu latihan, tapi aku milih gak ikut karena aku gak minat, kalau gak minat kan ujung-ujungnya jadi setengah hati jalaninnya, jadi akhirnya enggak" lalu mendudukkan dirinya di sofa samping Yuri duduk

"Iya bener sih. Daripada setengah-setengah, mending gak usah dari awal ya"

Wonyoung mengangguk, "Iya begitu kak Yuri yang Wonyoung pikir"

Yuri mencubit sebelah pipinya, "Iya sayang bener banget, aku setuju" lalu ia mengambil penjepit kertas kecil berwarna orange agar kertasnya tidak berantakan

Wonyoung terkekeh, "Btw kak, ini urutannya gak rapi tau, ini buat absensi nanti disana kan ya ?"

Yuri mengangguk, tatapannya masih pada kertas di tangannya.

"Terus berantakan, masih ada corat-coret dan stabilo nya, nanti kamu bingung sendiri lho pas ngecek nama anak-anak disana"

Akhirnya ia melirik kertas di tangan Wonyoung, setelah selesai dengan urusannya, "Oh iya ya, ini tuh bekas yang waktu itu ngumpulin surat izin jadi masih aku belum rapihin. aku rapihin dulu deh, untung kamu ngecek hehe"

"Wonyoung gitu lho, teliti hehe"

TINGTONG
TINGTONG

"Oh iya lupa si bibi lagi pulang kampung. Aku ke bawah dulu ya" ujar Yuri lalu keluar dari kamarnya.

Hi, Penggemar rahasia! ✔Where stories live. Discover now